Memacu
Keyakinan, Mimpi, dan Harmoni
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Dalam
sepak bola, kesebelasan bertabur bintang tidak selamanya berujung kemenangan.
Lihat saja Jerman, Argentina, Portugal, dan Spanyol yang harus angkat koper
lebih awal. Pemain seperti Cristiano Ronaldo dan Lionel Messi pun tidak mampu
menyelamatkan timnya. Nasib Jerman bahkan lebih mengenaskan, langsung keok pada
babak penyisihan.
Inilah
daya magis sepak bola yang selalu mengetengahkan kejutan, keindahan, kesedihan,
sekaligus kegembiraan. Pemantiknya adalah spirit mengharumkan negara. Semua
pemain ingin menunjukkan permainan terbaik. Sepak bola menjadi ikon persatuan
dan solidaritas kebangsaan yang paling efektif.
Dalam
level klub bisa terlihat aspek individu lebih dominan, dalam Piala Dunia yang
menentukan adalah kolektivitas. Sebuah kesebelasan tidak hanya bertumpu pada
kedigdayaan personal, perlu kerja sama yang apik untuk meraih kemenangan.
Piala
Dunia 2018 menjadi bukti betapa kolektivitas menjadi kunci keberhasilan.
Inggris di bawah asuhan Gareth Southgate menjadi salah satu kesebelasan yang
menekankan pentingnya kolektivitas. ”Kami menekankan pentingnya harmoni untuk
mencatat kemenangan. Tanpa harmoni, kami akan menghadapi kesulitan. Sejauh ini
harmoni yang ditunjukkan para pemain sangat memuaskan,” ujar Southgate seusai
laga lawan Panama.
Tidak
seperti skuad Inggris era sebelumnya yang bertaburan bintang, seperti Frank
Lampard, Rio Ferndinand, Wayne Rooney, dan Steven Gerrard, kali ini Inggris
harus memutar otak meraih prestasi terbaik. Bermodalkan para pemain muda,
Inggris makin percaya diri untuk melangkah lebih jauh. Salah satunya, dengan
memenangi laga hidup-mati melawan Kolombia, dini hari nanti.
Penampilan
Inggris sejauh ini mampu memuaskan penggemarnya. Kemenangan 2-0 atas Tunisia
dan 6-1 atas Panama membuktikan mereka tidak bisa dianggap enteng lawan.
Kekompakan para pemain di lapangan sangat terlihat, yang dibuktikan dengan gol
indah ke gawang lawan. Padahal, mereka sebelumnya tidak diunggulkan, bahkan
diragukan publiknya sendiri. Ferdinand, Lampard, dan Gerrard mengkritik
permainan Inggris yang membosankan dan tidak bergairah. Hal itu ditengarai
karena rivalitas antarpemain yang datang dari klub yang bermusuhan.
Southgate
tidak menyerah, ia percaya pada kekuatan mimpi. Ia memompa para pemainnya untuk
terus bermimpi. ”Tugas saya adalah mempersilakan para pemain untuk bermimpi,
mengubah yang mustahil menjadi mungkin. Tidak satu pemain pun yang bangun pada
pagi hari hanya puas dengan lolos dari grup. Para pemain saya adalah anak-anak muda
yang haus kemenangan, antusias, dan punya talenta,” kata pelatih berusia 47
tahun ini.
Sejauh
ini para pemain Inggris sudah menjawab keraguan dengan mengalahkan Tunisia dan
Panama. Inggris hanya kalah 0-1 melawan Belgia setelah Southgate
mengistirahatkan para pemain inti karena sudah dipastikan lolos ke babak 16
besar.
Selain
mimpi, para pemain Inggris mempunyai keyakinan yang tinggi untuk menekuk lawan.
Tidak ada yang tidak mungkin sejauh punya keyakinan untuk menang. Harry Kane,
sang kapten, terus mengalirkan semangat ini kepada kawan-kawannya. ”Kamu harus
punya keyakinan. Jalan masih panjang, kita butuh kerja keras dan kerja sama
untuk menerjemahkan taktik pelatih dalam pertandingan,” ujar Kane kepada BBC.
Keyakinan
dalam diri pemain Inggris sangat terlihat, seperti ditunjukkan Kane yang telah
mencetak lima gol. Ia menjadi calon kuat peraih sepatu emas, bersama Romelu
Lukaku dari Belgia, setelah Cristiano Ronaldo harus angkat koper lebih cepat.
Kane
menjelma sebagai ikon baru sepak bola Inggris setelah dua musim berturut-turut
menjadi pencetak gol terbanyak liga Inggris, 2015-2016 dan 2016-2017. Pada
musim terakhir, ia hanya kalah dari Mohamed Salah, penyerang Liverpool. Karena
itu, setelah hattrick melawan
Panama, harian Marca,
Spanyol, memuji Kane dengan gelar, ”The Hurricane”, Sang Badai.
Keyakinan
dalam diri Kane tidak hanya membuahkan kemenangan, tetapi gol demi gol yang
dapat mengantarkan Kane menjadi yang terbaik. Apalagi perangai Kane di luar
lapangan layak dijadikan contoh. Ia tidak minum alkohol selama bertanding,
tidak pergi ke kelab malam, dan mengisi waktu luang dengan main golf. Karena
itu, penunjukan Kane sebagai kapten Inggris merupakan langkah yang tepat untuk
membangun kepercayaan, keteladanan, dan keseimbangan dalam tim.
Puncaknya,
Inggris sejauh ini berhasil membuktikan soliditas tim. Bermodalkan mimpi,
keyakinan, dan harmoni, Inggris akan melawan Kolombia. ”Kami menggunakan hati
nurani dan semua kekuatan untuk mewujudkan mimpi. Kami bangga berada di Piala
Dunia. Kami akan bekerja keras dan menggunakan seluruh energi kami untuk
memenangi pertandingan,” kata Kane. []
KOMPAS, 3
Juli 2018
Zuhairi
Misrawi
| Intelektual Muda Nahdlatul Ulama,
Penggila Sepak Bola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar