Rabu, 23 Mei 2012

(Ngaji of the Day) Awalnya adalah Mengamati yang Tampak


Awalnya adalah Mengamati yang Tampak

Oleh: Djamhur Effendi



Perkembangan konsep alam semesta telah lahir sejak adanya peradaban manusia. Secara fitrah manusia ingin tahu lebih banyak dan juga ingin mendapatkan kejelasan tentang bagaimana hakikat atas segala sesuatu yang dilihatnya. Bagaimana manusia mengenal lingkungan tempat tinggalnya kemudian beranjak tentang bentuk bumi dan hubungannya dengan “langit” sesuai yang dilihatnya.



Memperhatikan berbagai objek dan gejala di langit adalah kegiatan yang sudah dimulai sejak peradaban yang paling kuno sekalipun. Hal ini mendorong aktivitas pengamatan dan mencatatnya sebagai hasil pengamatan (data). Data itu diinterpretasikan dan digunakan oleh peradaban manusia dari masa ke masa, dari bangsa ke bangsa.



Namun, objek-objek dan gejala yang dilihat adalah yang itu-itu juga, kesannya bisa berbeda, padahal kebenaran ilmiah adalah tunggal. Berbagai pendapat menyimpulkan, mulai konsep bumi datar, berbentuk silinder, dan akhirnya diketahui Bumi bulat atau pepat di kedua kutubnya.



Pengetahuan mengenai planet juga sudah disadari ribuan tahun yang lalu. Seperti planet Mars yang dikenal sebagai Doshiri (Mesir) jauh sebelum abad 6 SM, bahkan tentang gerak mundur atau retrograde-nya. Pengetahuan bahwa Matahari-Bumi-Bulan dan planet-planet merupakan suatu keluarga telah di kemukakan sejak abad 3 SM, termasuk pendapat heliosentris oleh Aristarchus.



Kendatipun demikian, penelitian Tata Surya secara sistematis oleh Nicolaus Copernicus pada tahun 1510 M dapat dikatakan sebagai tonggak sejarahnya. Kemajuan penelitian Tata Surya selanjutnya dipelopori oleh misalnya Tycho Brahe, Johan Kepler (dikenal dengan hukum peredarannya), Galileo Galilei (teleskop), Christian Huygens, Gian Domenico Cassini (perumus gaya tarik menarik antar benda langit atau gravitasi, serta penemu cincin Saturnus).



Lalu ada William Gilbert (ada gaya yang mengatur pergerakan benda langit), Edmund Halley (pendataan Komet dan pengenalan sifatnya), Sir Isaac Newton (gravitasi Universal), Herschel (Uranus), Leverrier-Adams (Neptunus), Percival- Tombaugh (Pluto), Piazzi (Asteroid), dan banyak lagi.



Pendayagunaan gerak rutin Matahari dan Bulan dilangit untuk membuat sistem pencatat waktu, dalam skala waktu panjang berlaku di negeri Mesir kuno, dari Aleksandria ke Babilonia, Aremenia, Yunani, Romawi, Arab, Bagdad dan Eropa.



Planet dalam Tata Surya dalam pengembaraannya mempunyai kondisi sendiri sendiri. Planet Bumi berotasi sehingga menimbulkan fenomena siang malam, ada fajar, ada senja bagi manusia penghuni bumi. Malam untuk beristirahat dan siang untuk bekerja. Siang malam membentuk pola kerja manusia dan makhluk lainnya di planet bumi.



Peredaran bumi mengelilingi Matahari dan posisi sumbu rotasi Bumi yang miring 23.5 derajat terhadap sumbu ekliptika membuat dinamika musim. Ada musim panas, musim gugur, musim dingin dan musim semi; musim kemarau dan musim penghujan.



Dengan mengetahui saat-saat musim berlangsung, para petani bisa bercocok tanam. Apabila planet Bumi mencapai sebuah titik tertentu pada orbitnya saat ini dan misalkan suatu tempat di belahan Bumi selatan sedang berada pada musim panas, maka 13 000 tahun kemudian, saat planet Bumi mencapai titik itu, akan berada pada musim dingin.



Pernahkah kita membayangkan pada setiap sekitar 13 000 tahun sekali, pola musim akan berubah? Selain siklus periodik tahunan Matahari, kenyataan lainnya adalah Bumi tidak berbentuk bola sempurna. Terdapat puntiran (torque) oleh gaya tarik Bulan dan Matahari serta planet dalam Tata Surya.



Sebagai akibatnya Bumi dipuntir seperti gasing (panggal) sehingga sumbu Bumi perlahan berpresesi mengelilingi kutub ekliptika. Sumbu Bumi berpresesi beredar mengitari kutub ekliptika dengan pola perioda 26 000 tahun sekali edar.



Adanya gerak presesi Bumi telah dikenal sejak zaman Hipparchus ( 146-127 SM) dan Ptolemy sekitar 2M. Namun, beberapa penelitian meragukan bahwa angka yang dipergunakan Hipparchus bukan hasil pengamatannya sendiri melainkan meminjam dari hasil astronom Babilonia.



Teori presesi diawali oleh astronom dan matematikawan dari Mesopotamia, Thabit ibn Qurra (826-901 M), seorang astronom muslim kebangsaan Arab yang pernah tinggal di Kairo, Ibn Yunus (940-1009) menemukan harga presesi 1 derajat per 70 tahun, mendekati harga yang diperoleh dalam astronomi modern. (*)



*) Djamhur Effendi adalah Staf Biro Litbang Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) Pusat, Purnakarya LAPAN Bandung, Dosen UNPAD dan UNISBA. Makalah disampaikan dalam Diklat Nasional Pelaksana Rukyat Nahdatul Ulama, Masjid Agung Jawa Tengah, 19 Desember 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar