Shalat Jenazah dan Shalat
Ghaib
Seperti dimaklumi, orang meninggal dalam
ajaran Islam harus dishalati (shalat Jenazah), setelah dimandikan dan dikafani
sebelum dikubur. Hukum shalat ini adalah fardhu kifayah.
Tujuan shalat jenazah agak berbeda dengan
shalat fardhu, meski sama-sama diwajibakan dan tentu merupakan ibadah yang
berpahala.
Perbedaan itu terletak pada tujuan. Shalat
fardhu untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) dan berdzikir (mengingat) kepada
Allah. Sedangkan shalat jenazah lebih dimaksudkan untuk mendoakan orang yang
telah meninggal agar mendapatkan ampunan dan kehidupan yang berbahagia di alam
kubur dan akhirat.
Karena itu, mendoakan mayat menjadi salah
satu rukunnya. Perbedaan tujuan menimbulkan perbedaan cara pelaksanaan.Dalam
shalat jenazah tidak ada ruku’, sujud, i’tidal, dan lain-lain.
Shalat jenazah terkadang dilakukan tanpa
kehadiran mayat, yang biasa disebut shalat ghaib.Rasullah saw pernah
melaksanakan shalat ghaib tatkala Raja Najasy dari Habsyah (Afrika) meninggal.
Hal itu kemudian diteladani kaum muslimin. Shalat ini biasanya mereka lakukan
menjelang shalat Jum’at di beberapa masjid. Jika ada kerabat jauh meninggal,
shalat ghaib dapat menjadi pilihan kita bila berhalangan hadir. Dengan demikian
shalat ghaib tidak terikat kepada tempat.
Sedangkan untuk shalat jenazah bagi imam atau
munfarid (sendirian) dianjurkan menghadap kepala jenazah bila mayit laki-laki,
dan menghadap pantat jenazah jika mayit perempuan.Hal ini sesuai dengan apa
yang dilakukan Rasulullah saw.
Sumber:
KH. M. A. Sahal Mahfudh, Dialog Problematika
Umat, Penerbit Khalista Surabaya dan LTN PBNU, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar