Senin, 07/05/2012 11:37
Judul Buku : Ritual & Tradisi Islam Jawa
Penulis : KH Muhammad Sholikhin
Penerbit : Narasi Yogyakarta
Cetakan : I 2011
Tebal : 498 halaman
Peresensi : Abdul Aziz MMM
Keberhasilan syiar agama di suatu daerah, tidak hanya ditentukan oleh kualitas ajaran agama itu sendiri, tetapi yang lebih penting, bagaimana ajaran itu disampaikan kepada calon pemeluknya. Di Indonesia, syiar agama termasuk proses yang unik, menarik sekaligus cukup dinamis. Meski sudah berlangsung berabad-abad lamanya, toh masih meninggalkan sejumlah persoalan sampai saat ini.
Sebagai masyarakat komunal, yang salah satu cirinya ditandai dengan kekhasaan nilai-nilai lokal, membuat masyarakat ini sulit menerima kebiasaan maupun ajaran-ajaran yang datang belakangan. Keyakinan lama tidak lantas tergantikan oleh ajaran baru. Justru yang sering terjadi adalah perpaduan beragam nilai, tanpa disadari membentuk bangunan baru.
Termasuk pula konteks Islam dalam masyarakat Jawa. Pada kenyataannya, pertautan ini menghasilkan sebuah peradaban baru yang disebut Muslim Jawa seperti yang diistilahkan penulis buku ini. Berbagai pandangan terhadap akulturasi ini pun dilontarkan. Ada yang setuju, namun banyak juga yang menolak. Buku ini mengulas kesamaan cara pandang dan tujuan masyarakat Jawa, terutama yang diekspresikan melalui ritual-ritual tertentu, dengan ajaran keislaman meski tidak secara spesifik menyebut Jawa yang dimaksud, namun sebagai referensi umum, buku ini patut untuk disimak.
Ada empat pokok bahasan yang ditulis di buku ini yakni; Siklus kehidupan manusia dan ritual tradisi Islami terhadapnya, ritual dan tradisi Islami terkait dengan kehamilan dan kelahiran masyarakat muslim Jawa, tradisi Islami terkait dengan perkawinan masyarakat muslim Jawa. Terakhir, prosesi kematian dalam tradisi Islami di Jawa. Di awal tulisan, diulas bagaimana pertautan antara Islam dan budaya lokal Jawa.
Dijelaskan bahwa syiar Islam pada prinsipnya selalu menyikapi tradisi lokal masyarakatnya, yang sebagian di antaranya dipadukan menjadi bagian dari tradisi Islami. Prinsip itu didasarkan atas suatu kaidah ushulliyah, yang berbunyi; “Menjaga nilai-nilai lama yang baik, sembari mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik.”
Islam sendiri menganut suatu fikih yakni pengakuan terhadap hukum adat. Hukum adat yang dimaksud adalah adat jama iyyah yakni suatu kebiasaan yang dilakukan sekelompok orang secara berulang-ulang. Namun jika masih dalam bentuk adat fardliyah atau kebiasaan yang dilakukan secara berulang tetapi oleh personal orang belum bisa dijadikan sumber penetapan hukum. Hal ini sekaligus juga menegaskan bahwa Islam cukup kooperatif dengan fenomena serta dinamika kebudayaan. Proses asimilasi antara budaya Jawa dengan budaya Islam kemudian menghasilkan apa yang disebut dengan istilah Ritual dan Tradisi Jawa Islami.
Ada banyak ritual Jawa yang dipaparkan dalam buku ini. Bahasa antropologis itu dijelaskan penulis melalui pendekatan tafsir agama. Di antaranya ia menjelaskan makna “sesaji” sebagai bentuk ekspresi ungkapan syukur dan pendekatan diri kepada Tuhan dengan harapan dijauhkan dari kekuatan-kekuatan negatif. Mengenai sarana yang digunakan dalam kebanyakan ritual misalnya kemenyan, menurut penulis, tak lain hanyalah bagian dari media.
Jika kemudian banyak Muslim yang menganggap kemenyan sebagai bagian dari ritual mistik adalah sesuatu yang wajar, mengingat juga sering digunakan untuk praktik-praktik musyrik. Pada dasarnya, pembakaran kemenyan dalam banyak ritual masyarakat Jawa merupakan usaha untuk mempermudah pencapaian khusyu (tahap hening) dan tadharru (mengosongkan diri), karena zat yang terkandung dalam kemenyan ketika dibakar, menghasilkan bau yang cukup merangsang sekaligus bersifat aromaterapis.
Ritual lainnya yakni, upacara Ngapati atau disebut juga Ngupati. Ritual 4 bulan masa kehamilan oleh masyarakat Jawa ini, ditandai dengan upacara pemberian makan yang salah satu menunya adalah ketupat. Agaknya ritual ini pun tak hanya terjadi di Indonesia, namun juga dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Muslim di Asia Tenggara. Dalam Islam, ritual Ngapati didasarkan atas hadits yang berbunyi; “Bahwa pada masa usia 120 hari dari kehamilan atau 4 bulan, maka Allah meniupkan roh kepada janin dalam kandungan. Sementara ruh ditiupkan, pada saat itu ditentukan juga rezeki dan ajalnya.”
Tiga bulan kemudian tepatnya di usia kandungan 7 bulan juga diadakan ritual yang oleh masyarakat Jawa disebut Mitoni atau Tingkepan. Dipilihnya bulan ke-7 masa kehamilan disebabkan karena bentuk bayi pada usia itu sudah sempurna. Bentuk upacaranya sama dengan Ngapati yakni berupa sedekahan dan penyampaian doa-doa agar bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
Banyak ritual Jawa lain yang dibahas secara Islami dalam buku setebal 500 halaman ini. Selain kaya dengan falsafah Jawa Islami, buku ini menarik karena mengurai fenomena dinamika keseharian masyarakat Jawa Islami. Bahkan buku ini tidak sekadar membahas ritual-ritual Jawa Islami, tetapi aspek yang lebih universal dalam pandangan Islam.
Sepertinya buku ini ditujukan sebagai bacaan sederhana, dimana kenyataan sehari-hari, terutama yang dilakoni masyarakat Jawa Muslim dijelaskan berdasarkan sumbernya, baik menurut pandangan adat maupun Kitab Suci Alquran.
Karenanya, membaca buku ini pada dasarnya, membaca tiga buku yang dirangkai menjadi satu, masing-masing Antropologi Jawa, Tafsir Alquran dan Pandangan Islam terhadap Kebudayaan Jawa. Pada kesimpulannya, buku ini turut memperpanjang barisan pemikiran-pemikiran Islam yang demokratis, inklusif-pluralis.
* Pengelola Renaisant Institute Tinggal di Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar