Rabu, 15 Juli 2020

Nasaruddin Umar: Jejak dan Derap Peradaban Islam: Ibn Haitsam sebagai Bapak Optik

Jejak dan Derap Peradaban Islam

Ibn Haitsam sebagai Bapak Optik

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Ibn Haitsam yang bernama lengkap Abu 'Ali al-Hasan ibn al-Haitsam al-Bashri al-Mishri, atau di Barat lebih dikenal dengan nama Alhazen, lahir di Bashrah tahun 965 dan wafat di Kairo pada tahun 1039. Ia mengembangkan karirnya sebagai ilmuan sejati dalam masa pemerintahan Al-Hakim Ibn Amir Abdullah dari Dinasti Fatimiyah. Namanya mulai dikenal ketika ia diundang ke Mesir, pusat kerajaan Fatimiyah, untuk memecahkan persoalan banjir di sungai Nil, walaupun pada akhirnya tidak berhasil memecahkan persoalan itu.

 

Namanya sangat tersohor sebagai penemu misteri Optik. Tidak heran jika kemudian ia digelar sebagai Bapak Optik. Nama besarnya diakui oleh Professor George Sarton dari Harvard University dalam buku monumentalnya 'A History of Science' menulis panjang lebar tentang peran ilmuan muslim di abad pertengahan yang sedemikian luar biasa. Termasuk yang dikagumi dalam buku itu ialah Ibn Haitsam, yang disebutnya sebagai The Greatest Muslim Physicist and One of The Greatest Students of Optics all Time.

 

Sebenarnya Ibn Haitsam keahliannya bukan hanya Optik tetapi juga matematika dan fisika. Ia disebut Bapak Optik karena berhasil memecahkan problem Optik dengan analogi matematik tingkat empat yang sampai sekarang masih diabadikan dengan Alhazen's Problem. Inti problem itu ialah sebuah kaca yang berbentuk silinder cekung bulat atau cembung bundar, dapat digunakan untuk mencari di mana letak sebuah benda. Dari kaca tersebut dapat diperoleh pantulan cahaya pada mata yang letaknya tertentu". Ibn Haitsam kemudian mengembangkan fungsi Optik yang ditemukannya untuk memecahkan berbagai problem lain. Termasuk ia mengubah telaah Optik yang sebelumnya didasarkan atas teori Euclide dan Ptolemeus menjadi sains yang betul-betul baru.

 

Ibn Haitsam juga mengevaluasi teori Euclides-Ptolemeus yang beranggapan bahwa benda terlihat karena mata memancarkan sinar kepada benda. Ia menegaskan dengan melalui berbagai eksperimen bahwa sinar cahaya bergerak mulai dari obyek dan berjalan menuju mata. Benda terlihat karena ia memantulkan sinar ke mata. Teorinya inilah kelak menjadi cikal bakal temuan rekayasa Optik yang hingga sekarang sudah sedemikian fantastic. Teori ini pun juga mempunyai andil di dalam penelaahan anatomi dan penyakit mata. (Lihat dalam Husain Heriyanto, Menggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, 2011).

 

Seperti ilmuan Islam lainnya, Ibn Haitsam juga menguasai ilmu-ilmu keagamaan seperti teologi, filsafat, dan ilmu fikih. Ia juga dilaporkan memiliki banyak karya tetapi yang sampai di tangan kita sekarang ialah Kitab al-Manazil (Book of Optics) yang terdiri atas tujuh jilid dan setiap jilidnya berisi rata-rata 1000 halaman. Buku ini menurut Charles merupakan buku sains modern pertama tentang Optik. Buku itu sudah diterjemahkan ke dalam bahasa latin pada abad ke 16 dengan judul Opticae Thesaurus. Dari buku inilah memengaruhi lahirnya karya-karya berikutnya. Menurut Will Durant (1952), tanpa buku Ibn Haitsam tidak mungkin ada Rogel Bacon dan Kepler. Bahkan ada yang menuding Roger Bacon yang terkenal sebagai nabinya ilmuan barat, yang popular dengan dengan buku Optics-nya, sesungguhnya hampir merupakan terjemahan sempurna dari karya Ibn Haitsam. Beberapa artikel ilmiah bahkan menghujat Roger Bacon sebagai seorang plagiator besar di zamannya.

 

Karya-karya lain Ibn Hatsam ialah Maqalah fi Hayat al-'Alam yang lebih focus kepada ilmu astronomi, Fi al-Maraya al-Mahriqah bi al-Dawair, Maqalah fi al-Dhaw' al-Qamar (Karya tentang Cahaya, Warna, Gerak, an Langit), Fi al-Maraya al-Muhriqah bi al-Quthu' (Karya tentang Cermin-cermin Parabolik), Fi Kaifyyah al-Adhlal, Fi Surah al-Kusuf adIstikhraj, dan Masalah 'Adadiyyah, yang diterjemahkan oleh E. Wiedemann dalam Bibliotheca Mathematika pada tahun 1909-1914. Buku lainnya tentang matematik ialah Maqa. Di antara seluruh bukunya yang menjadi lah fi Istikhraj Samt al-Qiblah yang
membahas tentang teorema cotangent. Tentu saja yang menjadi masterpiece-nya ialah Kitab al-Manazil (Book of Optics). []

 

DETIK, 01 Juni 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar