Liur Anjing dan Buruk
Sangka dalam Fiqih
Manusia dan hewan termasuk barang bergerak.
Manussia bergerak badannya termasuk mulut dan jiwanya. Karena ramai-ramai
bergerak, manusia berinteraksi dengan makhluk yang lain. Hubungan ini dipenuhi
dengan cakap-cakap dan segala bentuk bahasa tubuh yang bisa dimengerti.Manusia
dan hewan masuk dalam makhluk yang bisa mengerti dan menangkap sesuatu yang
terjadi di sekitar bahkan di dalam diri mereka, baik yang beregerak maupun yang
diam. Penerimaan dan pengertian sesuatu di luar dan di dalam dirinya, dapat
menghasilkan sangka buruk selain sangka baik.
Buruk sangka atau suuzan dalam kamus bahasa
Indonesia adalah salah menyangka orang atau salah menerima. Tindakan, ucapan,
termasuk tampilan pihak lain, disalahpahami dengan yakin. Sepanjang hayatnya,
manusia pernah melakukan sikap tidak terpuji ini. Ia menganggap orang lain
melakukan sesuatu yang tak dilakukannya.
Buruk sangka cukup berbahaya karena dapat
menyuramkan hubungan dengan pihak lain. Keruhnya hubungan dengan pihak lain,
tak dikehendaki oleh Tuhan semesta dan fitrah manusia. Hubungan yang keruh
dengan pihak lain, dapat mengubah peta sejarah ke depan yang pada gilirannya
dapat menyusahkan manusia itu sendiri, juga pikirannya.
Fiqh yang sudah menjadi rujukan hukum
masyarakat nahdliyin, ternyata juga menyuguhkan ajaran moral yang luar biasa.
Apalagi buruk sangka terhadap manusia, terhadap hewan saja, manusia tidak boleh
menaruh sangka hatta anjing sekalipun yang dianggap hewan yang mengandung najis
yang agak berat. Hal ini seperti yang disampaikan oleh sayid Bakri bin Sayid
Syatha Dimyathi dalam I’anatut Thalibin.
ولو
رفع كلب رأسه من ماء وفمه مترطب ولم يعلم مماسته له لم ينجس. (ولو أدخل رأسه فى
إناء فيه ماء قليل فإن خرج فمه جافا لم يحكم بنجاسته أو رطبا)
“Andaikan seekor anjing mengangkat kepalanya
dari air, sementara mulutnya dalam kondisi basah tetapi tidak diketahui
persinggungannya dengan air, maka hukum air itu tidak najis. Dengan kata lain,
jika seekor anjing memasukkan kepalanya ke dalam wadah (baskom misalnya) yang
sedikit airnya (kurang dari dua qulah, penulis), lalu mulutnya keluar dalam
keadaan kering atau basah maka hukum air itu tidak dikatakan mutanajis,”
Mulut anjing yang basah bisa saja berasal
dari air liurnya sendiri, bukan hasil persinggungan dengan air yang ada di
dalam wadah. Buruk sangka tak lebih dari satu tindakan tercela yang perlu
dikesampingkan. Para ulama, menyampaikan ajaran moralnya melalui jalur fiqh
yang sangat akrab dengan masyarakat.
Seruan moral dengan masuk ke dalam dunia
masyarakat, merupakan cara yang sangat efektif. Terlebih lagi fiqh Bab Air yang
mana pelajaran pertama dalam fiqh sebelum masuk perihal ibadah yang lainnya.
Sejarah panjang buruk sangka manusia terhadap pihak lain, dapat penawarnya yang
cukup ampuh selama tradisi fiqh masih berlangsung di masyarakat. Karenanya,
pembelajaran fiqh mesti panjang usia.
Semangat anti buruk sangka para ulama, bukan
mengada-ada tetapi adalah perintah Allah. Allah melarang sekali manusia untuk
berburuk sangka terhadap pihak lain,
ياأيها اللذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظن إن بعض الظن إثم ولاتجسسوا ولايغتب بعضكم بعضا أيحب أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إن الله تواب الرحيم
“Hai orang yang beriman, jauhilah banyak
sangka! Karena, banyak sangka adalah dosa. Janganlah mencari aib-aib orang lain
dan jangan mengumpat sebagianmu pada sebagian yang lain. Apakah kamu suka
memakan bangkai saudaramu yang telah mati? Tentu, kau tak suka memakannya.
Takutlah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat dan Maha
Penyayang.(Alhujurat ayat 12).
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar