Jumat, 06 Juli 2018

Zuhairi: Sejarah Baru Demokrasi Tunisia


Sejarah Baru Demokrasi Tunisia
Oleh: Zuhairi Misrawi

Tunisia menjadi asa bagi negara-negara Muslim di Timur-Tengah untuk bangkit dari keterpurukan. Pasalnya, setelah badai musim semi pada 2010, belum ada tanda-tanda yang dapat memberikan harapan tumbuhnya demokrasi secara substantif.

Tunisia menjadi sebuah pengecualian, karena pemilu berlangsung dengan damai dan konstestasi politik di antara partai-partai politik terus berlangsung secara kompetitif. Tidak ada monopoli kekuasaan pada individu, dan partai-partai politik terus bersaing untuk mendapatkan simpati dari publik. Tidak hanya itu saja, kaum perempuan mendapatkan kesempatan yang setara untuk menduduki posisi strategis dalam ranah politik praktis.

Kabar terbaru, Souad Abderrahim terpilih sebagai perempuan pertama yang akan menjabat sebagai Walikota Tunis, ibu kota Tunisia. Dalam pemilihan pada tingkat kota, Souad mendapatkan 33,8 persen suara. Untuk memastikan sebagai walikota, ia harus memenangi voting dari anggota dewan. Ia mengalahkan kandidat dari partai sekuler, Nidaa Tounis dengan perolehan suara 26. Sedangkan Kamil Idir, lawan terkuat hanya mendapatkan 22 suara.

Ini sejarah yang ditorehkan oleh demokrasi Tunisia yang memungkinkan seorang perempuan menjadi walikota. Hal ini akan menjadi sejarah pertama di dunia Arab yang akan menggelinding sebagai angin segar dan inspirasi bagi kaum perempuan di kawasan untuk menduduki posisi strategis dalam politik.

Istimewanya, Souad diusung oleh Partai Ennahda, yaitu partai yang selama ini beraliran konservatif. Dalam perjalanannya, Ennahda terus melakukan terobosan dan mampu membaca realitas politik di Tunisia. Ennahda semakin mengukuhkan diri sebagai partai "Muslim Demokratis", karena mendorong kesetaraan bagi kaum perempuan dan laki-laki.

Keberanian Ennahda mengusung perempuan sebagai walikota semakin mematahkan argumen yang selama ini kerap mengekang dan menghambat perempuan untuk menduduki jabatan strategis dalam politik. Apalagi posisi walikota dapat menjadi batu loncatan bagi Souad untuk menduduki posisi tertinggi sebagai orang nomor satu di negaranya pada suatu hari nanti jika ia berhasil selama memimpin Kota Tunis.

Souad dikenal sebagai aktivis sejak menjadi mahasiswa. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Pelajar pada era 80-an, tapi kemudian dibubarkan oleh Ben Ali. Bahkan ia pernah dipenjara selama dua minggu karena kritis terhadap kebijakan rezim Ben Ali pada masa itu.

Tumbangnya Ben Ali pada 2010 menjadi awal jejak politik Souad, karena ia berhasil menjadi anggota parlemen. Ia berhasil mengalahkan 10 kandidat yang semuanya laki-laki. Dalam jagad politik, Souad bukan sosok baru, karenanya kemenangan dalam voting untuk menjabat sebagai walikota bukan sebuah kejutan yang berarti. Kejutannya karena ia didukung sepenuhnya oleh Ennahda yang selama ini dikenal konservatif.

Namun, jalan Souad tidaklah mulus karena justru mendapatkan penentangan dari partai sekuler, Nidaa Tounis. Pasalnya, partai yang berkoalisi dengan Ennahda ini juga memajukan kandidatnya untuk menjabat sebagai Walikota Tunis, Kamel Idir.

Ironisnya, Nidaa Tounis yang notabene sebagai partai sekuler justru menggunakan argumentasi misoginistik untuk menolak Souad Abderrahim. Menurut Foued Bousslama, juru bicara Partai Nidaa Tounis, pencalonan Souad sebagai kandidat Walikota Tunis tidak bisa diterima karena Tunisia merupakan bagian dari negara Muslim. Perempuan tidak diperkenankan menjadi imam salat, dan Souad tidak akan bisa hadir dalam peringatan Laylatul Qadr setiap tanggal 27 Ramadan.

Di Tunisia, setiap tanggal 27 Ramadan, Presiden, Perdana Menteri, dan Waliota Tunis biasanya akan hadir ke masjid raya untuk menghadiri acara sakral peringatan Laylatul Qadr. Menurut Bousslama, Souad tidak akan bisa menghadiri acara tersebut karena ia seorang perempuan.

Sontak pendapat Bousslama menimbulkan respons dari khalayak di seantero Tunisia. Publik sangat menyayangkan pandangan Bousslama karena tidak bisa diterima dalam demokrasi yang memberikan kesempatan setara bagi laki-laki maupun perempuan untuk menduduki posisi strategis dalam politik.

Oleh sebab itu, Partai Nidaa Tounis langsung mengeluarkan pernyataan, membantah Bousslama karena pandangannya tidak bisa merepresentasikan pandangan partai. Nidaa Tounis tidak bisa mentoleransi pernyataan Bousslama, karena jika itu benar-benar terjadi dapat menggerus suara partai yang beraliran sekular tersebut.

Pada akhirnya, Souad akan menjadi perempuan yang akan menjabat sebagai Walikota Tunis untuk pertama kalinya dalam sejarah Tunisia. Ini adalah torehan sejarah baru yang sangat membanggakan, karena akan memberikan dampak yang luas tidak hanya dalam konteks Tunisia, melainkan juga dalam konteks dunia Islam yang lebih luas, khususnya di Timur-Tengah.

Demokrasi telah memberi ruang yang setara kepada kaum perempuan untuk berkiprah dalam ruang publik, khususnya politik praktis. Tunisia mendapatkan catatan khusus, karena negara ini termasuk salah satu negara yang paling progresif dalam memberikan ruang kesetaraan bagi perempuan.

Pencapaian Souad sebagai Walikota perempuan di Kota Tunis bukan hal yang datang secara tiba-tiba, melainkan melalui proses yang panjang dari perjuangan kaum perempuan dalam memperjuangkan keseteraan. "Kami ingin membuktikan bahwa para perempuan Tunisia dapat memperoleh hak-haknya. Kami dapat membuktikan bahwa perempuan Tunisia dapat berperan untuk menduduki jabatan politik dan bisa berada di garda terdepan," ujar Souad dalam sebuah wawancara dengan Radio IFM.

Dengan demikian, Tunisia telah mencatat sejarah yang akan menggairahkan demokrasi dan keseteraan gender di dunia Arab, bahkan dunia Islam pada umumnya. Kaum perempuan harus didorong untuk berperan aktif di ruang publik untuk mewujudkan keadilan sosial dan kedamaian. Sebab, semakin besar kaum perempuan di ruang publik, maka hal tersebut membuktikan demokrasi telah membuahkan hasil dalam menumbuhkan kesadaran pentingnya kesetaraan antara kaum laki-laki dan kaum perempuan. []

DETIK, 05 Juli 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar