Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI
Fraksi Partai Golkar
PERANG melawan komunitas koruptor,
sesungguhnya, baru saja dimulai. Maka, kekuatan moral KPK dalam perang itu
harus terjaga dan dijaga. Sebab, para koruptor sudah mengakumulasi kekuatan
untuk melancarkan serangan balik yang bisa saja merontokan moral KPK.
KPK tidak tebang pilih lagi. Itulah yang
setidaknya telah dibuktikan oleh KPK dibawah kepemimpinan Abraham Samad dkk
saat ini. Berarti, bendera perang melawan komunitas koruptor di negara ini
sudah dikibarkan. Ini perang sungguhan, bukan perang-perangan melawan koruptor
seperti yang diasumsikan selama ini. Publik mencatat bahwa semua tersangka
koruptor, baik yang lemah maupun kuat secara politik, masuk dalam bidikan dan
jaring KPK.
Perkembangan kinerja KPK hingga hari-hari ini
patut dimaknai sebagai sebuah pesan yan g sangat jelas kepada komunitas
koruptor di negara ini. Bahwa semua orang sama di muka hukum. Artinya, jika
seseorang terindikasi terlibat tindak pidana korupsi, otomatis dia akan
berhadapan dengan KPK, apa pun status, posisi maupun jabatan serta
pangkatnya. KPK pun memberi bukti nyata.
Lihatlah, di ruang tahanan KPK saat ini
sedang mendekam seorang politisi dari partai politik yang sedang berkuasa,
karena terlibat kasus suap. Ada juga mantan deputi gubernur Bank Indonesia yang
terlibat kasus suap cek pelawat, serta bupati Buol. Baru-baru ini, KPK pun
sudah menetapkan seorang pengusaha besar sebagai tersangka karena dia diduga
menyuap Bupati Buol. Yang terakhir ini bukan sembarang pengusaha, karena dia
juga aktif sebagai pengurus di partai politik yang sedang berkuasa, serta
memiliki hubungan istimewa dengan elit penguasa di negara ini.
Selain mereka yang sudah menjadi tersangka
dan mendekam di ruang tahanan, KPK pun masih membidik seorang ketua umum partai
politik plus seorang menteri yang terindikasi terlibat kasus Hambalang.
Pada kasus manipulasi anggaran pengadaan kita suci Al Qur’an, tidak tertutup
kemungkinan KPK menjerat pejabat tinggi pada kementerian bersangkutan.
Beberapa kasus yang sudah dan sedang
ditangani KPK ini sengaja dikedepankan guna mengilustrasi kinerja KPK
belakangan ini. Fakta yang membuktikan KPK tidak tebang pilih lagi rasanya
lebih dari cukup. Selain itu, jika melihat sosok-sosok yang sudah ditahan, para
terperiksa maupun tersangka, hingga figur-figur yang terus dibidik, sebagian
besar masyarakat sepakat bahwa KPK punya nyali alias memiliki keberanian luar
biasa dalam menjalankan fungsinya.
Mengacu pada perkembangan kinerja inilah
layak dibuatkan kesimpulan bahwa KPK mulai dan sedang melancarkan perang
sesungguhnya terhadap komunitas koruptor. KPK tidak lagi hanya mengincar oknum
pejabat daerah, tetapi tak segan-segan membidik orang-orang kuat di ibukota,
bahkan termasuk menyentuh anggota kabinet.
Sudah barang tentu, sikap dan pendirian KPK
pada kasus dugaan korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Mabes Polri
menjadi contoh kasus yang tidak hanya membuat heboh tetapi juga mengejutkan
berbagai kalangan. Tindakan menggeledah Korlantas Mabes Polri, dan kesigapan
menetapkan seorang jenderal sebagai tersangka itu benar-benar di luar perkiraan
banyak orang. Keberanian dan keteguhan KPK mempertahankan posisinya dalam kasus
ini merupakan penegasan, dan juga pesan. Penegasan bahwa KPK memiliki
keberanian dan tidak tebang pilih. Dan, juga pesan kepada semua koruptor yang
belum terjaring. Siapa Anda tidak akan lolos jika bukti terpenuhi.
Moral Berperang
Perkembangan kinerja KPK akhir-akhir ini
membangun harapan baru bagi rakyat Indonesia dalam menuntaskan agenda perang
melawan korupsi. Tak ada maksud sedikit pun untuk menyanjung-nyanjung
kepemimpinan KPK periode sekarang. Tetapi, sebagai institusi yang diserahi
tugas memburu para koruptor, KPK idealnya memang harus berani dan tidak pandang
bulu. Juga memiliki moral yang kuat untuk mengaktualisasikan perang
sesungguhnya melawan kekuatan besar komunitas koruptor di negara ini. Bukankah
segenap rakyat mendambakan KPK yang kuat dan independen demi tumbuhnya efek
jera?
Karena perang ini baru dimulai, di ruang
publik sering muncul pertanyaan yang cukup mengusik; mampukah KPK menjaga
kekuatan moralnya dalam perang besar ini? Pertanyaan ini selalu muncul karena
rakyat mencatat pengalaman buruk yang menimpa KPK, yakni kekuatan besar yang
terus mencoba melemahkan fungsi dan tugas KPK melalui berbagai modus. Dari
modus perangkap atau jebakan hingga mengganggu soliditas kepemimpinan. Apalagi,
soliditas kepemimpinan KPK saat ini masih sering dipertanyakan publik.
Sejalan dengan perkembangan kinerjanya, fakta
tentang kasus-kasus yang sedang ditangani menghadirkan tantangan yang sangat
berat bagi KPK. Saat ini, KPK berhadap-hadapan langsung dengan akumulasi
kekuatan bisnis dan politik yang kepentingannya benar-benar sudah terganggu.
Akumulasi kekuatan itu menyimpan daya gempur yang sangat dahsyat. Sebab,
didalamnya terkandung kekuatan politik, uang dalam jumlah tak terbatas, dan
kemampuan melakukan pekerjaan-pekerjaan kotor.
Sebagai orang luar, tidak berlebihan untuk
mengatakan bahwa KPK pun sesungguhnya sedang menghadapi situasi yang tidak mudah.
Bukan karena tidak mampu menjalankan fungsi dan tugasnya, melainkan
karena derajat tantangannya yang luar biasa beratnya. Jika segenap
pimpinan KPK tidak solid dan tidak waspada, serangan balik dari akumulasi
kekuatan bisnis dan kekuatan politik itu akan langsung menghancurkan moral KPK,
sekaligus menghapus catatan kinerja yang mulai membaik sekarang ini.
Jujur saja, banyak kalangan mengernyitkan
dahi ketika menyimak berita penggledahan di Korlantas Mabes Polri, yang disusul
dengan menetapkan seorang jenderal sebagai tersangka dalam kasus itu. Sebab,
saat penggeledahan Mabes Polri. Mengacu pada pertemuan Kapolri-Ketua KPK itu,
sempat muncul tafsir di ruang publik bahwa Kapolri tahu dan menyetujui
penggeledahan itu. Namun, ketika proses membawa pergi dokumen penyitaan dari
Korlantas tidak berjalan mulus, tafsir publik pun menjadi ekstrim sehingga
muncul anggapan akan terjadinya ‘cicak versus buaya’ jilid II. Apalagi,
sengketa kewenangan dalam menangani kasus itu sudah menjadi persoalan terbuka
yang terus meruncing.
Anehnya, sengketa kewenangan itu dibiarkan
mengambang. Bahkan, Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono pun pada awalnya
minimalis menyikapi masalah ini, sekali pun masyarakat terus mendesak agar dia
segera menggunakan wewenangnya untuk menengahi sengketa kewenangan itu.
Karena sengketa kewenangan itu diawali oleh
penggeledahan di Korlantas, pimpinan KPK harus waspada. Jangan-jangan, rekayasa
sengketa kewenangan itu dirancang oleh pihak ketiga dengan melibatkan oknum
dari dalam KPK sendiri, mengingat penggeledahan dilaksanakan saat Ketua KPK dan
Kapolri sedang bertemu empat mata.
Sengketa kewenangan yang sekarang memerangkap
KPK dan Polri adalah wujud lain dari tantangan memerangi korupsi di negara ini.
Seluruh rakyat Indonesia berharap KPK dan Polri lebih mengedepankan kearifan
dalam menyelesaikan sengketa kewenangan itu. Sebab, bagi rakyat, pekerjaan utama
KPK dan Polri adalah memburu dan menyergap koruptor, bukan rebutan wewenang.
Semua kalangan berharap pimpinan KPK bisa
mengatasi persoalan ini dengan bijaksana.. Terpenting, pimpinan KPK harus teguh
agar sengketa kewenangan dengan Polri tidak dijadikan pintu masuk oleh
komunitas koruptor untuk memperlemah moral KPK. Perang terhadap korupsi harus
dilanjutkan. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar