8 Adab Umum Muslim di Hari
Jumat
Hari Jumat memiliki keistimewaan tersendiri
dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Terdapat beberapa aktivitas ibadah
yang secara khusus dianjurkan oleh syariat pada hari Jumat. Oleh karenanya,
hari Jumat disebut dengan hari ibadah. Khusus bagi orang yang hendak
menjalankan shalat Jumat, terdapat 8 hal yang disunahkan sebagai berikut:
Pertama, mandi Jumat.
Kesunahan mandi Jumat ini berdasarkan
beberapa hadits, di antaranya hadits Nabi ShalaAllahu ‘alaihi Wa Sallam:
مَنْ
أَتَى الْجُمُعَةَ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ النِّسَاءِ فَلْيَغْتَسِلْ وَمَنْ لَمْ
يَأْتِهَا فَلَيْسَ عَلَيْهِ غُسْلٌ
“Barangsiapa dari laki-laki dan perempuan
yang menghendaki Jumat, maka mandilah. Barangsiapa yang tidak berniat
menghadiri Jumat, maka tidak ada anjuran mandi baginya”. (HR. Ibnu Khuzaimah
dan Ibnu Hibban).
Dari hadits shahih tersebut, ulama merumuskan
bahwa disunahkan melaksanakan mandi Jumat bagi orang yang berniat melaksanakan
shalat Jumat, meskipun Jumat tidak diwajibkan baginya. Sehingga kesunahan mandi
Jumat ini tidak hanya berlaku bagi laki-laki yang diwajibkan melakukan Jumat,
namun juga berlaku bagi anak kecil, hamba sahaya, perempuan dan musafir yang
berniat menghadiri shalat Jumat, meskipun mereka tidak diwajibkan melaksanakan
Jumat.
Adapun waktu pelaksanaan mandi Jumat ini
dimulai sejak terbit fajar Shadiq sampai pelaksanaan Jumat. Lebih utama
dilakukan menjelang keberangkatan menuju tempat shalat Jumat. Mandi Jumat ini
sangat dianjurkan, sehingga meninggalkannya dihukumi makruh, sebab ulama masih
berselisih mengenai hukum wajibnya.
Kedua, bergegas hadir
menuju tempat shalat Jumat
Sejak terbit fajar di pagi hari Jumat,
dianjurkan untuk bergegas menuju tempat shalat Jumat. Seseorang yang lebih awal
berangkat Jumatan mendapatkan pahala melebihi orang yang datang
setelahnya. Anjuran ini berlaku untuk selain Imam. Adapun bagi Imam yang
disunahkan baginya adalah mengakhirkan hadir sampai waktu khutbah, karena
mengikuti sunah Rasulullah.
Anjuran ini berdasarkan sabda Nabi:
مَنْ
اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فِي السَّاعَةِ
الْأُولَى فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ
الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ
الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ ، وَمَنْ رَاحَ فِي
السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً ، وَمَنْ رَاحَ فِي
السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً ، فَإِذَا خَرَجَ
الْإِمَامُ حَضَرَتْ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ
“Barangsiapa yang mandi seperti mandi junub
pada hari Jumat, kemudian pada waktu pertama ia berangkat Jumat, maka seakan ia
berkurban unta badanah. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada waktu kedua,
seakan berkurban sapi. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada waktu ketiga,
seakan berkurban kambing yang bertanduk. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada
waktu keempat, seakan berkurban ayam. Dan barangsiapa berangkat Jumat pada
waktu kelima, seakan berkurban telur. Saat imam keluar berkhutbah, malaikat
hadir seraya mendengarkan khutbahnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ketiga, Memakai pakaian
putih.
Anjuran ini berdasarkan hadits Nabi:
اِلْبَسُوْا
مِنْ ثِيَابِكُمْ اَلْبَيَاضَ فَإِنَّهَا مِنْ خَيْرِ ثِيَابِكُمْ
“Pakailah dari pakaian kalian yang berwarna
putih. Karena sesungguhnya pakaian putih termasuk pakaian terbaik bagi kalian”.
(HR. al-Tirmidzi).
Lebih utama mengenakan pakaian putih dengan
kualitas terbaik dan yang terbaru.
Keempat, membersihkan badan.
Pada hari Jumat, sunah membersihkan badan
dengan mencukur bulu kemaluan, mencabut bulu ketiak, menggunting kumis,
memotong kuku, bersiwak dan menghilangkan bau badan. Beberapa hal tersebut
disunhkan karena mengikuti sunah Nabi.
Kelima, memakai parfum.
Tidak ada ketentuan khusus mengenai parfum
yang dipakai saat Jumatan, namun lebih utama memakai minyak misik. Anjuran
memakai minyak wangi ini berlaku untuk selain orang yang berpuasa, orang yang
sedang ihram dan perempuan. Adapun bagi orang yang berpuasa dan perempuan,
dimakruhkan baginya mengenakan parfum. Sedangkan bagi orang yang tengah
menjalankan ibadah ihram haji atau umrah, hukumnya haram.
Keenam, berjalan menuju
tempat Jumat dengan tenang.
Yang dimaksud tenang di sini adalah
pelan-pelan dalam berjalan dan bergerak serta menjauhi hal-hal yang tidak
bermanfaat. Anjuran ini berdasarkan hadits Nabi:
مَنْ
غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ وَبَكَّرَ وَابْتَكَرَ وَمَشَى وَلَمْ
يَرْكَبْ وَدَنَا مِنْ الْإِمَامِ فَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ كَانَ لَهُ بِكُلِّ
خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا
“Barangsiapa membasuh pakaian dan kepalanya,
mandi, bergegas jumatan, menemui awal khutbah, berjalan dan tidak menaiki
kendaraan, dekat dengan Imam, mendengarkan khutbah dan tidak bermain-main, maka
setiap langkahnya mendapat pahala berpuasa dan shalat selama satu tahun”. (HR.
al-Tirmidzi dan al-Hakim).
Ketujuh, membaca al-Quran
atau berdzikir
Anjuran ini dilakukan saat perjalanan menuju
tempat Jumat dan saat berada di tempat pelaksanaan Jumat. Ayat al-Qur’an yang
utama dibaca adalah surat al-Kahfi. Adapun berdzikir, yang lebih utama adalah
membaca shalawat Nabi.
Kedelapan, diam saat khutbah
berlangsung.
Saat khutbah berlangsung, hendaknya
mendengarkan dengan seksama. Allah Swt berfirman:
وَإِذَا
قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Dan apabila dibacakan khutbah, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” (QS. Al-A’raf: 204).
Kata “al-Qur’an” dalam ayat tersebut
ditafsiri dengan khutbah. Kesunahan diam saat berlangsungnya khutbah ini tidak
tertentu untuk 40 Jamaah yang mengesahkan Jumat. Namun juga berlaku umum untuk
seluruh jamaah Jumat yang hadir.
Bagi jamaah Jumat yang mendengarkan khutbah,
disunahkan baginya untuk tidak berkata apa pun termasuk dzikir. Sedangkan bagi
jamaah yang tidak mendengarkan khutbah misalkan karena jauh, maka anjuran
berdiam diri baginya adalah dengan tidak berbicara, namun baginya disunahkan
untuk berdzikir. ***
Referensi: Syaikh Mahfuzh al-Tarmasi,
"Hasyiyah al-Tarmasi ‘ala al-Minhaj al-Qawim", juz.4, hal.296 dan
Syaikh Abu Bakr bin Muhammad Syatha, I’anah al-Thalibin, juz.2, hal.84
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar