Kamis, 05 Juli 2018

Zuhairi: Memacu Keyakinan, Mimpi, dan Harmoni


Memacu Keyakinan, Mimpi, dan Harmoni
Oleh: Zuhairi Misrawi

Dalam sepak bola, kesebelasan bertabur bintang tidak selamanya berujung kemenangan. Lihat saja Jerman, Argentina, Portugal, dan Spanyol yang harus angkat koper lebih awal. Pemain seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi pun tidak mampu menyelamatkan timnya. Nasib Jerman bahkan lebih mengenaskan, langsung keok pada babak penyisihan.

Inilah daya magis sepak bola yang selalu mengetengahkan kejutan, keindahan, kesedihan, sekaligus kegembiraan. Pemantiknya adalah spirit mengharumkan negara. Semua pemain ingin menunjukkan permainan terbaik. Sepak bola menjadi ikon persatuan dan solidaritas kebangsaan yang paling efektif.
Dalam level klub bisa terlihat aspek individu lebih dominan, dalam Piala Dunia yang menentukan adalah kolektivitas. Sebuah kesebelasan tidak hanya bertumpu pada kedigdayaan personal, perlu kerja sama yang apik untuk meraih kemenangan.

Piala Dunia 2018 menjadi bukti betapa kolektivitas menjadi kunci keberhasilan. Inggris di bawah asuhan Gareth Southgate menjadi salah satu kesebelasan yang menekankan pentingnya kolektivitas. ”Kami menekankan pentingnya harmoni untuk mencatat kemenangan. Tanpa harmoni, kami akan menghadapi kesulitan. Sejauh ini harmoni yang ditunjukkan para pemain sangat memuaskan,” ujar Southgate seusai laga lawan Panama.

Tidak seperti skuad Inggris era sebelumnya yang bertaburan bintang, seperti Frank Lampard, Rio Ferndinand, Wayne Rooney, dan Steven Gerrard, kali ini Inggris harus memutar otak meraih prestasi terbaik. Bermodalkan para pemain muda, Inggris makin percaya diri untuk melangkah lebih jauh. Salah satunya, dengan memenangi laga hidup-mati melawan Kolombia, dini hari nanti.

Penampilan Inggris sejauh ini mampu memuaskan penggemarnya. Kemenangan 2-0 atas Tunisia dan 6-1 atas Panama membuktikan mereka tidak bisa dianggap enteng lawan. Kekompakan para pemain di lapangan sangat terlihat, yang dibuktikan dengan gol indah ke gawang lawan. Padahal, mereka sebelumnya tidak diunggulkan, bahkan diragukan publiknya sendiri. Ferdinand, Lampard, dan Gerrard mengkritik permainan Inggris yang membosankan dan tidak bergairah. Hal itu ditengarai karena rivalitas antarpemain yang datang dari klub yang bermusuhan.

Southgate tidak menyerah, ia percaya pada kekuatan mimpi. Ia memompa para pemainnya untuk terus bermimpi. ”Tugas saya adalah mempersilakan para pemain untuk bermimpi, mengubah yang mustahil menjadi mungkin. Tidak satu pemain pun yang bangun pada pagi hari hanya puas dengan lolos dari grup. Para pemain saya adalah anak-anak muda yang haus kemenangan, antusias, dan punya talenta,” kata pelatih berusia 47 tahun ini.

Sejauh ini para pemain Inggris sudah menjawab keraguan dengan mengalahkan Tunisia dan Panama. Inggris hanya kalah 0-1 melawan Belgia setelah Southgate mengistirahatkan para pemain inti karena sudah dipastikan lolos ke babak 16 besar.

Selain mimpi, para pemain Inggris mempunyai keyakinan yang tinggi untuk menekuk lawan. Tidak ada yang tidak mungkin sejauh punya keyakinan untuk menang. Harry Kane, sang kapten, terus mengalirkan semangat ini kepada kawan-kawannya. ”Kamu harus punya keyakinan. Jalan masih panjang, kita butuh kerja keras dan kerja sama untuk menerjemahkan taktik pelatih dalam pertandingan,” ujar Kane kepada BBC.

Keyakinan dalam diri pemain Inggris sangat terlihat, seperti ditunjukkan Kane yang telah mencetak lima gol. Ia menjadi calon kuat peraih sepatu emas, bersama Romelu Lukaku dari Belgia, setelah Cristiano Ronaldo harus angkat koper lebih cepat.

Kane menjelma sebagai ikon baru sepak bola Inggris setelah dua musim berturut-turut menjadi pencetak gol terbanyak liga Inggris, 2015-2016 dan 2016-2017. Pada musim terakhir, ia hanya kalah dari Mohamed Salah, penyerang Liverpool. Karena itu, setelah hattrick melawan Panama, harian Marca, Spanyol, memuji Kane dengan gelar, ”The Hurricane”, Sang Badai.

Keyakinan dalam diri Kane tidak hanya membuahkan kemenangan, tetapi gol demi gol yang dapat mengantarkan Kane menjadi yang terbaik. Apalagi perangai Kane di luar lapangan layak dijadikan contoh. Ia tidak minum alkohol selama bertanding, tidak pergi ke kelab malam, dan mengisi waktu luang dengan main golf. Karena itu, penunjukan Kane sebagai kapten Inggris merupakan langkah yang tepat untuk membangun kepercayaan, keteladanan, dan keseimbangan dalam tim.

Puncaknya, Inggris sejauh ini berhasil membuktikan soliditas tim. Bermodalkan mimpi, keyakinan, dan harmoni, Inggris akan melawan Kolombia. ”Kami menggunakan hati nurani dan semua kekuatan untuk mewujudkan mimpi. Kami bangga berada di Piala Dunia. Kami akan bekerja keras dan menggunakan seluruh energi kami untuk memenangi pertandingan,” kata Kane. []

KOMPAS, 3 Juli 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual Muda Nahdlatul Ulama, Penggila Sepak Bola

Tidak ada komentar:

Posting Komentar