Tiga Cara Allah Mengabulkan Doa menurut Al-Baijuri
Doa merupakan sebuah bentuk ibadah seorang hamba kepada Tuhannya. Dengan berdoa
seorang hamba menampakkan pengakuan akan kerendahan, kelemahan, dan
kebutuhannya kepada Allah. Dengan berdoa ia merasa dan mengaku sebagai makhluk
yang lemah yang tak memiliki kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga ia
perlu meminta kepada Tuhan Penciptanya. Mereka yang tak mau berdoa dianggap
sebagai orang yang sombong, karena merasa bisa memenuhi kebutuhan dirinya
sendiri, tak butuh bantuan dari Allah.
Karenanya pula para ulama mengajarkan untuk selalu berdoa kepada Allah dalam segala hal, bahkan dalam urusan yang sangat remeh sekalipun. Bahkan sebuah hadits mengajarkan agar seseorang meminta kepada Allah segala kebutuhannya, sampai ketika tali sandal jepitnya putus pun meminta kepada Allah (Ibnu Hajar Al-Haitami, al-Fathul Mubȋn bi Syarhil Arba’ȋn [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah], 2013: 422).
Di dalam surat Al-Baqarah ayat 186 Allah berfirman:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
Artinya: “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tenatang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. Aku menjawab panggilan (doa)-nya orang yang berdoa ketika ia berdoa kepada-Ku.”
Sedangkan dalam surat Ghafir ayat 60 Allah berfirman:
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
Artinya: “Tuhan kalian telah berfirman, ‘berdoalah kalian kepada-Ku maka Aku akan mengabulkan bagi kalian.”
Dari kedua ayat di atas, dan juga dari berbagai hadits Rasulullah, para ulama sering memotivasi untuk terus berdoa meminta kepada Allah dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkannya. Jangan pernah ada keraguan saat berdoa. Keyakinan akan dikabulkannya doa ini penting dan menjadi penanda seberapa besar kepercayaan seorang hamba kepada Tuhannya.
Allah sendiri telah menyatakan akan mengabulkan doa para hamba-Nya, dan kita sebagai hamba mempercayai dan meyakininya. Hanya saja, kita juga mesti tahu dan memahami bahwa Allah memiliki banyak cara dalam mengabulkan doa para hamba-Nya. Terkadang permohonan seorang hamba dikabulkan sesuai dengan keinginannya dan dalam waktu yang begitu cepat. Tapi juga tidak jarang terjadi yang sebaliknya.
Imam Al-Baijuri di dalam kitabnya Tuhfatul Murȋd ‘alȃ Jauharatit Tauhȋd mengungkapkan bahwa dikabulkannya doa itu bisa dengan berbagai macam cara. Dalam kitab tersebut setidaknya beliau mengungkapkan 3 (tiga) macam cara Allah mengabulkan permintaan hamba-Nya (Al-Baijuri, Tuhfatul Murȋd ‘alȃ Jauharatit Tauhȋd [Kairo: Darus Salam], 2015: 255).
Pertama, ada kemungkinan doa dikabulkan oleh Allah sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh sang hamba dalam waktu segera. Ini berarti ketika seorang hamba memohon sesuatu kepada Allah, maka Allah memenuhi permintaanya tersebut sesuai dengan apa yang ia minta dan pada waktu yang cepat. Bila sang hamba dalam keadaan sakit dan meminta untuk segera diberi kesembuhan, maka Allah berikan kesembuhan kepadanya segera.
Bila sang hamba meminta dilunasi utangnya, maka Allah kabulkan permintaan itu dengan terlunasinya utang dalam waktu yang tak lama. Dan sebagainya. Apa yang diberikan Allah sama persis dengan apa yang diminta sang hamba.
Kedua, ada kalanya doa dikabulkan oleh Allah sesuai dengan permintaan yang diajukan oleh sang hamba namun tidak dalam waktu segera. Allah menunda pemberian dan pengabulan permintaaan tersebut karena adanya kemaslahatan dan hikmah tertentu yang hanya diketahui oleh Allah saja.
Orang yang sakit meminta kesembuhan kepada Allah, umpamanya. Semestinya Allah memang hendak mengabulkan permintaannya, namun tidak sekarang. Mungkin setelah satu atau dua tahun kemudian permintaan sang hamba baru dikabulkan, ia sembuh setelah sekian waktu lamanya.
Penundaan dikabulkannya doa oleh Allah ini bukan karena Allah enggan untuk memberi pada waktu segera sebagaimana yang dikehendaki oleh sang hamba. Penundaan ini tidak lain karena Allah lebih tahu tentang hikmah, maslahat dan manfaat dikabulkannya doa pada waktu mendatang, bukan sekarang.
Tentang hal ini, Maulana Habib Muhammad Luthfi bin Yahya pernah memberikan sebuah gambaran di hadapan para muridnya. Ada orang tua yang pulang ke rumah dengan membawa oleh-oleh makanan yang disukai oleh anaknya. Melihat hal itu sang anak bergegas meminta makanan yang dibawa oleh orang tuanya.
Namun oleh orang tua makanan itu tak segera diberikan, melihat tangan sang anak dalam keadaan kotor. Bukan karena sang orang tua tak mau memenuhi permintaan anaknya dengan memberi makanan tersebut. Ia hanya ingin anaknya membersihkan dulu tangannya, sehingga ketika makanan itu diterima dan dimakan tidak berdampak negatif bagi dirinya. Demikian Habib Luthfi menggambarkan.
Pun demikian dengan penundaan Allah atas permohonan hamba-Nya. Janji Allah bahwa setiap permohonan akan dikabulkan adalah benar dan nyata. Hanya saja bisa jadi Allah menundanya karena tahu persis bahwa bila permohonan itu dikabulkan saat itu juga, maka bukan manfaat dan maslahat yang akan diperoleh sang hamba, tapi sebaliknya madlarat yang akan didapatkannya.
Allah bisa saja sesegera mungkin mengabulkan permintaan hamba-Nya untuk menjadi kaya raya, misalnya. Tapi ditunda karena Allah tahu bila sang hamba menjadi kaya saat ini maka ia tidak akan menjadi orang baik dengan kekayaannya. Ia akan menjadi sombong, lebih banyak berhura-hura, lupa bersyukur dan memperbanyak ibadah, enggan untuk bersedekah dan lain sebagainya. Allah akan memenuhi permohonan sang hamba, tapi Allah tahu saat ini ia belum siap menerimanya. Maka ditundalah pengabulan doanya.
Ketiga, bisa jadi sebuah doa dikabulkan oleh Allah tapi dalam bentuk yang lain, tidak sesuai dengan apa yang diminta oleh sang Hamba. Ini dikarenakan apa yang diminta oleh sang hamba sesungguhnya tak ada maslahat dan manfaat baginya, sedangkan apa yang diberikan Allah ada manfaat dan maslahat baginya. Atau, bisa jadi apa yang diminta oleh sang hamba ada manfaatnya, namun apa yang diberikan Allah jauh lebih manfaat dan maslahat.
Seorang pelajar yang sangat ingin meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi namun terbentur minimnya biaya, ia berdoa memohon kepada Allah untuk bisa mendapatkan beasiswa. Allah berkehendak mengabulkan permintaannya. Tapi bukan beasiswa yang diberikan kepada sang hamba. Kepadanya Allah berikan pekerjaan yang dengannya ia dapat menghasilkan uang untuk membiayai pendidikannya, dan itu—dalam pandangan Allah—bisa jadi jauh lebih manfaat bagi sang pelajar dari pada mendapatkan beasiswa.
Alhasil, keyakinan bahwa doa akan dikabulkan oleh Allah adalah suatu keharusan. Sedangkan bagaimana cara Allah mengabulkannya pastilah di sana ada kebaikan. Wallahu a’lam. []
Yazid Muttaqin, santri alumni Pondok Pesantren Al-Muayyad Surakarta, kini aktif di kepengurusan PCNU Kota Tegal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar