Mengakhiri Ketidakberdayaan Akibat Perangkap Covid-19
Oleh: Bambang Soesatyo
DURASI pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dengan
segala eksesnya menjadi bukti ketidakberdayaan komunitas global.
Ketidakberdayaan itu semakin nyata ketika komunitas global mencapai kesepakatan
tak tertulis untuk mematikan sementara semua motor penggerak ekonomi. Maka,
resesi ekonomi 2020 pun menjadi konsekuensi logis yang harus diterima apa
adanya.
Virus Corona atau severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2) nyata-nyata telah menjadi perangkap bagi semua
orang. Dan oleh perangkap itu, manusia era modern sekarang nyaris dibuat tidak
berdaya.
Ketidakberdayaan itu tercermin dari ketiadaan langkah
atau kebijakan antisipatif, ketidakmampuan mengendalikan atau melokalisir wabah
ini, kegagalan menghentikan proses penularan, hingga keterpaksaan memilih jalan
pintas sarat risiko untuk menyelamatkan semua orang. Hanya dalam hitungan bulan
dan tanpa bisa dicegah, virus ini dengan cepat menyebar ke seluruh dunia.
Sisi lain ketidakberdayaan itu terlihat pada
ketiadaan vaksin. Ketidakberdayaan ini menyebabkan para ahli medis mencari
jalan pintas dengan rekomendasi membatasi aktivitas manusia, mulai dari
rekomendasi penguncian (lockdown), pembatasan sosial hingga karantina mandiri
atau bekerja dan belajar dari rumah saja. Karena ketidakberdayaan manusia pula,
rekomendasi sarat risiko itu harus diterima dan dilaksanakan. Tak ada
alternatif lain.
Dengan proses penularan yang mudah, Virus Corona
menyerang sistem pernapasan. Semua orang mengenal penyakit ini dengan sebutan
Covid-19 (Corona Virus Disease 2019). Bisa menginfeksi siapa saja dari semua
usia; dari kelompok lanjut usia, dewasa, remaja hingga anak-anak serta bayi,
bahkan juga ibu hamil dan ibu menyusui. Karena belum ada vaksin-nya, gangguan
pada sistem pernapasan akibat virus ini bisa menyebabkan kematian.
Hingga Selasa (30/6/2020), Data Worldometers
melaporkan, total pasien Covid-19 di dunia mencapai 10.402.897. Jumlah kematian
tercatat 507.523 kasus. Data tentang pasien yang sembuh cukup menggembirakan
dan memberi harapan. Dari total yang terinfeksi, 5.659.387 pasien dinyatakan
pulih.
Di Indonesia pun jumlah pasien Covid-19 terus
bertambah. Laju percepatannya yang tampak signifikan membuat semua kalangan
prihatin. Karena terdeteksi 1.293 kasus baru per Selasa 30 Juni 2020, total
pasien Covid-19 di dalam negeri menjadi 56.385 kasus; jumlah kematian 2.876,
dan jumlah pasien sembuh 24.806.
Kendati pertambahan jumlah pasien signifikan,
masyarakat diharapkan tetap optimis. Kesigapan sejumlah pemerintah daerah dalam
upaya memutus rantai penularan Covid-19 diharapkan dapat segera mengurangi
jumlah pasien baru.
Semakin jelas bahwa data global maupun data di dalam
negeri tentang perkembangan pandemi Covid-19 itu menunjukan ketidakberdayaan
manusia melawan virus Corona. Alih-alih menghentikan laju penularannya, bahkan
tak ada satu pun kekuatan atau teknologi kekinian yang mampu mengendalikan
wabah ini.
Jangankan mereka yang awam, para ahli medis dan ahli
farmasi sekalipun nyaris tak berdaya. Akibatnya, sebagaimana sudah diketahui
bersama, semua orang setiap harinya hanya bisa menyimak jumlah pertambahan
kasus baru, jumlah pasien yang sembuh dan jumlah kematian. Amerika Serikat
(AS), negeri adi daya dengan penguasaan teknologi kekinian yang mumpuni, bahkan
menjadi negara yang tampak paling dan sangat lemah sepanjang durasi pandemi
Covid-19 sekarang.
Bersama Brasil, AS tercatat sebagai negara dengan jumlah kasus paling banyak,
dengan rata-rata pertambahan kasus baru lebih dari 35.000 per hari. Hingga
Senin (29/6), worldometers.info
menyebutkan total kasus Covid-19 di AS sudah mencapai jumlah 2.637.077 pasien,
dengan total kematian 128.437.
AS tidak berdaya karena gagal fokus, tidak
antisipatif dan gagal menahan laju percepatan penularan. Seorang anggota gugus
tugas penanganan Virus Corona di AS bahkan membuat perkiraan bahwa pertambahan
kasus baru per hari bisa mencapai angka 100.000 dalam jangka dekat, jika tidak
segera dilakukan koreksi kebijakan. Uni Eropa pun sudah menetapkan larangan
bagi turis asal AS masuk wilayahnya.
Andalkan Akal Budi
Akibat ketidakberdayaan melawan virus Corona, para
ahli mencari jalan pintas. Keluarlah rekomendasi penguncian, pembatasan sosial
hingga karantina mandiri. Hanya itu alternatif yang tersedia. Dan, sebagaimana
telah dipahami bersama, penguncian atau pembatasan sosial yang telah
dilaksanakan sejak beberapa bulan lalu itu menyebabkan hampir semua motor
penggerak ekonomi dimatikan.
Jalan pintas ini harus diambil karena komunitas
global bersepakat untuk lebih memrioritaskan keselamatan dan kesehatan semua
orang. Ketika kesepakatan tak tertulis ini dipraktikkan, semua orang tahu akan
risiko teramat besar yang harus ditanggung bersama, yakni memburuknya kinerja
perekonomian dunia.
Artinya, demi keselamatan semua orang, para perumus
kebijakan di banyak negara dengan kesadaran penuh telah mengambil keputusan
pahit yang menyebabkan perekonomian global terjerumus ke jurang resesi. Pandemi
Covid-19 nyata-nyata memerangkap semua orang.
Baru-baru ini, Dana Moneter Internasional (IMF)
membarui proyeksinya tentang pertumbuhan ekonomi dunia. IMF menghitung bahwa
perekonomian global tahun ini terkontraksi atau tumbuh negatif 4,9%. IMF juga
memperkirakan kerugian skala global akibat pandemi virus corona mencapai 12
triliun dolar AS atau sekitar Rp168.000 triliun.
Perkiraan kerugian sebesar itu disebabkan
perekonomian 95 persen negara di planet ini tumbuh negatif. Sebelumnya, atau
pada April 2020, lembaga multilateral ini menyajikan perkiraan bahwa ekonomi
dunia akan terkontraksi 3%.
Sedangkan Bank dunia juga telah menyajikan proyeksi pertumbuhan
ekonomi global tahun ini minus 5,2%. Tentang prospek Indonesia, gambarannya
sudah dipaparkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Setelah masih bisa tumbuh
positif di kuartal pertama, pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal II 2020
bisa minus 3,1 persen.
Proyeksi para ahli itu menghadirkan gambaran wajah
dunia yang serba suram, dan tentu saja menakutkan bagi banyak orang. Apalagi
sudah dimunculkan perkiraan tentang lonjakan jumlah warga miskin.
Dinamika kehidupan bersama tidak akan pernah bisa ideal
lagi jika semua komunitas terus membiarkan ketidakberdayaan sekarang ini.
Bukankah WHO sudah memastikan bahwa Virus Corona masih akan ada dalam kehidupan
manusia untuk jangka waktu yang belum bisa dihitung. Itu berarti kehidupan
semua orang di hari-hari mendatang akan selalu berdampingan dengan virus ini.
Maka, sebagai makhluk berakal budi, semua orang harus
berusaha keluar dari cengkeraman perangkap pandemi Covid-19. Memang, pemulihan
dalam skala global tidak akan mudah atau memakan waktu lama, karena dunia masih
dibayangi gelombang kedua penularan Covid-19. Namun, inisiatif baru harus
diambil dan dipraktikan untuk merawat dan melanjutkan kehidupan bersama.
Pilihan yang tersedia adalah new normal atau pola
hidup baru dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan konsisten. Semua
elemen masyarakat harus mengambil pilihan ini dan mempraktikannya untuk
mengakhiri ketidakberdayaan akibat perangkap pandemi Covid-19 sekarang ini. []
SINDONEWS, 06 Juli 2020
Bambang Soesatyo | Ketua MPR RI/ Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar