Kamis, 23 Juli 2020

(Ngaji of the Day) Pendekatan Makna Taklif Versi Ahlussunnah dalam Surat Al-Anfal

Pendekatan Makna Taklif Versi Ahlussunnah dalam Surat Al-Anfal


Dalam satu ayat ini --saja--,

 

وما رميت --أي خلقا-- إذ رميت --أي كسبا-- ولكن الله رمى --أي خلقا

 

"Dan engkau --wahai Muhammad-- tidak lah mampu menciptakan perbuatan melempar pada saat engkau melempar (melakukan perbuatan melempar). Akan tetapi Allah lah yang menciptakan engkau mampu melempar."

 

Cukup menjadi bukti bahwa Ahlussunnah wal Jamaah adalah satu-satunya golongan yang selamat. Yang memahami Al-Qur’an sebagai mana mestinya, secara benar dan purna.

 

Para ulama Ahlussunnah menyebutkan,

 

النفي هو نفي باعتبار والإثبات هو إثبات باعتبار ءاخر النفي والإثبات لا يجتمعان باعتبار واحد

 

Nafi (negasi) harus ditempatkan sebagai nafi sesuai dengan porsi kedudukannya. Sebagaimana Nabi yang berstatus hanya sebagai makhluk; bukan pencipta/khaliq, tidaklah mampu menciptakan perbuatan apapun. Menciptakan yang merupakan perbuatan Allah harus dinafikan dari siapapun --termasuk Nabi--(وما رميت).

 

Sedangkan perbuatan Nabi berupa melempar yang merupakan bagian dari pekerjaan makhluk (كسب ) juga wajib kita tetapkan (itsbat) sebagaimana Al-Qur’an juga menetapkan (إذ رميت ). Dan di sinilah letak taklif.

 

Karenanya, atas anugerah Allah, Nabi mendapatkan pahala atas semua kebaikan yang dilakukannya karena ada kasb atau ikhtiar yang beliau lakukan.

 

Nafi dan itsbat harus didudukkan secara tepat. Harus ditempatkan sesuai dengan porsinya. Jika tidak, maka bisa dipastikan pemahaman yang muncul bukan lah pemahaman Ahlussunnah wal Jamaah, Tapi Ahlul Bid'ah Adl Dlolalah wal Furqoh walaupun sama-sama membaca dan menggunakan Al-Qur'an sebagai dalil.

 

Yang tidak menetapkan perbuatan Allah berupa kholq (menciptakan segala sesuatu dari tidak ada menjadi ada) maka akan beresiko terjerumus pada paham Qodariyyah. Yang salah satu diantara sekte yang ada di dalamnya meyakini bahwa seorang hamba mampu menciptakan perbuatannya sendiri.

 

Di sisi lain, jika kita tidak menetapkan perbuatan hamba (itsbat) sebagaimana Al Quran juga menetapkan atau tidak menempatkan itsbat sesuai dengan tempat nya, misal nya tidak meyakini bahwa seorang hamba juga mempunyai kehendak --walaupun ia meyakini bahwa Allah mempunyai kehendak--, maka beresiko jatuh pada pemahaman menyimpang yang diyakini Kaum Jabariyah.

 

Jalan tengah tentu hanya milik Ahlussunnah. Ada jargon yang sangat terkenal di kalangan mereka,

 

أنا أريد وانت تريد والله يفعل ما يريد

 

Aku berkehendak, Anda juga berkehendak.

 

Namun Allah pasti melakukan yang Ia kehendaki. Kehendak saya dan Anda tidak akan terjadi (nafi/negasi) kecuali apa yang menjadi kehendak Nya untuk terjadi (itsbat). []

 

Abdul Haq, Direktur Aswaja Center PCNU Brebes, Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar