Muktamar Ke-10 NU (2): Syiarkan NU Lewat Radio
Penyelenggaraan Muktamar ke-10 Nahdlatul Ulama (NU) di Kota Solo, pada tanggal 13-19 April 1935, selain membahas tentang hukum mendengarkan dan memiliki radio, juga untuk pertama kalinya kegiatan besar NU disiarkan secara langsung melalui corong radio.
Adanya siaran dari radion ini, tentu menjadi peluang berharga, untuk semakin
mengenalkan NU kepada khalayak luas. Di sisi lain, penggunaan alat radio pada
penyelenggaraan muktamar ini, menjadi pertanda bahwa ulama NU tidak bersifat
kaku terhadap perkembangan teknologi.
Setiap sore hari, yakni pukul 17.00 sampai dengan pukul 18.00, para peserta
muktamar mendapat kesempatan untuk berpidato dan diperdengarkan ke seluruh
penjuru dunia melalui radio S.R.V (Solossche Radio Vereniging) Mangkunegaran
dan Radio S.R.I (Siaran Radio Indonesia) milik Keraton Kasunanan.
Pada tahun 1935 tersebut atau di masa Kadipaten Praja Mangkunegaran dipimpin
oleh Kanjeng Gusti Mangkunegara VII, baru saja dibangun dan diresmikan sebuah
studio baru SRV di Kestalan. Studio ini, setelah Indonesia merdeka menjadi RRI
Surakarta.
Selama penyelenggaraan muktamar atau kongres, juga dilaksanakan beberapa rangkaian kegiatan yang tidak hanya diikuti para peserta muktamar, tetapi juga masyarakat sekitar. Seperti kegiatan shalat hajat secara berjamaah yang dilaksanakan selama dua kali, yakni di Masjid Mangkunegaran pada malam Kamis (14 Muharram) dan Masjid Agung Kasunanan pada malam Jumat (15 Muharram).
Usai shalat hajat kemudian dilanjutkan dengan acara Openbaar (pengajian umum).
Pada saat penyelenggaraan Openbaar yang pertama, yakni malam Kamis sekitar
pukul 23.00 malam, KH Hasyim Asy’ari beserta rombongan tiba di lokasi Kongres
(Mangkunegaran).
Kemudian pada Openbaar di hari kedua, bertempat di Masjid Agung Surakarta.
Kegiatan ini disiarkan pula oleh radio S.R.I (Siaran Radio Indonesia) milik Keraton
Kasunanan. Acara dibuka oleh KH Abdul Wahab yang naik ke atas mimbar dan dengan
diiringi bunyi meriam sebanyak tiga kali, maka secara resmi acara muktamar
telah dibuka.
Penyelenggaraan Muktamar ke-10 sebagaimana tercatat lengkap dalam buku
Poeteosan Congres Nahdlatoel Oelama ka-10 di Solo Soerakarta Tanggal 13-19
April 1935 yang diterbitkan oleh Hoofd-Bestuur Nahdlatoel Oelama’ (HBNO),
dihadiri 516 orang, dengan rincian: 140 ulama, 176 utusan bagian tanfidziyah,
dan 200 tamu pengiring.
Beberapa ulama besar dan tokoh yang hadir antara lain, Kiai Hasyim Asy’ari,
Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Abbas Cirebon, Kiai Asnawi
Kudus, Kiai Ridlwan Semarang, Kiai Zuhdi Pekalongan, Kiai Ma’shum Lasem, Kiai
Baidlowi Lasem, Kiai Solih Tayu, Kiai Manshur Batavia, Kiai Yasin Menes, Kiai
Abdurrahman Menes, Kiai Abdurrahman Pasuruan, Kiai Munawir Pekalongan, Kiai
Fakih, Kiai Husain Bandung, Kiai Hambali Kudus, Kiai Imam Yogya, dan Sayyid
Muhammad Palembang.
Kemudian ulama dari Solo dan sekitarnya antara lain Kiai Raden Adnan Hoofd
Penghulu Kasunanan Solo, Kanjeng Penghulu Kasunanan Solo, Katib Imam Solo,
Hoofd Penghulu Mangkunegaran Solo, Kiai Mas Dimyathi Solo, Kiai Masyhud, Kiai
Abu Amar, dan lain-lain. []
(Ajie Najmuddin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar