Bambang Soesatyo
Anggota Tim Pengawas DPR
Atas Penyelesaian Kasus Bank Century
Penjelasan Antasari Azhar di hadapan Tim
Pengawas DPR atas Penyelesaian Kasus Bank Century, justru memunculkan indikasi
tentang niat buruk dibalik rumusan opsi-opsi kebijakan penangkal krisis
finansial 2008. Kalkulasi atas ekses krisis nyata-nyata ditunggangi,
serta menjadikan opsi kebijakan penangkal krisis sebagai modus melakukan
kejahatan terhadap negara. Kini, negara dan rakyat bersyukur, kendati KPK masih
maju mundur namun BPK berhasil mengulik muatan skandal dibalik bailout Bank
Century. Keberhasilan BPK tersebut tertuang jelas dalam kesimpulan lembaga
suprime audit Negara tersebut. Yakni: Adanya perbuatan melawan hukum,
penyalahgunaan wewenang dan indikasi adanya kerugian negara.
Gagasan pemberian blanket guarrantee pada
2008 menjadi debat publik pelaku bisnis keuangan, ketika panggung politik dalam
negeri dan para politisi pun mulai hiruk pikuk menyongsong Pemilu Legislalatif
2009 dan Pemilihan Presiden 2009. Situasi global saat itu ditandai dengan
kegelisahan akibat virus krisis finansial 2008 yang bermuara di Amerika Serikat
(AS) mewabah kemana-mana. Gelembung utang dalam negeri AS saat itu hampir
9 trilyun dolar AS. Belum lagi ditambah dengan beban biaya penempatan pasukan
dan mesin perang AS di Irak. Arus deras kredit konsumsi menyebabkan banyak
perusahaan pembiayaan dilanda kering likuiditas. Ketika semua utang itu jatuh
tempo dalam waktu hampir bersamaan, krisis pun tak terhindarkan. Singkat kata,
skala kedahsyatan krisis finansial itu ditandai dengan bankrutnya raksasa
industri finansial seperti Merry Lynch, Lehman Brothers, AIG, dan Fannie
Mae.
Benar bahwa Indonesia tak bisa menghindar
dari ekses krisis itu. Ditandai dengan memburuknya kinerja neraca pembayaran,
depresiasi rupiah dan laju inflasi saat itu yang sangat mencemaskan.
Akibat penarikan hot money oleh komunitas investor asing, perbankan lokal pun
menderita kering likuiditas. Dalam situasi seperti, suku bunga pinjaman menjadi
sangat tinggi.
Tak cukup sampai di situ, sistem perbankan
dan keuangan negara diteror dengan asumsi-asumsi tentang ketakutan para deposan
besar yang merasa semua depositonya di bank tidak mendapatkan jaminan penuh,
kendati menerima imbal hasil atau bunga deposito yang tinggi. Karena takut,
para deposan besar itu setiap saat bisa memindahkan depositonya ke negara lain
yang lebih aman. Dari teror itu, muncul dorongan atau paksaan kepada pemerintah
untuk menerapkan kebijakan blanket guarrantee. Kalau kebijakan penjaminan penuh
kepada deposan ini diterapkan, pemerintah saat itu setidaknya harus
mencadangkan Rp 300 trilyun untuk merespons keinginan deposan manakala terjadi
penarikan serentak atau rush.
Ketika Ketua dan anggota Komite
Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) waktu itu, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani
dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono meminta persetujuan penerapan blanket
guarrantee dari Wakil Presiden Jusuf Kalla, permintaan itu tegas-tegas ditolak
Kalla. Dia mengacu pada petaka kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
yang menyebabkan negara dan rakyat menanggung rugi ratusan trilyun rupiah
hingga kini.
Kini, negara dan rakyat patut bersyukur atas
pilihan sikap Yusuf Kalla menghadapi desakan penerapan blanket guarrantee itu.
Logika mensyukuri pilihan sikap Yusuf Kalla itu sederhana saja. Kalau oknum
bank sentral dan penguasa bisa menunggangi dan menyalahgunakan dana bailout
Bank Century yang hanya Rp 6,7 triliun itu, entah berapa besar kerugian yang
harus ditanggung negara dan rakyat jika pencadangan blanket guarrantee sebesar
Rp 300 trilyun itu juga ditunggangi dan disalahgunakan.
Selama wacana tentang blanket guarrantee
mengemuka, wacana atau gagasan tentang bailout atau menalangi bank bermasalah
nyaris tak terdengar. Karena itu, ketika mantan Ketua KPK Antasari Azhar
mengungkap adanya rencana menyuntikan dana ke Bank Indover, kecurigaan pun
makin menguat bahwa situasi krisis patut diduga telah ditunggangi, dan opsi
kebijakan yang dipilih dijadikan modus untuk melakukan kejahatan terhadap
negara.
Mengapa Indover?
Gagal dengan modus blanket guarrantee, opsi
bailout menjadi pilihan berikutnya. Sosok Yusuf kalla rupanya dipandang sebagai
figur yang tidak kooperatif, sehingga dia tidak diundang dalam sejumlah forum
rapat yang merumuskan skenario bailout Century.
Presiden selalu menegaskan bahwa alasan
mendasar dari pemberian dana talangan kepada Bank Century adalah menyelamatkan
perekonomian dari ancaman krisis finansial global waktu itu.
Di sela-sela Rapat Koordinasi Kredit Usaha
Rakyat dan perbankan di Kantor BRI Pusat, Jakarta belum lama ini, Presiden
Soesilo Bambang Yudhoyono menyatakan alasan dan tindakan (bailout
Century) yang dilakukan tak lain untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia
dari krisis global. Jika pada 2008-2009, Indonesia tidak cepat bereaksi,
kemungkinan krisis seperti 1998-1999 bisa terjadi lagi.
Sedangkan kepada Pansus Hak Angket DPR untuk
Kasus Bank Century, Wapres Boediono mengatakan pengucuran dana talangan Bank
Century dilakukan untuk mencegah dampak sistemik dalam situasi krisis keuangan
global tahun 2008. Jika Bank Century tidak diselamatkan dikhawatirkan muncul panik
di masyarakat.
Kalau benar alasannya seperti itu, mengapa BI
saat itu justru memilih Bank Indover untuk diberi dana talangan? Bukankah bank
ini beroperasi di belanda dan berkedudukan di Amsterdam? Apakah persoalan yang
menyelimuti Bank Indover di Belanda sana bisa menimbulkan dampak sistemik
terhadap perekonomian dan perbankan dalam negeri khususnya? Jangan lupa bahwa
Bank Indover sudah bermasalah sejak dasawarsa 80-an. Dan, karena terus
dirundung masalah, pihak berwenang di Belanda membekukan kegiatan
operasional Bank Indover sejak Oktober 2008.
Pilihan memberi dana talangan kepada Bank
Indover jelas tidak relevan, mengada-ada, dan terlalu dipaksakan. Tidak
berlebihan kalau pilihan ini layak dicurigai pula. Memang benar bahwa dana
milik sejumlah bank BUMN tersangkut di Indover. Tapi, hal ini harus dilihat
sebagai risiko masing-masing bank bersangkutan. Mengapa berani memberi kredit
kepada bank bermasalah seperti Indover? Jelas tidak bisa diterima jika potensi
rugi bank-bank BUMN itu ditutup dengan dana talangan yang diambil dari Lembaga
Penjamin Simpanan.
Skenario menalangi Indover sudah disiapkan
dengan jumlah Rp 4,7 trilyun. Ketika rencana dikonsultasikan dengan KPK,
Antasari Azhar menolak dengan tegas. Dia menggambarkan Indover seperti ember
bocor. Berarti, sudah dua kegagalan yang diterima ketua dan anggota
KSSK.
Dua kegagalan itu tidak membuat KSSK menyerah
atau putus asa. Mereka tetap maju dengan opsi bailout. Pilihannya jatuh bank
bermasalah lainnya, yakni Bank Century. Seperti halnya Jusuf Kalla, Antasari
pun dipandang sebagai sosok pejabat yang tidak kooperatif. KSSK rupanya sudah
mata gelap. Sebagai Ketua KPK (saat itu), Antasari tidak diberitaha apa-apa
tentang rencana dan skenario bailout Bank Century sebesar Rp 6,7 trIlyun itu.
Antasari memang tidak sempat mengeksaminasi
kebijakan bailout Century karena harus mendekam di ruang tahanan. Namun,
sisi kriminal dari kebijakan ini tetap saja tidak bisa lolos dari pengawasan
publik. BPK dan Bareskrim Mabes Polri ketika itu berhasil mengidentifikasi
tindak pidana korupsi dibalik ‘kebijakan’ bailout Bank Century. Temuan BPK dan
temuan awal Bareskrim Polri itu sudah diperkuat dalam dokumen politik negara
melalui Sidang Paripurna DPR RI.
Kesimpulannya, patut diduga ada indikasi
kegiatan pencarian dana secara ilegal dengan menunggangi krisis finansial
global tahun 2008, serta menjadikan opsi kebijakan penangkal krisis sebagai
modus melakukan kejahatan terhadap negara. Gagal dengan opsi blanket guarrantee
berkat penolakan Jusuf Kalla, pencarian dana ilegal dilanjutkan dengan opsi
bailout. Karena tidak relevan dan dipaksakan, bailout Bank Indover digagalkan
DPR. Akhirnya, KSSK nekad jalan sendiri tanpa meminta persetujuan DPR
mem-bailout Bank Century.
Kenapa dan untuk apa para pejabat otoritas
moneter dan otoritas fiskal itu sampai nekad menabrak aturan dan UU untuk
membailout Bank Century. Mudah-mudahan itu bukan menjadi harga untuk sebuah
jabatan. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar