Berjuang
Melawan Keusangan
Sindhunata
Kesebelasan
Jerman adalah spesialis turnamen. Bagi mereka, kekalahan bukanlah momok yang
menakutkan. Justru kekalahan mendidik mereka untuk terus menuju final. Namun,
kebenaran slogan ini kelihatan meragukan setelah Jerman takluk di kaki Meksiko
pada pertandingan perdana di Piala Dunia 2018 ini.
Karena
kekalahan itu, kritik bertubi-tubi ditimpakan ke skuad Jerman asuhan Joachim
Loew. Pelatih berusia 58 tahun itu harus melakukan perubahan jika ingin
skuadnya sampai ke final. Ia perlu mendalami sebuah petuah sosiologi
Jerman: Jika manusia
gagal, itu bukan karena ia memang gagal, tetapi karena cara berpikirnya yang
sudah usang dan ketinggalan zaman.
Analis
Philipp Selldorf menulis dalam Süddeutsche
Zeitung, kegagalan Jerman di laga perdana itu adalah pantulan dari
ramalan teori sosiologi tentang masyarakat yang mulai lapuk dan menua. Jika
masyarakat Jerman mau menimbang tentang kelapukan dan kemenuaan kondisinya,
lihatlah penampilan anak-anak Loew di Stadion Luzhniki yang baru lalu. Di sana
terlihat bagaimana sebuah era kemegahan telah berlalu.
Melawan
Meksiko di Luzhniki, skuad Jerman diisi oleh pemain-pemain yang tampil di Piala
Dunia 2010 Afrika Selatan. Waktu itu mereka masih muda segar dan menjanjikan.
Mereka memang tak sampai ke final, tetapi dengan generasi pemain itu, akhirnya
mereka menjadi juara dunia dalam final Piala Dunia 2014 di Rio de Janeiro.
Ternyata,
generasi skuad Jerman yang juara dunia itu keok di laga perdana melawan
Meksiko. Kans memang masih terbuka. Apalagi, mereka mempunyai fakta sejarah,
pada 1982 mereka kalah di laga pertama, tetapi toh mereka sampai ke final.
Namun, boleh kita ingat, ada juga fakta sejarah yang berkata, juara dunia
Perancis, Italia, dan Spanyol masing-masing terusir dari Piala Dunia 2002,
2010, dan 2014 karena gagal di putaran pertama. Jika gegabah, Jerman, juara
2014, pun bisa menambah fakta sejarah tersebut.
Walau tak
kehilangan kepercayaan diri, Loew kelihatan tak bisa menyembunyikan rasa
khawatirnya. ”Bagi kami, situasi ini memang sangat tidak biasa. Namun, kami
mempunyai banyak pengalaman, bagaimana kami harus menghadapi kekalahan.
Sekarang, kami mesti menang,” ujarnya.
Sejak
2006, Loew memimpin kesebelasan Jerman. Kecuali Oscar Washington Tabarez (71),
tak ada pelatih yang demikian lama mengarsiteki suatu kesebelasan nasional. Di
bawah Loew, Jerman telah melakoni 163 pertandingan internasional. Publik Jerman
percaya akan kebisaannya. Ia tidak menonjol seperti Franz Beckenbauer, tetapi
terbukti ia selalu berhasil membawa Jerman ke tingkat yang amat tinggi.
Loew lalu
bukan lagi Jogi, nama panggilannya sehari-hari. Buat orang Jerman, ia adalah
Yogi, seorang spiritual bola, yang mampu menyuntikkan ”daya mistis” ke dalam
tubuh pemainnya. Memang pada setiap turnamen akbar, bersama Jerman ia bisa
meraih semifinal. Paling tidak, di bawah Loew, Jerman tidak pernah kalah pada
laga perdana. Maka, kekalahan di laga pertama Piala Dunia 2108 ini sungguh
menyakitkannya.
Melawan
Meksiko, anak-anak Loew tak memperlihatkan permainan yang bergairah dan penuh
inisiatif. Lain dengan skuad Meksiko, yang menurut Pelatih Juan Carlos Osorio,
”bereaksi karena cinta akan kemenangan, dan bukan karena takut akan kekalahan.”
Kata Osorio lagi, permainan yang ditunjukkan Meksiko melawan Jerman adalah
isyarat akan lahirnya skuad Meksiko bagi masa depan. Di telinga Loew, kata-kata
ini terdengar seperti sindiran tentang permainan Jerman yang mandek terjebak ke
masa lalu.
Kesegaran masa lalu
Memang,
begitu pertandingan dimulai, Jerman bermain dengan kebanggaannya selama ini.
Kata pengamat, mereka merasa bermain dengan kesegaran seperti delapan tahun
lalu di Afrika Selatan. Padahal, kesegaran itu hanyalah ingatan akan masa lalu.
Faktanya, bukan hanya usia, permainan mereka juga sudah mulai dilindas oleh
ketuaan dan keusangan.
Sami
Khedira mengolah dan mengoper bola, tetapi teman-temannya tidak tahu persis
bagaimana dan di mana harus menangkap dan memanfaatkannya. Toni Kroos kurang
cepat berlari dan kurang lincah membawa bola. Thomas Mueller ada di mana-mana,
tetapi ia seakan tidak bisa menemukan teman yang mendukung permainannya. Mesut
Oezil seperti kena demam panggung, yang membuat permainannya canggung.
Mantan
pelatih Jerman, Berti Vogts, mencermati keusangan itu. ”Pemain Jerman begitu
yakin, mereka pergi ke Rusia sebagai juara dunia. Mereka kelihatan begitu
percaya bisa bermain seperti empat tahun lalu.” Menurut Vogts, keyakinan itu
keliru. Katanya, ”Permainan kesebelasan kami akhir-akhir ini tidaklah sedahsyat
seperti dikira. Dalam tujuh atau delapan pertandingan internasional, saya tidak
lagi melihat permainan kami yang patut dibanggakan. Maka, melawan Swedia nanti
setiap pemain harus melupakan semuanya itu. Sekarang mereka harus tancap gas
total.”
Vogts
memperingatkan, melawan Swedia nanti para pemain Jerman harus menang dalam
duel man to man.
”Kalau ada pemain Jerman yang tidak berani dan bergairah melakukan hal
tersebut, ganti saja dia selekasnya. Joachim Loew kiranya tahu akan hal itu,”
kata Vogts.
Loew
memang tahu, Swedia bukanlah Meksiko. Secara fisik, pemain-pemain Swedia lebih
kuat daripada Meksiko. ”Kami tidak dapat bermain seperti Meksiko. Kami
mempunyai tipe permainan sendiri,” kata kapten Swedia, Andreas Granqvist,
sebelum duel di Sochi nanti.
Swedia
menjamu Perancis di Grup A babak kualifikasi Piala Dunia 2018, dan
mengalahkannya, 2-1. Dalam pertandingan play
off, mereka kemudian menekuk Italia. ”Kami akan bermain dengan
kompak. Kami mencoba menciptakan permainan seperti ketika melawan Perancis dan
Italia. Kami akan berusaha untuk sedapat mungkin menguasai bola,” kata
Granqvist.
Swedia
sedang dalam kepercayaan diri penuh, justru setelah mereka tanpa Zlatan
Ibrahimovic. Ibrahimovic adalah pengagum Jerman. Ia pernah berkata, ”Kami tahu,
Jerman bertekad untuk bermain baik. Dan, mereka selalu berhasil untuk bermain
baik.”
Jika
Granqvist dan kawan-kawan bisa menjinakkan Jerman, kata-kata kekaguman
Ibrahimovic itu akan batal, justru ketika mereka sedang bermain tanpa
Ibrahimovic, bintang, dan dewa mereka. []
KOMPAS,
23 Juni 2018
Sindhunata | Wartawan, Pencinta Sepak
Bola
Tidak ada komentar:
Posting Komentar