Piagam Madinah Rasulullah, Konstitusi Pertama
di Dunia
Waktu Rasululullah SAW dan para sahabatnya
memasuki kota Madinah, beliau mendapat sambutan yang luar biasa, sehingga
setiap orang dari mereka menawarkan agar beliau tinggal di rumahnya. Nabi SAW
tidak mau mengecewakan ajakan mereka dan beliau pun tidak melebihkan salah
seorang dari mereka, baik kaya atau miskin. Agar tidak mengecewakan penduduk
Madinah, Nabi tidak singgah di rumah salah seorang dari mereka. Nabi
mengatakan: “Biarkan unta itu berjalan, di mana ia berhenti, di situlah kami
tinggal, karena unta itu telah ada yang memerintah”.
Perhatian ribuan orang kini tertumpu pada
unta Nabi yang bernama al-Qushwa, yang berjalan sendiri, diikuti oleh semua
orang. Orang-orang Madinah dalam hati kecilnya berharap, semoga unta itu
berhenti di rumahnya. Ternyata unta itu terus berjalan berbelok ke kanan ke
kiri, lurus, belok lagi dan ketika sampai di tanah lapang yang luas tempat
menjemur buah kurma, unta itu tiba-tiba berhenti kemudian berlutut beristirahat
di lapangan itu. Semua orang berteriak histeris. Dengan rasa haru dan bahagia
mereka mengatakan: “Di sini kami akan bangun masjid Rasul SAW” (M. Muhyiddin,
Sayyiduna Muhammad Nabi a-Rahmah, hal. 62-63).
Tanah lapang tempat menjemur kurma itu adalah
milik dua orang anak yatim, kakak beradik bernama Sahal dan Suhail. Tanah
lapang itu kemudian dibeli oleh Nabi untuk membangun masjid raya. Sahal dan
Suhail pada mulanya menolak pembelian itu, keduanya ingin mewakafkan saja tanah
itu kepada Nabi, tetapi Nabi tidak akan menyia-nyiakan hak seseorang, apalagi
anak yatim, maka Nabi pun membayar dengan harga yang sewajarnya. Di tempat
itulah dibangun masjid raya yang kini kita kenal dengan Masjid Nabawi yang
berkubah hijau di kota Madinah.
Ukhuwah Islamiah
Selain membangun masjid raya sebagai tempat
ibadah dan pusat dakwah Islamiah, Nabi menegakkan ukhuwah Islamiah atau
persaudaraan sesama umat Islam, antara kaum Muhajirin yang datang dari Makkah,
kaum Anshar, pribumi Madinah dan berbagai bangsa lain seperti orang Persi,
orang Rum atau Bizantium, orang Afrika dan sebagainya Nabi mengokohkan tali
persaudaraan sesama umat Islam, disatukannya antara orang-orang Muhajir dengan
Anshar dan bangsa lain dalam persaudaraan yang penuh kasih sayang. Nabi bersabda:
مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ
الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ
“Kamu dapati orang-orang yang beriman dalam
hal saling mengasihi, saling mencintai dan saling beriba hati di antara mereka,
bagaikan tubuh yang satu, apabila salah satu anggota tubuh itu sakit maka akan
dirasakan oleh seluruh tubuhnya”. (HR. Bukhari, No: 5552, Muslim, No: 4685,
Ahmad, No: 17684).
الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يُسْلِمُهُ وَمَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ
أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ وَمَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً
فَرَّجَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرُبَاتِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ
سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Seorang muslim adalah saudara bagi muslim
yang lain, karena itu seseorang tidak boleh menyakiti saudaranya dan jangan
membiarkannya tersiksa. Barang siapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya maka
Allah akan memenuhi kebutuhannya. Barang siapa yang menghilangkan kesulitan
orang Islam maka Allah melepaskan kesulitan-kesulitannya di hari kiamat. Siapa
yang menutupi aib atau kekurangan seorang muslim niscaya Allah akan menutupi
aibnya di hari kiamat. (HR. Bukhari, No: 2262, Muslim, No: 4677).
Seorang muslim dengan muslim yang lain
hendaknya menjalin persatuan, tolong menolong terhadap sesama mukmin dan saling
berbuat kebajikan. Nabi bersabda:
إِنَّ
الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Sesungguhnya seorang mukmin dengan mukmin
yang lain adalah bagaikan bangunan yang satu, satu bagian dengan bagian yang
lain saling menguatkan”. (HR. Bukhari, No: 459. Muslim, No: 4684).
Persaudaraan antara pengikut Nabi, Muhajir
dan Anshar, serta bangsa-bangsa lain adalah persudaraan yang sangat tulus,
kasih sayang yang benar-benar tumbuh dari hati sanubari mereka. Mereka tidak
mengharapkan apapun selain keridhaan Allah semata. mengenai keikhlasan pribumi
Madinah yang disebut kaum Anshar dan kaum Muhajir diabadikan dalam Al-Qur’an:
وَالَّذِينَ
تَبَوَّءُوا الدَّارَ وَالْإِيمَانَ مِن قَبْلِهِمْ يُحِبُّونَ مَنْ هَاجَرَ
إِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُونَ فِي صُدُورِهِمْ حَاجَةً مِّمَّا أُوتُوا
وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُولَٰئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ. وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ
لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي
قُلُوبِنَا غِلًّا لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Dan orang-orang yang telah
menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka
(Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka
(Muhajirin). dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka
terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka
mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya,
mereka itulah orang orang yang beruntung. Dan orang-orang yang datang sesudah
mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: "Ya Tuhan kami, ampunilah
kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang." (QS. Al-Hasyr, 59: 9-10).
Konstitusi Madinah
Selain membina persaudaraan sesama
orang-orang Islam atau ukhuwah Islamiah di kota Madinah, Nabi SAW juga membina
persaudaraan antara sesama umat manusia atau ukhuwah insaniah. Dalam mengatur
di kota Madinah, yang penduduknya terdiri dari berbagai suku, ras dan agama,
Nabi membuat perjanjian dengan berbagai kalangan yang disebut Konstitusi
Madinah, atau Piagam Nabi Muhammad SAW Masyarakat Madinah terdiri dari kaum
muslimin, yang merupakan gabungan antara kaum Muhajir dan kaum Anshar,
masyarakat Yahudi yang terdiri dari berbagai suku, kaum Nasrani dan masyarakat
Madinah yang masih musyrik.
Konstitusi di zaman Nabi, sebagai Konstitusi
tertulis yang tertua itu terdiri dari sepuluh bab, berisi 47 Pasal. Di
antaranya mengatur mengenai persaudaraan seagama, persaudaraan sesama umat
manusia, pertahanan bersama, perlindungan terhadap minoritas, pembentukan umat
dan sebagainya.
Perhatikan beberapa contoh pasal berikut ini:
Pasal 1: Pembentukan umat, sesungguhnya mereka adalah satu bangsa (umat) bebas
dari pengaruh manusia lainnya. Dalam pasal-pasal yang menyangkut hak asasi
disebutkan bahwa hak dan kewajiban yang sama antara kaum Muhajir, Anshar dan
suku-suku lain seperti Suku Auf, Bani Saidah, Bani al-Harits, Bani Najar dan
sebagainya. Pasal tentang persatuan seagama, disebutkan segenap orang-orang
yang beriman yang bertakwa harus menentang setiap orang yang berbuat kedzaliman,
melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan, di kalangan masyarakat orang-orang
yang beriman. (Lihat: Hayatu Muhammad, hal. 225-227 dan Z.A. Ahmad, Piagam Nabi
Muhammad, hal. 21-30). []
KH Zakky Mubarak, Rais Syuriyah PBNU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar