Senin, 16 Juli 2018

(Ngaji of the Day) Tata Cara Baca Surat Al-Fatihah dalam Shalat


Tata Cara Baca Surat Al-Fatihah dalam Shalat

Membaca Surat Al-Fatihah merupakan salah satu rukun qauli di dalam shalat. Sebagai rukun maka tidak bisa tidak orang yang melakukan shalat harus membacanya kecuali dalam keadaan dan alasan tertentu di mana para ulama membolehkan mengganti bacaan Surat Al-Fatihah dengan bacaan lainnya.

Kewajiban membaca Surat Al-Fatihah di dalam shalat dan ketidakabsahannya didasarkan pada hadits Rasulullah SAW riwayat Imam Muslim dan lainnya yang berbunyi sebagai berikut.

لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ

Artinya, “Tidak sah shalatnya orang yang tak membaca Surat Al-Fatihah.”

Imam Nawawi mensyarahi hadits di atas dengan menyatakan bahwa hadits ini menjadi dasar bagi madzhab Syafi’i bahwa membaca Al-Fatihah wajib hukumnya bagi orang yang shalat baik ia menjadi imam, makmum, maupun shalat sendirian (Lihat Muslim bin Hajjaj, Shahîh Muslim bi Syarhil Imâmin Nawawi, Kairo, Darul Ghad Al-Jadîd, 2008, jilid 2, halaman 86).

Sebagai bagian dari ibadah sudah semestinya bila dalam pelaksanannya ada aturan dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi orang yang shalat dalam membaca Surat Al-Fatihah. Tidak terpenuhinya salah satu atau lebih syarat-syarat tersebut bisa jadi akan berakibat pada tidak sahnya shalat yang dilakukan.

Syekh Salim bin Sumair Al-Hadrami di dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan ada 10 (sepuluh) syarat membaca Surat Al-Fatihah. Kesepuluh syarat tersebut kemudian dijabarkan penjelasannya oleh Syekh Nawawi Banten dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ sebagai berikut.

1. Tertib

Makna tertib di sini adalah bahwa Surat Al-Fatihah harus dibaca sesuai urutan ayat-ayatnya, tidak boleh dibolak-balik.

2. Berturut-turut

Artinya semua ayat dibaca secara berturut-turut tanpa diselingi dengan kalimat lain yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Seumpama di tengah-tengah membaca Surat Al-Fatihah tiba-tiba bersin lalu mengucapkan “alhamdulillâh” sebagaimana disunahkan di luar shalat, maka bacaan hamdalah tersebut telah memotong berturut-turutnya bacaan Al-Fatihah. Bila terjadi demikian maka bacaan Al-Fatihah mesti diulang lagi dan shalatnya tidak batal. Demikian juga bila di tengah-tengah membaca Al-Fatihah secara sengaja mengucapkan bacaan seperti shalawat, tasbih atau lainnya, maka harus diulang bacaan Fatihahnya.

Namun bila semua itu terucapkan karena lupa maka tidak dianggap memotong berturut-turutnya bacaan surat Al-Fatihah sehingga tidak perlu mengulang dari awal.

3. Menjaga huruf-hurufnya

Di dalam surat Al-Fatihah ada setidaknya 138 huruf. Namun bila menghitung komplet dengan tasydid-tasydidnya, kedua huruf alif pada dua kata “shirâth”, dua alif pada kata “ad-dhâllîn”, dan satu alif pada kata “mâlik” maka jumlah seluruh hurufnya ada 156. Semua huruf itu harus terbaca dengan baik. Bila ada satu saja yang tidak terbaca maka tidak sah shalatnya.

4. Menjaga tasydid-tasydidnya

Di dalam surat Al-Fatihah ada 14 (empat belas) tasydid. Tasydid-tasydid itu  merupakan bentuk dari huruf-huruf yang bertasydid yang karenanya maka keempat belas tasydid tersebut harus dijaga dalam pembacaannya. Dengan menjaga tasydid-tasydid itu sama saja dengan menjaga huruf Surat Al-Fatihah yang juga wajib hukumnya untuk dijaga.

5. Tidak berhenti di tengah bacaan, lama atau sebentar, dengan maksud memotong bacaan

Bila di tengah-tengah bacaan Surat Al-Fatihah berhenti bukan karena maksud memotong bacaan, tetapi karena adanya uzur tertentu seperti lupa atau lelah maka tidaklah mengapa.

6. Membaca setiap ayatnya termasuk basmalah

Di dalam surat Al-Fatihah adalah 7 (tujuh) ayat yang kesemuanya wajib dibaca. Dalam madzhab Imam Syafi’i di antara ketujuh ayat tersebut adalah bacaan basmalah sebagai ayat pertama. Karenanya tidak membaca basmalah di dalam shalat menjadikan shalatnya tidak sah karena adanya satu ayat di dalam Surat Al-Fatihah yang tidak dibaca.

7. Tidak ada kesalahan baca yang bisa merusak makna

Contoh kesalahan baca yang bisa merusak makna adalah kata “an’amta” yang dibaca secara salah menjadi “an’amtu.” Kesalahan baca ini bisa merusak makna dari “Engkau memberi nikmat” menjadi “saya memberi nikmat.”

8. Dibaca pada posisi berdiri pada shalat fardhu

Setiap huruf yang ada di dalam Surat Al-Fatihah harus terbaca pada saat posisi orang yang shalat dalam keadaan berdiri.

9. Dapat didengar oleh diri sendiri

Setiap huruf Surat Al-Fatihah yang dibaca harus bisa didengar oleh diri sendiri bila pendengaran orang yang shalat dalam keadaan sehat atau normal. Bila pendengarannya sedang tidak sehat, di mana suara bisa terdengar bila lebih dikeraskan, maka cukuplah pembacaan Surat Al-Fatihah dengan suara yang sekiranya pendengarannya normal maka suara itu bisa terdengar, tidak harus dikeraskan sampai benar-benar dapat didengar oleh telinganya sendiri yang sedang tidak normal.

10. Tidak diselingi dengan zikir atau bacaan lain

Sebagaimana contoh pada syarat nomor 2 bacaan Surat Al-Fatihah di dalam shalat tidak boleh diselingi oleh kalimat zikir lain yang tidak ada hubungannya dengan shalat. Lain halnya bila kalimat yang menyelingi itu ada kaitannya dengan kebaikan shalat seperti mengingatkan imam bila terjadi kesalahan. Sebagai contoh ketika imam membaca ayat atau surat setelah membaca Al-Fatihah lalu terjadi kesalahan atau kelupaan baca umpamanya, makmum boleh mengingatkannya meskipun ia sendiri sedang membaca Surat Al-Fatihah. Namun perlu diingat, selagi imam masih mengulang-ulang bacaan ayat yang salah atau lupa tersebut makmum tidak boleh mengingatkannya. Bila dalam keadaan demikian, makmum mengingatkan imam padahal ia sendiri sedang membaca Al-Fatihah maka terpotonglah bacaan Al-Fatihahnya.

Demikian sepuluh syarat membaca Surat Al-Fatihah yang mesti dipenuhi oleh orang yang melakukan shalat. Tidak dipenuhinya salah satu dari syarat tersebut dapat menjadikan bacaannya rusak yang juga berakibat pada tidak sahnya shalat tersebut.

Hal ini sangat penting diperhatikan. Itulah sebabnya di pesantren-pesantren para guru mengajarkan bacaan Surat Al-Fatihah kepada para santri dengan waktu yang relatif lebih lama dari pada saat mengajarkan surat-surat yang lain.

Tak jarang seorang santri mempelajari bacaan Surat Al-Fatihah sampai berbulan-bulan. Ia baru diperbolehkan mempelajari bacaan berikutnya setelah sang guru benar-benar yakin bacaan Surat Al-Fatihah sang santri telah benar-benar fasih. Ini semua dimaksudkan demi menjaga keabsahan shalat. Wallahu a’lam. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar