DR Rizal Ramli,
Playmaker Kabinet Gus Dur
Oleh Adhie M Massardi
DALAM pemerintahan,
Gus Dur menggunakan pola kepemimpinan (manajer) sepakbola. Anggota kabinet
dipilih dari orang-orang yang memiliki karakter, visi dan kemampuan sesuai pola
pemerintahan yang hendak dibangunnya. DR Rizal Ramli dipasang sebagai Menko
Ekonomi karena gagasan dan karakternya yang berpihak (kepada rakyat) sesuai
jalan politik ekonomi Gus Dur.
Banyak orang tahu KH
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) adalah penggemar berat sepakbola. Bahkan sebelum
mengalami gangguan serius pada penglihatannya akibat diabetes, Gus Dur banyak
ditanggap media massa sebagai komentator bola yang analisanya sering
mencengangkan.
Tapi sedikit orang
yang tahu bahwa sepakbola bagi Gus Dur bukan sekedar hobi dan tontonan
menghibur. Ada filsafat sepakbola modern, antara lain fair play, team work, dan
dinamika organisasinya yang fleksibel, membuat Gus Dur terpesona, yang kemudian
banyak mempengaruhinya dalam mengambil keputusan, khususnya dalam menjalankan
roda pemerintahan.
Kabinet Persatuan
Nasional dibentuk Gus Dur (Oktober 1999) dengan konsep membangun sebuah tim
nasional (timnas) sepakbola itu. Sebagaimana di negara-negara lain, timnas
dibangun bukan untuk menghadapi klub-klub lokal. Tapi untuk menghadapi
persaingan dan berkompetisi dengan timnas (pemerintahan) negara-negara lain.
Bahkan negara-negara kuat seperti AS dan Eropa.
Oleh sebab itu,
meskipun pemerintahan Gus Dur dibangun oleh kekuatan koalisi (Poros Tengah) di
parlemen, tapi menteri-menteri dari parpol pendukung tetap diseleksi dengan
standar kapasitas dan integritas yang mumpuni. Apabila di lapangan ternyata
kemudian kurang perform, Gus Dur tak segan-segan menggantinya. “Karena
(kabinet) ini bukan sekedar untuk menyenangkan parpol pendukung, sebab
taruhannya nasib rakyat,” demikian alasan Gus Dur.
Makanya, untuk
pos-pos penting, terutama yang menyangkut policy kenegaraan dan harus head to
head dengan negara-negara besar, seperti Menko Ekonomi, Menteri Keuangan,
Menteri Pertahanan dan Mendagri, Gus Dur memilih sendiri. Jadi tidak
dikompromikan dengan pihak lain.
Akan tetapi berbeda
dengan anggota kabinet lainnya, DR Rizal Ramli sejak awal memang diproyeksikan
Gus Dur sebagai playmaker kabinet (bidang ekonomi). Para penggemar bola pasti
paham betapa pentingnya peran playmaker dalam kesebelasan. Karena di lapangan,
ia menjadi wakil langsung, menjadi representasi pelatih (presiden) dalam
mengatur pola pertahanan dan penyerangan.
Sekedar mengingatkan,
beberapa playmaker di dunia sepakbola yang terkenal adalah Andreas Pirlo (AC
Milan), Xavi Hernandes dan Andres Iniesta yang membawa Spanyol menjuarai Piala
Dunia (2010) dan Piala Eropa (2012), Zico dari Brazil, Michel Platini dan
Zenedine Zidane (Prancis), Maradona dan Lionel Messi (Argentina) dan legenda
sepakbola Jerman Franz Beckenbauer dan Belanda Johan Cruyff.
Makanya, meskipun
(mulanya) ditempatkan sebagai Kepala Bulog, tapi perannya bukan hanya mengatur
keseimbangan dan mengelola persediaan beras di gudang. Rizal Ramli di Bulog
didaulat untuk membangun sektor pertahanan (pangan). Sebab rumusannya, negara
yang berpenduduk lebih dari 50 juta jiwa, kebutuhan pangannya tidak boleh
tergantung dari pasokan negara lain.
Untuk itu, Rizal
Ramli harus berhadapan bukan hanya dengan para mafia beras di dalam negeri,
tapi juga kekuatan (negara) asing yang selama ini memaksakan produk-produk
pertanian negaranya untuk menguasai pasar domestik. Maka ia harus memberikan
umpan-umpan matang kepada Menteri Pertanian, Perdagangan, Luar Negeri dan
Menteri Keuangan.
Setelah dalam waktu
beberapa bulan berhasil manata ulang peran dan policy Bulog, termasuk
menertibkan rekening liar di sana, dan bidang pertanian secara umum berhasil
meningkatkan kesejahteraan para petani, Gus Dur meminta Rizal Ramli masuk ke
inti persoalan, menata politik ekonomi nasional, sebagai Menteri Koordinator
bidang Ekonomi dan Keuangan.
Pertimbangan Gus Dur
mengangkat Rizal Ramli menjadi Menko Ekonomi, karena doktor ekonomi lulusan
Boston University ini adalah tokoh pergerakan yang memiliki konsep dasar
meningkatkan perekonomian domestik, sesuai konstitusi UUD 1945. Sementara pada
saat yang sama, Indonesia masih berada dalam cengkeraman kekuatan ekonomi
neo-liberal (IMF, Bank Dunia, AS) yang memiliki banyak anteknya di dalam
negeri.
Karena visi dan
karakter Rizal Ramli yang kuat dalam keberpihakannya kepada perekonomian
domestik, dalam rapat-rapat kabinet Presiden Gus Dur nyaris tak pernah
memberikan instruksi apa pun dalam bidang ekonomi. Gus Dur hanya memantau dari
jauh, dan memberikan dukungan politik secara signifikan dalam setiap langkah
yang dilakukan Menko Ekonominya. Termasuk ketika memaksa pihak Freeport dan
juga IMF untuk duduk kembali di meja perundingan guna meninjau ulang perjanjian
(kontrak) dengan pemerintah Indonesia sebelumnya karena dianggap tidak adil dan
merugikan rakyat Indonesia.
Gus Dur memang sangat
percaya pada integritas dan kemampuan Rizal Ramli. Bahkan karena merasa sesama
orang pergerakan, tak jarang juga Gus Dur membicarakan masalah perkembangan
politik dan keamanan nasional. Bahkan untuk menyelesaikan persoalan di Aceh,
Gus Dur secara khusus meminta DR Rizal Ramli untuk membantu Menko Polhukham
Jenderal TNI (Pur) Susilo Bambang Yudhoyono. Karena dalam pandangan Gus Dur,
persoalan di Aceh bukan hanya soal politik dan keamanan semata. Tapi juga
menyangkut masalah ekonomi.
Kepercayaan Gus Dur
kepada DR Rizal Ramli memang tidak berlebihan. Sebab kalau kita melihat kembali
ke belakang, di masa pemerintahan Gus Dur perekonomian nasional nyaris tak
mempunyai persoalan berarti. Bahkan kehidupan ekonomi para petani (cokelat,
cengkeh, kopra, dll), juga industri kecil dan menengah, berada di titik paling
meyakinkan. Panen dan harga produk pertanian sangat menggembirakan para petani.
Persoalan paling
krusial di era Gus Dur terjadi di bidang politik dan keamanan, yang digawangi
oleh Menko Polhukham Susilo Bambang Yudhoyono.
Setelah tidak berada
di pemerintahan, Gus Dur dan Rizal Ramli masih sering melakukan komunikasi.
Membicarakan persoalan bangsa yang kian memrihatinkan. Dibicarakan juga
berbagai kebijakan pro-perekonomian domestik yang dulu dijalankan kedua tokoh
tersebut, semuanya nyaris sudah ditinggalkan. Dominasi asing di hampir semua
sektor kehidupan semakin menguat.
Karena kian gerah
melihat perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara di republik ini, maka
dalam sebuah pertemuan dengan Megawati di rumah Ketua Umum PDIP di Jl Teuku
Umar, pada 2008, Gus Dur pernah menyarankan “mantan wapresnya” itu agar Mbak
Adhis, panggian akrab Gus Dur kepada Megawati, menyalonkan Rizal Ramli dan
Prabowo dalam pilpres 2009.
Ada dua alasan kenapa
Gus Dur menyarankan Megawati untuk menyalonkan Rizal Ramli dalam pilpres 2009.
Pertama, Gus Dur melihat kekuatan Yudhoyono sebagai incumbent sudah menguasai
birokrasi eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, kejaksaan, TNI dan
lembaga-lembaga bisnis, bahkan KPU di seluruh Indonesia. Makanya, tidak mudah
bagi Megawati yang pernah jadi presiden menghadapi keadaan yang sudah seperti
itu.
Alasan kedua, yang
bisa menghadapi kekuatan konsolidasi uang, birokrasi dan mobilisasi seperti
itu, menurut Gus Dur, hanya kekuatan pergerakan yang ideologis dan relatif
bersih, serta bukan bagian dari “masa lalu” yang bermasalah. Dan persyaratan
itu ada pada DR Rizal Ramli.
Tapi terlepas dari
dua alasan di atas, untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa yang sangat
krusial seperti sekarang ini, memang hanya orang yang memiliki integritas,
leadership, kompetensi dan keberpihakan yang nyata kepada bangsanya.
Gus Dur meyakini
semua persyaratan itu ada pada diri Rizal Ramli karena sudah pernah melihat dan
membuktikan sendiri integritas dan elan perjuangan Rizal Ramli sebagai pemikir,
pejuang dan pelaksana gagasan-gagasan kebangsaannya. [***]
Penulis adalah Juru
Bicara Presiden era pemerintahan KH Abdurrahman Wahid.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar