Jejak dan Derap Peradaban Islam
Rumah Sakit Percontohan (1)
Oleh: Nasaruddin Umar
Ketika dunia Eropa masih gelap gulita, dunia Islam sudah membangun peradaban yang menakjubkan. Salah satu di antara peradaban kemanusiaan paling monumental ialah pembangunan rumah sakit. Sesungguhnya rumah sakit semenjak masa kerajaan Romawi sudah dikenal tetapi rumah sakit dengan standard modern dengan sistem terpadu sama sekali belum pernah ditemukan di dalam sejarah peradaban manapun sebelum masa kejayaan Islam. Rumah sakit di Eropa pada abad pertengahan sebagaimana dilukiskan oleh dilukiskan oleh Florence Nightingaale, masih sangat kotor dan menjijikkan. Dinding-dinding rumah sakit masih ditumbuhi jamur dan alga, berada di sela-sela puing-puing, zat-zat organic, darah kering, dan kotoran-kotoran lainnya. Pokoknya tidak pantas disebut rumah sehat dan memang lebih tepat disebut rumah sakit.
Selain rumah sakit Adhudi yang dibangun Al-Razi di Bagdad, masih ada sejumlah rumah sakit yang canggih diukur dari zamannya. Di antara rumah sakit itu ialah Rumah Sakit Al-Nuri di Damaskus, yang menjadi pusat pemerintahan Dinasti Umayyah saat itu. Rumah sakit ini dirintis oleh Sultan Malik Adil Nuruddin al-Syahid pada tahun 549 H/1154 M kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Nur Al-Din Zinki pada 1156 M. Konon dana yang digunakan membangun rumah sakit ini diambil dari harta tebusan dari salah seorang raja di Eropa. Rumah sakit Al-Nuri ini adalah terbesar dan terbaik di antara rumah sakit di seluruh Damaskus. Rumah sakit ini didirikan untuk mereka yang berekonomi menengah ke bawah, namun tidak ditutup kemungkinan kalau ada pasien kaya yang dirujuk oleh dokter ke rumah sakit ini. Bisa dibayangkan, hampir semilenium lalu sudah ada sebuah rumah sakit baik yang menggratiskan sejumlah obat dan perawatan bagi para pasien.
Ibnu Jubair pernah mengembara memasuki rumah sakit ini (580H) dan mengesankannya betapa besar perhatian para dokter terhadap para pasien. Bukan hanya menyediakan obat dan perawatan gratis tetapi juga makanan layak dan control pasca rawat inap. Juga tersedia persediaan obat-obatan dan makanan yang layak. Di situ ada bagian khusus untuk penyakit jiwa. Orang-orang gila di situ diikat dan dirantai, tapi makanan dan pengobatan tetap diperhatikan.
Prestasi rumah sakit ini, selain berfungsi sebagai tempat merawat orang-orang yang sakit, juga berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan, tempat bagi para dokter atau calon dokter muslim mengembangkan ilmu-ilmu kedokteran. Rumah sakit ini sudah menerapkan rekam medis (medical record) dan sekaligus rumah sakit pertama dalam sejarah yang menggunakan rekam medis. Rumah sakit ini juga sudah dilengkapi dengan ruang inap khusus untuk pasien penyakit gila dengan pelayanan khusus. Para sarjana Barat modern merasa berutang budi pada rumah sakit ini karena rumah sakit inilah yang pertama menyelenggarakan konsep terpadu antara rumah sakit, rumah sakit pendidikan, dan sekolah kedokteran.
Di samping lokasi rumah sakit Al-Nuri, juga berdiri sekolah atau fakultas kedokteran yang telah meluluskan sejumlah dokter, yang alumninya tidak hanya ditempatkan di rumah sakit Al-Nuri tetapi juga di sejumlah rumah sakit yang sudah tersebar di beberapa kota. Salah seorang lulusan sekolah kedokteran ini ialah Ibnu Al-Nafis, yang terkenal sebagai penemu sirkulasi paru-paru, yang teorinya digunakan hingga saat ini. Rumah sakit dan sekolah kedokteran ini tak tersaingi selama enam abad lamanya. Rumah sakit Al-Nuri telah mengabdi kepada masyarakat sampai akhir abad ke 20. Kini rumah sakit Al-Nuri yang telah berjasa itu menjadi sekolah kejuruan. []
DETIK, 05 Juni 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar