Rabu, 04 Juli 2018

Cerita KH. Idham Chalid Ditahan Belanda


Cerita KH. Idham Chalid Ditahan Belanda

Kiai Idham muda dikenal sangat aktif. Tahun 1945, ia tercatat sebagai Sekretaris Panitia Kemerdekaan Daerah kota Amuntai. Pada saat ini pula, Idham didaulat menjadi Ketua Partai Masyumi Amuntai. Kegiatannya di Masyumi lah yang akhirnya nanti membawa Kiai Idham melanglang buana di pentas politik nasional. Ia juga pernah tercatat sebagai anggota Persatuan Rakyat Indonesia, sebuah partai politik yang didirikan oleh Jepang, dan menjadi Komisaris Daerah Hulu Sungai Utara dan Selatan Serikat Muslimin Indonesia (Sermi). 

Kiai Idham juga pernah dicalonkan oleh Badan Koordinasi Partai-partai Republiken untuk menjadi anggota Dewan Daerah Banjar untuk daerah pemilihan Amuntai Utara. Karir Idham dalam dunia pemerintahan semakin meroket. Tahun 1950, ia diangkat menjadi anggota parlemen sementara Republik Indonesia Serikat (RIS) hingga tahun 1955 mewakili Kalimantan.

Pada tahun 1947, Kiai Idham ikut berjuang melawan Belanda yang berupaya untuk menguasai kembali Indonesia. Ia bergabung ke dalam Sentral Organisasi Pemberontak  Indonesia Kalimantan (SOPIK). Tanggal 27 Maret 1949, Kiai Idham ditangkap tentara Netherland Indies Civil Administration (NICA) karena dianggap yang mendalangi SOPIK.

Tahun 1949, Kiai Idham Chalid ditangkap Belanda saat ia bermain catur dengan temannya. Sebagaimana yang tertera dalam buku Napak Tilas Pengabdian Idham Chalid: Tanggung Jawab Politik NU dalam Sejarah, ia dituduh melakukan penghasutan kepada masyarakat agar melawan Belanda. Lalu kemudian, ia dipenjara dalam sebuah sel tahanan yang hanya ada di seorang. Di dalam  penjara, ia mengalami berbagai macam penyiksaan. Mulai dari ditendang tubuhnya, disetrum, hingga disuruh minum cairan yang mengakibatkan matanya buta untuk beberapa saat. Akibat dari penyiksaan tersebut, tulang punggungnya bengkok dan seringkali terasa sakit saat ia memasuki usia senja.

Di dalam penjara itu juga, ia juga melihat Belanda yang melakukan penyiksaan kepada tahanan lainnya tanpa ampunan. Bahkan, suatu ketika ia pernah melihat ada seorang tahanan perempuan yang disiksa Belanda hingga sampai terkencing-kencing.  

Selama 40 hari berada dalam sel tahanan, ia tidak hanya diperkenankan memakai celana pendek dan tidak memakai baju. Ini menjadi pukulan telak baginya karena ia juga memiliki kewajiban untuk melakukan salat. 

Sebetulnya, Kiai Idham adalah anggota Dewan Banjar menjelang terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS) ketika ia di tahan Belanda tersebut. Selain Kiai Idham, ada dr. D.S Diapari dan Hasan Basri yang juga menjadi angota dewan mewakili Kalimantan.

Atas jasa-jasa Kiai Idham, Pemerintah melalui Keppres Nomor 113/TK/Tahun 2011 tanggal 7 November 2011 mengangkat Kiai Idham menjadi Pahlawan Nasional. Ia merupakan putera Banjar ketiga yang diangkat sebagai Pahlawan Nasional setelah Pangeran Antasari dan Hasan Basry. Dan kini, foto Kiai Idham juga menghiasi pecahan mata uang Rupiah 5.000. []

(A Muchlishon Rochmat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar