Indonesia Raya Jaya
Begitu banyak kecaman dan hinaan yang
ditujukan pada Pancasila,seakan tak ada hentinya dari kelompok-kelompok yang
menginginkanIndonesia pecah atau berganti wajah.
Kecaman dan hinaan yang menganggap bahwa Pancasila sudah tidak cocok dan kurang relevan lagi untuk digunakan sebagai pegangan bangsa indonesia sehingga mungkin membuat Pancasila gelisah dan bertanya "Masih Pantaskah Aku?".
Momen hari kemerdekaan yang jatuh bulan Ramadan ini, patut kiranya untuk kita renungkan kembali bagaimana makna Pancasila dan BhinekaTunggal Ika secara penuh tanpa ada kepentingan dan pengingkaranterhadap sebuah kebenaran.
Suatu ketika kita akan bertanya, kenapa Pancasila bukan Khilafah atau yang lain?
Pertanyaan itulah barang kali yang diajukan sekelompok orang yang ragubahkan sebuah kelompok Muslim menganggap bahwa sebagai komunitasmuslim terbesar didunia seharusnya menjadi "Negara Islam (Khilafah)". Dan benarkah para founding father kita tak memperhatikan masalah ituatau mungkin memang kita menutup mata bagaimana asal mula negara inidiperjuangkan dan didirikan.
Saudaraku sebangsa dan setanah air, ingatkah kita dengan BPUPKI yangbertugas untuk merumuskan dasar negara? Di mana saat persidangan itubelum ada titik temu di antara kalangan Islam modernis, nasional danpesantren tradisional maka dibentuklah dipanitiai oleh 9 orang yangdisebut panitia sembilan.
Di tengan perdebatan itu, KH Abdul Wahid Hasyim mencoba untuk menengahi dan mengemukakan kandungan dan perjajian "Piagam Madinah" yang terdiri dari 47 Pasal. Suasana sidang pun berlahan mulai menemui titik temu dengan pengambilan lima butir dari 47 pasal Piagam Madinah tersebut dan semua sepakat hasil rapat tersbut dinamakan "Piagam Jakarta".
Lantas kenapa Piagam Madinah sebagai rujukan?
Sejarah mengemukakan bahwa saat Kiai Wahid sebelum berangkat untuk hadir dalam sidang BPUPKI beliau bertanya kepada KH Hasyim Asy'ari tentang dasar negara Indonesia yang khawatir dalam sidang tersebut akan muncul benih-benih perpecahan.
Maka KH Hasyim Asy'ari memberikan saran dalam
menyelesaikan masalah tersebut kita harus mencontoh Nabi Muhammad SAW sembari
membuka lembaran demi lembaranbuku karangan Ibnu Ishaq tentang "Sirah
an-Nabi" dan pada halaman 119-123 lah tertuju yaitu tentang shohifah
madinah yang lebih dikenal Piagam Madinah.
KH Hasyim Asy'ari yang memang saat itu adalah sosok yang palingberpengaruh dan kharismatik dalam memperjuangkan kemerdekaan bukanhanya sekedar untuk Islam atau NU tapi beliau lebih mengutamakanbangsa Indonesia.
Piagam Madinah itu pula membahas Hak Asasi, persatuan seagama,persatuan segenap warga negara dan hak kewajiban golongan minoritasserta isi dan kandungan piagam madinah sangat relevan dengan situasibangsa Indonesia dengan keanekaragaman agama dan budaya.
Pengambilan keputusan Pancasila sebagai dasar ini pula sudah dibacadan sudah melalui perenungan yang panjang oleh patih gajah mada dalamkurun waktu yang lama dengan semboyannya "Bhineka Tunggal Ika"(Berbeda-beda namun tetap satu jua).
Ini membuktikan keorisinalitas dalam merenungi dan bertindak oleh parafounding father bangsa ini dalam membangun negera kesatuan Indonesiaraya guna menciptakan bangsa yang besar dan mertabat untuk parapenerusnya tentunya dengan penuh ketulusan dan pengorbanan sampaititik darah penghabisan.
Sehingga patut kiranya kita mempertanyakan kembali, "Apakah Pancasila yang harus diganti ataukah akhlak dan mental (pola pikir) kita yang harus diganti dalam menyelesaikan permasalahan bangsa ini?
Sebagai penutup dan melalui momen yang penting ini, mari kitabersama-sama untuk menjunjung tinggi sikap toleransi dan bersama-samamemecahkan persoalan bangsa ini tanpa saling menyalahkan dan mudahdiadu domba antaranak bangsa Indonesia. Jayalah Bangsaku, Bangsa Indonesia.
Muhammad Zimamul Adli, KMNU IPB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar