Hakikat, Tujuan, dan Keutamaan Takziah
Istilah takziah mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita. Setiap ada orang
yang meninggal, maka tetangga, kerabat, atau kolega si yang meninggal, baik
yang dekat maupun yang jauh, biasanya berdatangan untuk melayat. Itulah takziah
yang dikenal di masyarakat. Lantas benarkah takziah sekadar menengok orang yang
meninggal?
Kiranya perlu dijelaskan kembali bagaimana hakikat takziah, bagaimana pula tujuan, dan keutamaannya. Jika tidak, takziah hanya akan menjadi tradisi masyarakat yang sepi dari nilai-nilai islami dan tujuan sesungguhnya. Bahkan boleh jadi, takziah sekadar ingin mendapatkan bingkisan dari keluarga si mayit (orang meninggal dunia), sehingga walau orang yang bertakziah terlihat datang untuk mengucap bela sungkawa, namun di balik itu justru memberatkan shahibul musibah.
Secara bahasa takziah berarti menghibur, menyatakan bela sungkawa, menyampaikan duka cita, dan menyabarkan keluarga orang yang meninggal. (Lihat: Ahmad Warson al-Munawwir, Al-Munawwir, [Yogyakarta: Pustaka Progresif], 2002, hal. 928).
Kaitan dengan takziah, Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar ab-Nawawiyyah juga mendefinisikan:
واعلم أن التعزية هي التصبير، وذكر ما يسلّي صاحب الميت، ويخفّف حزنه، ويهوّن مصيبته، وهي مستحبة، فإنها مشتملة على الأمر بالمعروف، والنهي عن المنكر، وهي داخلة أيضاً في قول الله تعالى: (وَتَعاونُوا على البِرّ والتَّقْوَى)، وهذا أحسن ما يُستدلّ به في التعزية.
Artinya: “Ketahuilah, takziah hakikatnya adalah tashabbur (mengajak sabar), menyampaikan hal-hal yang dapat menghibur keluarga orang meninggal, meringankan kesedihannya, dan memudahkan urusan musibahnya. Hukum takziah sendiri adalah sunnah. Ia mercakup urusan amar makruf dan nahi. Ia juga termasuk ke dalam firman Allah, Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, (QS. Al-Maidah [al-Maidah [5]: 2). Ayat ini merupakan dalil paling kuat dalam urusan takziah” (Lihat: Imam an-Nawawi, al-Adzkar ab-Nawawiyyah, Daru Ihya Ihya, hal. 121).
Dari definisi an-Nawawi di atas dapat ditarik beberapa poin sekaligus tujuan dari takziah. Pertama, hukum takziah adalah sunnah alias dianjurkan. Hukum ini tentu harus dibedakan dengan mengurus jenazah yang hukumnya fardhu kifayah. Artinya, walau jenazah sudah ada yang mengurus, takziah tetap disunnahkan. Dasarnya adalah saling menolong antar sesama muslim dalam kebaikan dan ketakwaan, sebagaimana firman berikut:
وَتَعاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوى وَلا تَعاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوانِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran, (QS. Al-Maidah [al-Maidah [5]: 2).
Tolong-menolong, termasuk takziah, juga didasari oleh hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
وَاللهُ فِي عَوْنِ العَبْدِ ما كانَ العَبْدُ في عَوْن أخيه
Artinya: Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya, (HR. Abu Dawud).
Kedua, takziah bukan sekadar menengok atau melayat orang yang meninggal, melainkan juga mendorong keluarga yang ditinggalkan untuk bersabar, berteguh hati, dan menerima musibah kematian orang terdekatnya.
Ketiga, takziah bertujuan untuk menghibur dan membesarkan hati keluarga si mayit.
Keempat, takziah diharapkan mampu mengurangi kesedihan dan meringankan musibah keluarga yang ditinggalkan. Adapun cara mengurangi kesedihan dan meringankan musibah tentu bermacam-macam, mulai membantu mengurus jenazah, menyiapkan keperluannya, hingga memberikan bantuan materi. Sebab kebutuhan materi dalam pengurusan jenazah, terutama di zaman sekarang ini, tak lagi dapat dikesampingkan.
Kelima, takziah juga mencakup amar makruf dan nahi. Sementara amar makruf-nahi didasari oleh ayat, Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung, (QS. Ali ‘Imran [3]: 104). Atas dasar itu, takziah hendaknya tidak mengabaikan dua hal tersebut. Sehingga, perbuatan yang dianggap tidak pantas, bahkan mungkar tak semestinya ada pada saat bertakziah.
Keenam, takziah juga bertujuan untuk mendoakan dan memohon ampunan bagi si mayit. Sebagaimana diketahui, terdapat sejumlah riwayat yang memuat tentang doa-doa khusus bagi mayit, baik yang dibaca dalam shalat jenazah maupun di luar shalat jenazah. Contohnya seperti doa allahummaghfir lahu warhamhu ...
Adapun keutamaan bertakziah dapat kita lihat dalam beberapa hadits Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, antara lain hadis yang diriwayatkan Abdullah ibn Mas‘ud berikut:
مَنْ عَزَّى مُصَاباً فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ
Artinya: “Siapa saja yang bertakziah kepada orang yang terkena musibah, maka dia akan mendapat pahala seperti orang yang mendapat musibah tersebut,” (HR. at-Tirmidzi dan al-Baihaqi).
Kata Abu Barzah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:
مَنْ عَزَّى ثَكْلَى كُسِيَ بُرْداً في الجَنَّةِ
Artinya: Siapa saja yang bertakziah kepada orang yang kehilangan putranya, maka dia akan diberikan pakaian keagungan di surga,” (HR. at-Tirmidzi).
Dalam riwayat ‘Abdullah ibn ‘Umar, disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mendapati putrinya Siti Fathimah radhiyallahu anha keluar rumah, lantas ditanya, “Wahai Fathimah, apa yang membuatmu keluar rumah?” Siti Fathimah menjawab, “Aku mendatangi keluarga si mayit ini, kemudian memohonkan rahmat untuk mayit mereka, sekaligus menghibur mereka.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasai).
Berdasarkan hadits ini, juga dapat ditarik kesimpulan bahwa kaum perempuan juga diperbolehkan bertakziah selama mampu menjaga batasan sehingga terhindar dari fitnah dan dosa-dosa yang lain. Sementara ‘Amr ibn Hazm meriwayatkan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ما مِنْ مُؤْمِنٍ يُعَزِّي أخاهُ بِمُصِيْبَتِهِ إِلاَّ كَساهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ حُلَلِ الكَرَامَةِ يَوْمَ القِيامَةِ
Artinya: Tidaklah seorang mukmin bertakziah sudaranya yang ditimpa musibah kecuali Allah akan mengenakan pakaian kemuliaan pada hari Kiamat. (Ibnu Majah dan al-Baihaqi).
Dari ulasan di atas dapat ditarik beberapa catatan bahwa takziah hukumnya sunnah, termasuk bagi kaum perempuan selama bisa menjaga batasan dan tidak mengundang fitnah. Tujuan takziah adalah mengibur, mengajak sabar, membesarkan hati, dan meringankan besan kesedihan orang yang ditimpa musibah, baik ditimpa musibah kematian maupun musibah yang lain. Keutamaan takziah pun sangat besar, sebagaimana dalam sejumlah hadits di atas. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar