Menyongsong Harapan di Ujung Pandemi
Oleh: Bambang Soesatyo
Indonesia memiliki momentum penguatan ekonomi, menyusul naiknya peringkat pendapatan per kapita. Agar momentum itu tidak sia-sia, sinergi masyarakat dan pemerintah memutus rantai penularan COVID-19 harus terus diperkuat.
Upaya pemulihan pada semua aspek kehidupan, utamanya aspek perekonomian, benar-benar sangat bergantung pada kesadaran, kemauan dan semangat semua elemen masyarakat memutus rantai penularan COVID-19 dengan mematuhi protokol kesehatan. Sebab, tak ada kekuatan besar atau teknologi canggih kekinian yang mampu mengakhiri pandemi ini, kecuali kehendak dan kesadaran semua orang memaksimalkan akal budinya menghindari penularan.
Sepanjang Juni-Juli 2020, terjadi lonjakan kasus
penularan COVID-19 yang sangat signifikan. Semua orang prihatin, karena upaya
pemulihan menjadi semakin sulit. Lonjakan kasus penularan COVID-19 terjadi
karena masih ada elemen masyarakat yang tidak peduli dengan pentingnya mematuhi
dan menerapkan protokol kesehatan. Lonjakan signifikan kasus COVID-19 sepanjang
Juni-Juli 2020 seharusnya makin menyadarkan masyarakat di semua daerah untuk
melindungi dirinya masing-masing dengan menerapkan protokol kesehatan.
Pemerintah daerah pun didorong untuk semakin tegas mengawal penerapan protokol kesehatan. Jika lonjakan kasus penularan tidak segera dikendalikan, kinerja perekonomian di setiap wilayah akan semakin melemah. Ketika motor penggerak ekonomi tidak bisa bekerja, masyarakat yang paling merasakan ekses atau akibatnya.
Semua orang harus disadarkan bahwa mesin perekonomian hanya bisa bekerja lagi jika jumlah kasus penularan COVID-19 bisa ditekan hingga ke level terendah. Hanya itu modal bersama untuk menghindari ancaman resesi ekonomi.
Perekonomian nasional Kuartal II 2020 diprediksi
tumbuh negatif 3,8 persen. Pertumbuhan negatif bisa berlanjut ke
periode-periode berikutnya jika tidak ada progres dari upaya bersama memutus
rantai penularan COVID-19. Padahal, dari sisi perekonomian, Indonesia memiliki
momentum yang baik bagi upaya penguatan ekonomi. Momentum ini hendaknya tidak
disia-siakan begitu saja. Karena itu, masyarakat di semua daerah, bersama
pemerintah daerah masing-masing, harus lebih bersungguh-sungguh memerangi
pandemi COVID-19.
Ada harapan besar menanti jika Indonesia mampu
mengendalikan pandemi sekarang ini. Sejumlah indikator ekonomi terkini
menunjukan harapan-harapan besar itu. Indikator-indikator itu bukan rekayasa
para ekonom negara, melainkan terbentuk oleh persepsi dan mekanisme pasar yang
kemudian menjadi informasi.
Keterbukaan informasi membuat setiap komunitas, termasuk masyarakat Indonesia, sulit mengelak dari hujan informasi itu, baik informasi positif, negatif, maupun hoaks. Di tengah pandemi COVID-19 yang berkepanjangan serta rasa takut akan resesi, ragam informasi positif tentang perekonomian nasional terus membanjiri ruang publik.
Indikator terbaru tentang Indonesia adalah penilaian
dari Bank Dunia. Awal Juli 2020, Bank Dunia mengumumkan bahwa pendapatan
nasional bruto atau GNI (gross national income) per kapita Indonesia naik, dari
posisi sebelumnya $3.840 menjadi $4.050.Konsekuensinya, Indonesia dikategorikan
negara berpenghasilan menengah atas (upper middle income country), dari
sebelumnya negara berpenghasilan menengah bawah (lower middle income country).
Penilaian tersebut dapat diprediksi. Jika mengacu pada kekuatan konsumsi dalam negeri sebagaimana dilaporkan Badan Pusat Statistis (BPS), pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2019 lebih didorong oleh faktor konsumsi dalam negeri, saat kontribusi faktor ekspor dan investasi tidak signifikan.
Tentu saja kenaikan peringkat GNI Indonesia itu
adalah hitungan rata-rata. Dia tidak otomatis menghilangkan kesenjangan atau
ketimpangan pendapatan masyarakat, dan wajar juga jika masyarakat yang awam
mempertanyakan soal manfaat langsung perubahan statusnya menjadi individu yang
berpenghasilan menengah atas. Memang, dalam situasi pandemi seperti sekarang,
penilaian Bank Dunia itu belum merubah apapun. Apalagi, banyak orang kehilangan
pekerjaan dan kehilangan sumber penghasilan, karena pabrik tidak beroperasi dan
banyak proyek harus dihentikan untuk sementara. Banyak perusahaan tak bisa
menghindar dari langkah Pemutusan hubungan kerja (PHK).
Manfaat dari kenaikan peringkat GNI itu tergantung
pada dampak yang ditimbulkannya, yakni peningkatan daya tarik Indonesia sebagai
tujuan investasi. Dengan pendapatan individu yang naik melahirkan asumsi bahwa konsumsi
masyarakat Indonesia pun semakin kuat. Dari situ akan terbentuk persepsi
tentang Indonesia sebagai pasar yang potensial untuk aneka ragam produk.
Persepsi yang demikian akan menarik investasi baru ke dalam negeri.
Dengan mengumumkan kenaikan peringkat GNI itu, Bank Dunia secara tidak langsung telah mempromosikan Indonesia dan promosi ini pastinya disimak komunitas investor.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana pemerintah
merumuskan formula kebijakan yang dapat menumbuhkan minat para pemodal asing
untuk berbisnis di Indonesia. Jika Indonesia mampu menarik banyak investasi
baru, akan tersedia banyak lapangan kerja. Sayangnya, informasi kenaikan
peringkat GNI itu diumumkan ketika komunitas investor di seluruh dunia masih
harus menahan diri akibat pandemi COVID-19. Namun, untuk memperkuat persepsi
komunitas investor itu, persiapan terbaik yang bisa dilakukan bersama adalah
menjaga citra negara, terutama kemampuan mengendalikan dan memutus rantai
penularan COVID-19.
Persepsi positif tentang perekonomian Indonesia sudah
terbentuk sejak Mei 2020 ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS
terapresiasi secara berkelanjutan. Dampak dari penguatan rupiah itu adalah
masuknya modal asing ke pasar uang dalam negeri. Kecenderungan ini diperkuat
dengan pernyataan seorang Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) tentang indikator
awal yang memperlihatkan Indonesia tidak akan jatuh ke lubang resesi dalam
waktu dekat. Meski per kuartal II ekonomi tumbuh negatif, Indonesia
diperkirakan mampu menghindar dari situasi terburuk. Indikatornya, antara lain
adalah membaiknya indeks volatilitas yang mengukur ketidakpastian
(uncertainty), faktor China yang mulai memulihkan kegiatan ekspor-impor,
kenaikan aktivitas bongkar muat kapal impor di pelabuhan, hingga inflasi yang
terkendali.
Kinerja perekonomian Indonesia memang sedang melemah,
tetapi ada momentum penguatan dan harapan besar saat pandemi COVID-19 berakhir.
Agar momentum itu tidak sia-sia, biasakan menerapkan protokol kesehatan. []
DETIK, 10 Juli 2020
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar