14 Golongan Hamba yang Doanya Mustajab
Kita tentu menginginkan doa yang mustajab atau cepat terkabul. Namun,
seringkali kita tidak tahu bahwa doa seperti apa yang mustajab. Atau kita tidak
tahu bahwa kita termasuk hamba yang akan cepat terkabul doanya bila mau berdoa.
Karena itu, selayaknya kita tahu siapa saja golongan hamba yang mustajab atau
cepat terkabul doanya. Boleh jadi kita sedang termasuk ke dalam golongan
tersebut, sehingga bisa memanfaatkan kesempatan yang ada. Berikut adalah
beberapa golongan yang mustajab berdasarkan informasi yang Al-Qur’an dan
hadits.
Pertama, hamba yang terzalimi. Disebutkan, saat mengutus Mu‘adz ke Yaman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpesan:
وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّهَا لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ حِجَابٌ
Artinya, “Takutlah terhadap doa orang yang terzalimi. Sebab, di antara doanya dengan Allah tidak ada penghalang,” (HR. Ahmad).
Dalam riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan, walaupun orang yang terzalimi tersebut seorang yang ahli maksiat. “Doa orang terzalimi itu mustajab, mesipun ia seorang ahli maksiat. Sebab, kemaksiatannya untuk dirinya.” Bahkan, dalam riwayat Ahmad dari Anas disebutkan, walaupun orang yang terzalimi itu seorang non-Muslim.
Kedua, orang tua kepada anaknya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang diterima Abu Hurairah:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ
Artinya, “Tiga doa yang mustajab, tak diragukan lagi di dalam ketiganya, (salah satunya) yakni doa orang tua kepada anaknya,” (HR. Ahmad).
Terlebih hadits lain yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi menyatakan, “Ridha Allah bersama ridha orang tua.
Dan murka-Nya bersama ridha orang tua.”
Ketiga, orang yang sedang berpuasa. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dari Abu Hurairah. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
الصَّائِمُ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُ
Artinya, “Orang yang berpuasa itu tidak ditolak doanya.” Riwayat lain menyebutkan, “Tiga doa yang tidak ditolak, (salah satunya) orang yang berpuasa hingga berbuka.”
Keempat, musafir atau orang yang sedang menempuh perjalanan jauh. Abu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لَا شَكَّ فِيهِنَّ: دَعْوَةُ الْمُسَافِرِ
Artinya, “Tiga doa yang mustajab, tak diragukan lagi di dalam ketiganya, (salah satunya) yakni doa musafir,” (HR. Ahmad).
Kelima, orang yang sedang mengalami kesulitan. Hal ini berdasarkan ayat Al-Qur’an:
أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ
Artinya, “Siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya,” (QS. An-Naml [27]: 62).
Keenam, seorang Muslim yang mendoakan saudaranya di belakangnya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim dari Abu Ad-Darda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan:
مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ، إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ: وَلَكَ بِمِثْلٍ
Artinya, “Tidaklah seorang hamba Muslim mendoakan saudaranya yang ada di belakangnya kecuali malaikat berkata, ‘Engkau berhak mendapat seperti apa yang kau pinta.’”
Maksud “di belakangnya” menunjukkan ketulusan dan kejernihan niat orang yang mendoakan kepada orang yang didoakan. Terlebih, dalam riwayat lain disebutkan, “Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya yang Muslim.”
Ketujuh, anak yang saleh dan berbakti kepada kedua orang tuanya. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Malik dari Abu Hurairah. Dalam riwayat tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
Artinya, “Ketika anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.”
Informasi ini dikuatkan oleh riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ لَهُ الدَّرَجَةُ فِي الْجَنَّةِ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ؟ فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ
Artinya, “Sesungguhnya ada seorang hamba yang diangkat derajatnya di surga. Hamba itu bertanya, ‘Karena apa yang aku peroleh ini?’ Dijawabnya, ‘Itu berkat istigfar anakmu untukmu.’”
Kedelapan, orang yang tidur dalam keadaan suci dan berdzikir mengingat Allah, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Mu ‘adz ibn Jabal. Disampaikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَبِيتُ عَلَى ذِكْرِ اللهِ طَاهِرًا، فَيَتَعَارَّ مِنَ اللَّيْلِ فَيَسْأَلُ اللهَ خَيْرًا مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
Artinya, “Tidaklah seorang Muslim tidur dalam keadaan berdzikir dan suci, kemudian terbangun di waktu malam dan memohon kebaikan dunia dan akhirat, kecuali Allah akan mengabulkan permintaannya.”
Makbulnya doa orang yang bangun tidur juga disebutkan dalam hadits riwayat Ahmad dan ‘Ubadah ibn Shamit. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa siapa saja yang terbangun malam, lalu membaca:
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ، وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ. سُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ
(Tiada tuhan selain Dia semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, Dzat yang maha memiliki kerajaan, Dzat yang maha memiliki segala pujian. Dan Dia adalah Dzat yang maha kuasa atas segala sesuatu. Maha suci Allah. Segala puji milik Allah. Allah maha besar. Tidak daya dan kekuatan selain karena pertolongan-Nya.)
Kemudian mengucap:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
(Ya Allah, ampunilah aku).
Atau berdoa, maka dikabulkan doanya. Kemudian jika ia berniat untuk wudlu dan menunaikan shalat, maka shalatnya akan diterima.”
Kesembilan, orang yang berdoa dengan doa Dzun Nun (Nabi Yunus). Demikian berdasarkan hadits riwayat At-Tirmidzi dari Abu Sa‘d ibn Abi Waqash. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan, doa Dzun Nun ketika berdoa dalam perut ikan adalah:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ
(Tiada tuhan selain Engkau. Mahasuci Engkau. Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim)
Tidaklah seorang laki-laki Muslim berdoa sesuatu dengan doa tersebut kecuali Allah akan memperkenannya.
Kesepuluh, orang yang sedang berperang atau berjuang di jalan Allah, sebagaimana hadits riwayat Ibnu Majah dari Ibnu ‘Umar. Disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللهِ، وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ، وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ، فَأَجَابُوهُ، وَسَأَلُوهُ، فَأَعْطَاهُمْ
Artinya, “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang sedang ibadah haji, dan orang yang sedang berumrah adalah utusan Allah. Allah memanggil mereka, kemudian mereka memenuhi panggilan itu. Sehingga jika mereka memohon kepada Allah, maka Allah akan memberinya.”
Kesebelas, orang yang sedang menunaikan haji dan umrah, berdasarkan hadits pada point kesebelas.
الْغَازِي فِي سَبِيلِ اللهِ، وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ، وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ، فَأَجَابُوهُ، وَسَأَلُوهُ، فَأَعْطَاهُمْ
Artinya, “Orang yang berperang di jalan Allah, orang yang sedang ibadah haji, dan orang yang sedang berumrah adalah utusan Allah. Allah memanggil mereka, kemudian mereka memenuhi panggilan itu. Sehingga jika mereka memohon kepada Allah, maka Allah akan memberinya.”
Keduabelas, pemimpin yang adil, sebagaimana hadits dalam Musnad Ihaq dari Abu Hurairah, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَالْإِمَامُ الْمُقْسِطُ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُ
Artinya, “Pemimpin yang adil itu tidak ditolak doanya.”
Ketigabelas, orang yang banyak mengingat Allah, sebagaimana hadits berikut.
ثَلَاثَةٌ لَا يَرُدُّ اللهُ دُعَاءَهُمُ: الذَّاكِرُ اللهَ كَثِيرًا
Artinya, “Tiga golongan yang tidak ditolak Allah doanya, (salah satunya) orang yang banyak mengingat Allah,” (HR al-Baihaqi).
Keempatbelas, orang yang dicintai dan diridhai Allah. Ini berdasarkan hadits dari Abu Hurairah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan bahwa Allah berfirman:
مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُ عَلَيْهِ، وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
Artinya, “Siapa yang menentang seorang wali-Ku, maka Aku menyatakan perang kepadanya. Dan tidaklah seorang hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan sesuatu yang Aku cintai dari apa yang telah aku fardlukan kepadanya dan tidaklah ia senantiasa mendekat kepada-Ku dengan ibadah sunah kecuali Aku akan mencintainya. Ketika Aku telah mencintainya, maka Aku akan menjadi pendengaran yang ia pergunakan untuk mendengar, Aku akan menjadi penglihatan yang ia pergunakan untuk melihat, Aku akan menjadi tangan yang menjadi kekuatannya, Aku akan menjadi kaki yang ia pakai untuk berjalan. Jika ia meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Jika ia berlindung, Aku akan melindunginya.” Demikian sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari. (Lihat: Syekh Khalid ibn Sulaiman, Min ‘Aja’ib Ad-Du‘a [Riyadh: Darul Qasim], jilid 1, hal. 29). []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar