Satu Pukulan Lino
Untuk 130 Tahun
Senin, 10 September
2012
Inilah bukti bahwa
birokrasi kita tidak jadi faktor penghambat. Kata-kata itu diucapkan dengan
semangat oleh RJ Lino, Direktur Utama PT Indonesia Port Corporation, nama baru
PT Pelindo II (Persero).
Adanya seperti
promosi. Juga seperti melawan arus besar yang hidup di masyarakat. Tapi Lino
memberikan bukti.
Mungkin Lino sendiri
kaget bahwa proyek besar yang dia prakarsai itu akhirnya bisa berjalan. Tidak
gagal, misalnya, karena ruwetnya birokrasi. Padahal proyek yang dia gagas dan
dia perjuangkan ini bukan proyek sembarangan. Besar skalanya, besar urusannya,
dan besar biayanya. Inilah proyek pelabuhan baru Tanjung Priok yang akan
menelan biaya Rp 40 triliun.
Lino, dengan
ucapannya yang agak bombastis itu sebenarnya bukan hanya ingin memuji
birokrasi, tapi juga ingin mengkhotbahkan prinsip bahwa seberat apa pun
persoalan asal diurus sungguh-sungguh akan berhasil. Jadi, kuncinya di
sungguh-sungguh itu.
Banyak orang
mengatakan sudah bersungguh-sungguh tapi tidak juga berhasil. Untuk orang
seperti ini, rasanya perlu diukur kadar kesungguhannya itu. Seperti juga emas,
sungguh-sunggu itu ada beberapa macam. Ada sungguh-sungguh yang 24 karat, tapi
ada yang 22 karat, 20 karat, dan bahkan ada yang hanya 18 karat. Jangan-jangan
ada sungguh-sungguh yang tidak berkarat sama sekali.
Lino tentu termasuk
yang sungguh-sungguhnya 24 karat. Kalau hanya 20 karat tidak mungkin dia
berhasil. Untuk menggambarkan beratnya merintis proyek ini, saya bisa
mengatakannya dengan satu kalimat: mungkin hanya proyek Jembatan Selat Sunda
yang lebih sulit dari ini.
Inilah proyek yang
kalau jadi nanti bisa mengubah peta logistik nasional. Inilah SATU proyek yang
kalau jadi nanti nilainya lebih besar dari apa yang sudah dibangun di Tanjung
Priok selama 130 tahun.
Inilah proyek yang
akan membuat pelabuhan di Indonesia sejajar dengan pelabuhan-pelabuhan besar di
dunia. Kalau pun tidak menang, kita tidak akan kalah lagi dari Malaysia atau
Singapura. Inilah pelabuhan yang dalamnya sampai 16 meter sehingga kapal
terbesar di dunia pun bisa bersandar di Jakarta.
Inilah The New
Tanjung Priok.
Dunia perkapalan
memang punya kecenderungan baru; kian tahun kian besar saja ukuran kapal yang
dibuat. Ini untuk mengejar efisiensi angkutan barang. Kian besar kapalnya kian
banyak yang bisa diangkut. Dan kian murah biaya angkutannya. Akibatnya kian
banyak saja kapal yang tidak bisa mampir ke Indonesia.
Indonesia pun kian
terkucil. Pelabuhan-pelabuhan Indonesia hanya bisa jadi feeder untuk
pelabuhan-pelanbuhan besar di negara lain.
Sekarang ini misalnya
sudah ada kapal yang begitu besarnya sehingga bisa mengangkut 18.000 kontainer.
Pelabuhan kita kian jauh dari itu. Pelabuhan sebesar Tanjung Perak Surabaya pun
hanya mampu menerima kapal 3.000 kontainer. Medan, Makassar, dan Batam hanya
bisa menerima kapal 1.000 kontainer. Betapa jauhnya kapasitas yang harus kita
loncati.
Lino tergolong CEO
BUMN yang tidak pantang menyerah. Dia tembus semua kesulitan. Dia gedor semua
pintu. Dia hadapi semua persoalan. Wajar jika di ajang Anugerah BUMN tahun lalu
di mendapat gelar CEO BUMN Paling Inovatif.
Tapi Lino juga
beruntung. Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri Keuangan Agus Martowardojo,
Menteri PPN/Kepala Bappenas Prof Armida Alisyahbana, dan terutama Menteri
Perhubungan EE Mangindaan, berada dalam satu barisan. Bahkan Presiden dan Wakil
Presiden memonitor terus proyek ini.
Masalah terakhir yang
sangat melegakan adalah ketika Menhub EE Mangindaan memberikan hak konsesi
selama 70 tahun. Dengan keluarnya keputusan itu tidak ada lagi masalah
birokrasi yang dinanti. Kini semuanya tinggal menjadi tanggung jawab Lino.
Mulai dari bagaimana membangun fisiknya hingga bagaimana mencari uangnya yang
sebesar gajah bengkak itu.
Proyek ini memang
tidak menggunakan dana dari negara sama sekali. Tidak ada dana dari APBN.
Begitu kuatnya keinginan agar proyek ini segera terealisasikan (tahap satua
harus sudah bisa diresmikan tahun 2014), sebelum hak konsesi didapat pun semua
persiapan sudah diselesaikan. Dengan demikian begitu semua perizinan beres
proyek langsung bisa dimulai.
Minggu ini kontrak
pekerjaan sudah bisa ditandatangani antara Lino dan Bambang Triwibowo Dirut PT
PP (Persero) Tbk. PP adalah BUMN yang sudah sangat berpengalaman membangunm
pelabuhan. Saya akan minta begitu hari itu tanda tangan kontrak dilakukan,
besoknya PT PP sudah harus mulai bekerja.
Lantaran letak
pelabuhan baru ini di tengah laut (untuk mendapatkan kedalaman yang cukup),
maka Lino juga menggagas perlunya jalan tol baru yang langsung menuju pelabuhan
ini. Sekaligus ikut mengatasi padatnya lalu lintas truk di kawasan Priok.
Proyek jalan tol sepanjang 7 km inilah yang Jumat lalu juga disepakati untuk
langsung saja dibangun oleh PT Jasa Marga (Persero) Tbk.
Proyek ini juga
melibatkan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) karena harus menggunakan
tanah miliknya.
Begitu pelabuhan baru
dan jalan tol baru mulai dikerjakan, empat perusahaan BUMN yang bergerak di
bidang pelabuhan mulai menjalankan program peningkatan kapasitas di beberapa
pelabuhan utama.
Dengan demikian
pelabuhan seperti Medan, Batam, Surabaya, dan Makassar akan berubah menjadi pelabuhan
yang bisa dimasuki kapal 3.000 kontainer. Mereka juga akan membuat pelabuhan
baru yang langsung berukuran besar di Sorong.
Semua perubahan
tersebut tentu perlu segera diantisipasi oleh kalangan bisnis, terutama bisnis
perkapalan. Misalnya saja sampai saat ini belum ada pengusaha kapal kita yang
memiliki kapal kelas 3.000 kontainer. Tentu sekarang perlu menyiapkan diri agar
kelak bisa benar-benar menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Catatan : Tulisan ini
dibuat di BB sambil tiduran disela-sela pemeriksaan kesehatan di rumah sakit
SGH setelah flu yang tidak sembuh-sembuh sejak pulang dari Mekkah dan Baghdad,
dua pekan lalu.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar