Jejak dan Derap Peradaban Islam
Penemuan Astronomi
Oleh: Nasaruddin Umar
Dunia Astronomi atau Ilmu Falak harus berterima kasih kepada dunia Islam. Peletak dasar-dasar astronomi modern yang kemudian berkembang pesat sesudahnya hingga saat ini berkat kegigihan ilmuan Islam, khususnya di dalam zaman pemerintahan Kerajaan Umaiyah dan Abbasiah. Nama-nama astronom terbesar di zaman Umaiyah antara lain Khalid bin Yazid Al-Amawi, yang juga dikenal dengan nama Hakim Ali Marwan (w.85H). Ia dianggap orang pertama yang menerjemahkan buku-buku termasuk buku-buku ilmu perbintangan pada pertengahan kurun ke-4 Hijrah.
Di zaman pemerintahan kerajaan Abbasiah, dikenal juga nama yang amat popular dalam bidang astronomi, yaitu Khalifah Abu Jaffar al-Mansur, khalifah pertama yang memberi perhatian kepada kajian astronomi. Ia menganggarkan biaya penelitian dalam bidang astronomi sangat besar. Ia menggunakan bagian dari istana sebagai laboratorium dan dikumpulkan para ilmuan astronomi untuk bekerja di dalamnya dengan upah yang besar. Ia mengangkat Naubakh sebagai pimpinan proyek ini. Mereka semua melakukan penelitian mendalam, termasuk mempelajari warisan ilmiah bidang yang sama yang pernah dikembangkan di Yunani, Parsi, dan India.
Perkembangan berikutnya semakin canggih lagi, terutama dengan tampilnya Mohammad Al-Fazari, sebagai orang Islam yang pertama yang menemukan astrolube (jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang). Buku karyanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin pada abad pertengahan oleh Johannes de Luna Hispakusis, yang kemudian dijadikan buku rujukan utama dalam bidang astrolabe di sejumlah universitas di Eropa. Selain karya Al-Fazari, masih ada sejumlah tokoh ilmuah astronomi dan karya-karyanyanya menghiasi perpustakaan universitas-universitas Eropa, ketika itu Amerika Serikat belum lahir. Di antara tokoh itu ialah Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa yang dikenal sebagai Phoenix pada zamannya (Zaman Abbasiyah).
Kota Baghdad sendiri telah didirikan sebuah
observatorium di zaman Al-Makmun. Di zaman Al-Makmun juga telah didirikan
sebuah observatorium yang digunakan untuk mengukur daya dan kekuatan cahaya
matahari. Semakin banyak lagi observatorium di dirikan di beberapa tempat
dengan spesifikasinya masing-masing, seperti observatorium di Bukit Gaisun di
Damaskus, untuk mengamati equinox, gerhana bintang berekor (comet) dan berbagai
fenomena langit lainnya. Kota Bangdad dan Damaskus tampil sebagai kota sains
yang belum pernah ada sebelumnya dalam sejarah kemanusiaan.
Puncak kejayaan astronomi di dalam dunia Islam
ditandai dengan tampilnya Al-Battani (w.930M/317H) yang mengembangkan
penelitian yang bukunya menjadi sangat tersohor di Eropa setelah diterjemahkan
oleh Nallino pada tahun 1903M. Karya Al-Battani inilah yang mengispirasi penemuan
jam dinding dan jam tangan seperti yang ada saat ini. Al-Battani juga yang
menemukan secara pasti setahun sama dengan 356 hari, 5 jam, 46 menit, dan 24
detik.
Di zaman kekuasaan Hulagu Khan, kerajaan Mongol,
tampil pula nama-nama besar dalam sejarah sains muslim, yaitu Nasiruddin
al-Tusi (abad ke tujuh) yang hidup di zaman Hulagu Khan, dan Al-Biruni
(362-442H) yang amat terkenal di zaman Sultan Mahmud al-Ghaznawi. Beliau telah
meninggalkan berbagai-bagai hasil karya yang antara al-Athar al-Baqiah yang
juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Inggeris oleh Dr.
Sachan. Di zaman Kerajaan Turki Saljuk telah muncul seorang sarjana Falak
terkenal iaitu Umar al-Khayyam, teman seperjuangan dan seprofesi Abdul Rahman
al-Hazimi yang juga amat masyhur dalam dunia astronomi. []
DETIK, 27 Mei 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar