Bambang Soesatyo
Anggota Komisi III DPR RI
KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK)
menumbuhkan optimisme baru di bidang penegakan hukum, karena telah menjadikan
pisau hukum kembali terasa tajam. Namun, KPK tetap harus waspada karena akan
selalu ada predator yang berupaya menumpulkan pisau hukum.
Agar pisau hukum tidak tumpul lagi, proses
hukum beberapa kasus besar yang sedang dilaksanakan KPK harus dikawal oleh
seluruh elemen masyarakat. Penanganan beberapa kasus besar oleh KPKP sudah
mencatat progres yang cukup meyakinkan, walaupun belum final. Karena itu,
pengawalan oleh publik menjadi sangat penting untuk mempersempit ruang gerak
predator.
Pengawalan publik tidak dalam arti
mengintervensi kerja KPK. Publik hanya mengawasi, mengikuti dan ikut mewaspadai
berbagai kemungkinan yang ingin memperlemah KPK. Mengacu pada progres
penanganan kasus suap Wisma Atlet dan kasus Hambalang, publik memang bisa
berkesimpulan bahwa daya tahan KPK sudah cukup teruji. Ketangguhan KPK itu
layak diapresiasi. Kalau daya tahan KPK lemah, sudah pasti tidak ada progres
dalam penanganan dua kasus itu. Jangan lupa, dua kasus itu diduga melibatkan
sejumlah orang penting yang tidak jauh dari pusat kekuasaan. Sehingga, progres
sekecil apa pun sangat berarti, setidaknya bagi citra penegakan hukum di mata
rakyat.
Melanjutkan penanganan kasus suap Wisma Atlet
dan kasus Hambalang, KPK telah memeriksa istri seorang ketua umum partai
politik dan seorang anggota DPR yang juga petinggi partai berkuasa. Pemeriksaan
anggota DPR itu berujung pada penahanan. Inilah progres itu. Relatif sederhana,
namun bermakna sangat strategis. Progres ini secara tidak langsung menjawab
keragu-raguan masyarakat selama beberapa bulan terakhir ini. Masyarakat sempat
menilai KPK tidak akan bisa melangkah lebih jauh dalam menangani kedua kasus
itu.
Asumsi ini terus berkembang di ruang publik
sebagai konsekuensi dari isu keretakan di level pimpinan KPK. Sedangkan
masyarakat sudah terlanjur menjadikan kasus suap Wisma Atlet dan Kasus
Hambalang sebagai salah satu barometer untuk mengukur independensi dan keberanian
KPK dalam memberantas korupsi. Selain dua kasus itu, masyarakat menunggu dan
masih ingin melihat progres penanganan kasus Bank Century. Jika saja proses
hukum kasus suap Wisma Atlet dan kasus Hambalang terhenti pada Muhammad
Nazaruddin, pesimisme akan meluas karena rakyat akan melihat KPK tak
lebih dari macan ompong.
Namun, progres terbaru yang dimunculkan dari
proses hukum kasus suap Wisma Atlet maupun kasus Hambalang pada pekan terakhir
April 2012 memberi bukti bahwa KPK masih dan terus mengasah pisau hukum. Dalam
diam, KPK terus bekerja mengumpulkan bukti-bukti tindak pidana pada dua kasus
itu. Hasilnya memang cukup meyakinkan. Setelah sekian lama dirasakan tumpul,
pisau hukum di negara ini tiba-tiba dirasakan sangat tajam. Ketajamannya bahkan
bisa menorehkan luka psikologis bagi sejumlah orang yang sebelumnya terkesan
punya ‘imunitas’ atas hukum di negara hukum ini.
Dua-tiga hari setelah diumumkannya penahanan
anggota DPR itu, pujian terus mengalir untuk KPK. Rasanya, puja puji itu sudah
lebih dari cukup. Seluruh elemen masyarakat yang peduli pada penegakan harus
kembali pada posisi waspada. Sebab, sekali lagi, KPK sedang berurusan dengan
elemen-elemen yang tidak jauh dari pusat kekuasaan. Artinya, kemungkinan
munculnya upaya memperlemah KPK selalu terbuka. Pimpinan KPK pun harus
antisipatif.
Bisa dipastikan bahwa akan muncul perlawanan
terhadap KPK. Pihak-pihak yang merasa dirugikan atau terancam bisa saja
mengerahkan para predator untuk merusak proses hukum yang sedang berjalan.
Predator itu bisa saja dari luar, atau dari dalam KPK sendiri.
Bersikap Kritis
Ungkapan mafia hukum dan apa saja yang
dikerjakan mafia hukum sudah menjadi pengetahuan umum. Merekalah predator
proses hukum. Sejarah membuktikan bahwa kekuasaan pun memiliki tangan-tangan
kotor atau predator mengintervensi proses hukum. Inilah tantangan nyata agenda
penegakan hukum di negara.
Dalam konteks itu, kewaspadaan bersama untuk
mengawal kerja KPK menangani kasus suap Wisma Atlet dan Kasus Hambalang harus
diaktualisasikan dengan sikap kritis. Agar selalu terjaga dan bekerja keras,
KPK harus terus dihujani kritik membangun. Bahkan, manakala muncul indikasi
melemah karena diintervensi tangan-tangan kotor kekuasaan, siapa pun jangan
segan-segan mengecam KPK. Pengawasan oleh masyarakat akan menjadikan KPK
semakin kuat, independen dan berani dalam menjalankan tugasnya memberantas
korupsi dan menghindari tebang pilih penegakan hukum.
Tantangan KPK otomatis semakin berat dalam
menangani kasus suap Wisma Atlet dan Kasus Hambalang. Sebab, seperti juga KPK,
masyarakat pun sudah memiliki catatan yang tidak kalah lengkap mengenai dugaan
tindak pidana korupsi dalam dua kasus itu. Ditambah lagi, beberapa pihak
terlibat sudah mendapat vonis pengadilan.
Dari rangkaian persidangan kasus Wisma Atlet,
misalnya, baik terdakwa maupun sejumlah saksi sudah memberi gambaran sangat
jelas tentang sumber dana, dan juga perihal aliran dana, baik yang diterima
individu maupun kelompok. Juga dari persidangan kasus yang sama,
dimunculkan indikasi tentang praktik pencucian uang. Pihak-pihak yang
terlibat maupun diduga terlibat telah menjadikan sebuah unit usaha
sebagai sarana mengumpulkan uang jasa (fee) proyek, sebelum dibagikan
atau dialirkan ke pihak lain.
Dengan konstruksi kasus seperti itu, KPK bisa
sekaligus menggunakan UU Tipikor dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
untuk menjerat pihak-pihak yang terlibat. Bahkan, dengan menggunakan UU TPPU
sebagai pintu masuk, KPK bisa menelusuri ketidakwajaran sumber-sumber kekayaan
tersangka atau pihak-pihak yang sudah diduga menerima aliran dana dari kasus
Wisma Atlet maupun Hambalang.
Ingin ditegaskan di sini bahwa publik pun
memiliki catatan yang sangat detil tentang kasus ini. Dengan isi catatan
seperti itu, sudah barang tentu publik juga ingin melihat bagaimana KPK akan
mendakwa tersangka lain. Berarti, ujian berikutnya bagi KPK adalah kekuataan
dakwaan. Menahan tersangka baru memang sebuah kemajuan, tetapi jauh lebih
penting adalah apa yang akan didakwakan kepada tersangka itu.
Pada titik dakwaan itulah predator proses
hukum bisa masuk. Dan, kemungkinan inilah yang paling dikhawatirkan berbagai
kalangan. Sebab, kuat-lemah dakwaan-lah yang bisa menjerat atau meloloskan
(meringankan) seorang terdakwa di pengadilan. Fakta dan pengalaman membuktikan
bahwa rekayasa dakwaan untuk menguntungkan posisi terdakwa pun bisa terjadi di
KPK. Karena itu, Abraham Samad dan pimpinan KPK lainnya harus mewaspadai
kemungkinan itu. Sebab, pengalaman juga membuktikan bahwa tidak semua orang di
dalam institusi KPK satu visi.
Kalau boleh menyarankan, Abraham Samad
sebaiknya memberi perhatian khusus saat para jaksa KPK mulai merumuskan dakwaan
(pengenaan pasal). Jangan sampai KPK justru kecolongan pada tahapan yang
penting itu. Mengintervensi dakwaan jauh lebih mudah karena lolos dari
pengamatan publik. Cukup berbicara lewat telepon, isi dakwaan bisa diubah-ubah.
Sungguh, baik para ahli hukum maupun mereka yang awam, kini lebih tertarik
untuk menunggu bunyi dakwaan KPK.
Secara teknis, apa yang mestinya dikerjakan
KPK tidak terlalu sulit. Namun, faktor non-teknis-lah yang menjadi tantangan
paling berat. Intgegritas orang-orang KPK memang terus diuji, karena mereka
selalu dalam intaian predator. []
Sent from my BlackBerry® smartphone from
Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar