Bambang Soesatyo
Anggota Timwas Kasus Bank Century/
Komisi III DPR RI
PENUNTASAN skandal Bank Century akan menjadi
tonggak baru sejarah penegakan hukum. Maka, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
harus menanggapi pekerjaan ini sebagai tugas bersejarah. Sangat
penting bagi semua pihak untuk ikut memelihara konsistensi dan keberanian KPK.
Stagnasi proses hukum mega skandal Bank
Century bukan disebabkan oleh bukti2 permulaan yang sdh berantakan, melainkan
hambatan yang justru muncul dari kekuatan kekuasaan yang tdk terlihat yang
diduga membuat KPK berpikir dua kali untuk menuntaskannya. Skandal kekuangan
terbesar pasca reformasi ini memang tergolong kasus 'ngeri-ngeri sedap'. Ngeri,
krn bakal berhadapan dg jantung kekuasaan dan dpt mengakibatkaan serangan balik
yg mengancam jabatan siapapun yg menyentuhnya. Sedap, krn siapapun yg mampu
menuntaskannya akan tercatan dlm sejaran penegakan hukum negeri ini dg tinta
mas.
Seperti diketahui, Kasus Century sdh hampir 3
tahun jalan ditempat. Hingga kini belum semua pimpinan KPK sepakat menaikkan
status kasus Bank Century ke tahap penyidikan.
Kesimpulannya, ada tangan2 yg tdk terlihat yg
gigih menghalang2i agenda penyidikan sebagai kelanjutan dari proses hukum
kasus Bank Century. Saya khawatir, ada penegak hukum yg berani menuntaskan
skandal ini, sementara penegak hukum lainnya bukan hanya tdk berani, tetapi
justru menjadi faktor penghalang.
Mengambinghitamkan masalah bukti permulaan
sama sekali tdk beralasan. Bukti2 permulaan kasus ini masih utuh, alias tdk
berantakan. Bahkan terus bertambah. Sembilan temuan BPK dlm audit investigatif,
ditambah 13 temuan BPK melalui audit forensik plus hasil pemeriksaan
Pansus DPR menjadikan bukti permulaan kasus ini sangat komprehensif.
Insitusi negara yg terlibat dlm skandal ini
sangat jelas, dari BI, KSSK hingga LPS. Siapa saja yg memimpin institusi2 itu
pun sdh menjadi fakta terbuka. BI kala itu dipimpin Boediono yg kini menjabat
Wapres. Sedangkan KSSK dipimpin mantan Menkeu Sri Mulyani. Semuanya tercatat
dlm dokumen DPR maupun dokumen BPK.
Baik temuan BPK maupun hasil pemeriksaan
Pansus DPR mengindikasikan terjadinya pelanggaran hukum, penyalahgunaan
wewenang oleh pejabat negara serta indikasi kerugian negara. Sy tdk yakin kalau
institusi penegak hukum termasuk KPK tdk memercayai temuan BPK dan DPR itu.
Skandal Bank Century memang bermuatan
kepentingan sempit orang-orang kuat. Selain kepentingan, skandal yang
sama juga memuat cerita tentang perilaku orang-orang kuat itu melanggar
hukum, menyalahgunakan kekuasaan dan merampok uang negara. Juga memuat cerita
tentang bagaimana orang-orang kuat itu membuat sejumlah skenario untuk
menutup-nutupi perilaku korup mereka.
Karena orang-orang kuat itu sedang
menggenggam kekuasaaan, menuntaskan proses hukum mega skandal ini memang sangat
berat dan penuh tantangan. Pada akhirnya, kita semua harus realistis
untuk mengakui bahwa KPK memang sedang berhadapan dengan gerombolan kriminal
berbaju birokrat, yang berkolaborasi dengan pencuri berbaju bankir. Namun,
sekuat apa pun gerombolan kriminal itu, kekuatan kebenaran akan membuat mereka
tersandung pada saatnya nanti.
Dengan dukungan yang begitu solid, rakyat
telah memercayakan penuntasan skandal ini kepada KPK. Maka, lagi-lagi perlu
diingatkan bahwa soliditas kepemimpinan KPK menjadi faktor kunci. Yakinlah,
kalau tak satu pun dari unsur pimpinan KPK berselingkuh dengan anggota
gerombolan kriminal itu, kasus ini bisa dituntaskan cepat atau lambat.
Penuntasan skandal Bank Century adalah tugas
bersejarah bagi KPK, karena pada akhirnya sejarah memang akan mencatatnya
sebagai tonggak baru riwayat penegakan hukum di negara ini. Mengapa? Karena
penuntasan skandal ini akan menimbulkan efek jera yang luar biasa dan sangat
dahsyat. Semua elemen masyarakat , baik pegawai negeri sipil, pebisnis, dan
juga komunitas pekerja, akan melihat dan mencatat dalam benak masing-masing
betapa KPK begitu heroik menyeret orang-orang kuat yang kurop ke meja hijau.
Pada akhirnya, semua orang kuat lainnya, maupun pegawai rendahan di semua
institusi negara, akan berpikir seribu kali untuk melakukan korupsi atau
mencuri uang negara. Wajib hukumnya bagi KPK untuk menuntaskan pekerjaan
bersejarah ini.
Oleh karena KPK sedang menghadapi kekuatan
sangat besar, sangat penting bagi semua elemen masyarakat pro aktif menjaga
independensi, konsistensi dan keberanian KPK. Pengawasan oleh publik akan
mempersempit ruang gerak unsur-unsur yang ingin memperlemah KPK.
Keinginan untuk memperlemah KPK bukanlah isapan jempol. Gambaran tentang
semakin maraknya praktik korupsi tahun-tahun terakhir ini otomatis menambah
jumlah orang yang akan dibidik KPK. Artinya, jumlah kekuatan yang bernafsu
memperlemah KPK terus bertambah.
Baru-baru ini, Ketua KPK Abraham Samad
mengaku kesulitan menangani kasus Bank Century. Dia menggambarkan status Kasus
Century sebagai TKP (tempat kejadian perkara) yang sudah hancur berantakan.
Tetapi, dia juga menegaskan, ’’Kami perlu waktu untuk melakukan
penyidikan.’’
Bagaimana idealnya menyikapi dan memaknai
pernyataan Ketua KPK ini? Ada cukup alasan untuk memaknai rangkaian kata-kata
yang meluncur dari Ketua KPK itu sebagai pernyataan bersayap. Makna pertama,
dia belum mau menyerah untuk menuntaskan kasus ini. Kedua, dia mengingatkan
semua orang agar jangan membiarkan kasus ini lenyap ditelan waktu, dan karena
itu isunya harus selalu dibuat bergema.
Ketiga, pesan bahwa dia mengalami hambatan
internal yang sangat serius. Karenanya, kritik kepada KPK harus berkelanjutan.
Dan keempat, menyikapi skandal Century, pimpinan memang tidak kompak. Tidak
semua pimpinan KPK berkemauan menuntaskan proses hukum skandal Bank Century.
Komprehensif
TKP maupun barang bukti untuk Skandal Bank
Century sama sekali tidak berantakan. Bahkan, sebagian besar bukti sudah
diserahkan ke KPK. Kesimpulan dari keseluruhan proses hukum kasus ini hanya
satu; KPK sudah seharusnya menaikkan status Kasus Century menjadi penyidikan
terhadap sejumlah nama tersangka yang bahkan direkomendasikan oleh Sidang
Paripurna DPR.
Kalau ada kemauan kuat, KPK hanya cukup
mengacu pada hasil audit investigatif dan audit forensik BPK plus hasil
pemeriksaan Panitia Khusus (Pansus) DPR . Menurut audit investigatif BPK per
2008, bailout Bank Century melanggar sejumlah ketentuan. Antara lain, Bank
Indonesia (BI) tidak tegas dan hati-hati menerapkan aturan akuisisi; BI
pun tidak segera bertindak tegas atas pelanggaran Bank Century pada 2005-2008;
Pun, BI diduga mengubah persyaratan CAR agar Bank Century bisa memperoleh
Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek.
Selain itu,. Keputusan Komite Stabilitas
Sistem Keuangan (KSSK) dalam menangani Bank Century tidak mengacu pada data
yang lengkap, mutakhir, dan terukur. Bahkan, Kelembagaan Komite Koordinasi saat
penyerahan Bank Century pada 21 November 2008 belum dibentuk berdasarkan UU;
Masih menurut BPK, Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) diduga merekayasa peraturan agar Bank Century memperoleh
tambahan dana. Lalu, selama Century dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana
Rp 938,6 miliar yang melanggar aturan BI. Bahkan, dana talangan
disalahgunakan oleh Robert Tantular.
Berlanjut ke Audit Forensik, BPK melaporkan
bahwa ada belasan temuan berupa sejumlah transaksi tidak wajar yang merugikan
negara dan masyarakat. Misalnya, penggelapan hasil penjualan US Treasure Strips
(UTS) hak Bank Century sebesar 29,77 juta dolar AS, yang berakibat
membebani Penyertaan Modal Sementara (PMS). Selain itu, dana kredit
kepada 11 debitor tidak digunakan sesuai tujuan pemberian kredit.
Hasil penjualan aset eks jaminan kredit
sebesar Rp 58,31 miliar dan Rp 9,55 miliar pun tidak disetor ke Bank
Century. Ada juga temuan tentang penambahan rekening sebuah perusahaan
sebesar Rp 23 miliar tanpa ada aliran dana yang masuk ke Bank Century. Dan
sebaliknya, terjadi aliran dana dari Bank Century sebesar Rp Rp 465,10 miliar
kepada perusahaan yang sama yang berakibat merugikan Bank Century dan membebani
PMS.
Temuan dari dua metode audit itu terbilang
cukup komprehensif, dan layak sebagai acuan untuk melaksanakan penyidikan.
Secara keseluruhan, skandal Bank Century mengindikasikan terjadinya pelanggaran
hukum, penyalahgunaan wewenang oleh sejumlah pejabat negara, serta indikasi
kerugian negara.
Insitusi negara yang terlibat dalam skandal
ini sangat jelas, dari institusi BI, KSSK hingga LPS. Siapa saja yang memimpin
institusi-institusi itu pun sudah menjadi fakta terbuka. BI kala itu dipimpin
Boediono yang kini menjabat Wakil Presiden. Sedangkan KSSK dipimpin mantan
Menteri Keuangan Sri Mulyani. Semuanya tercatat dalam dokumen DPR maupun BPK.
Jadi, bukti serta catatan-catatan tentang skandal ini sama sekali tidak
berantakan. Kalau dibutuhkan, KPK tinggal berkoordinasi saja dengan DPR dan
KPK.
Sejak dulu sampai sekarang, hampir semua
institusi negara punya satu penyakit atau masalah yang sama, yaitu enggan dan
malas menindaklanjuti temuan-temuan BPK tentang penyimpangan atau kesalahan
dalam pengelolaan keuangan negara. Bahkan rekomendasi BPK kepada
institusi penegak hukum atas semua temuan penyimpangan itu tidak mendapat
respons yang optimal.
Jangan sampai KPK pun terjangkit
penyakit yang satu ini. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar