Selasa, 14 Juli 2020

(Hikmah of the Day) Sikap Abu Bakar terhadap Penyebar Fitnah Putrinya, Siti Aisyah RA

Sikap Abu Bakar terhadap Penyebar Fitnah Putrinya, Siti Aisyah RA


Allah berfirman:

 

وَلَا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۖ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا ۗ أَلَا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

 

Artinya, “Janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kalian bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kerabat, orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah. Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Surat An-Nur ayat 22).

 

Ayat ini turun beriringan dengan ayat-ayat yang mengklarifikasi soal fitnah yang menimpa keluarga Nabi Muhammad SAW.

 

Fitnah itu sangat terkenal dalam sejarah yang disebut dengan '"haditsul ifki", kabar dusta atau hoaks.

 

Fitnah dan cerita dusta itu bukan barang baru. Nabi Muhammad SAW pun pernah diserang oleh fitnah dan cerita dusta yang sangat keji. Jika saya hidup di zaman Nabi, saya pun takkan tahu bagaimana saya harus bersikap, karena Nabi pun tak berdaya melawan fitnah tersebut. Bayangkan, seorang Nabi yang agung mengalami fitnah yang luar biasa keji; istrinya dikabarkan telah berselingkuh dengan laki-laki lain. Adalah Ummul Mukminin Aisyah RA difitnah telah melakukan perselingkuhan dengan Shafwan ibn Muaththal.

 

Siti Asiyah, istri Nabi SAW difitnah berselingkuh dengan Sofwan ibn Al-Muathal. Sungguh fitnah yang keji yang membuat keluarga Nabi menderita, terutama Aisyah.

 

Di satu sisi Nabi Muhammad SAW sangat sayang pada Aisyah dan berpikir bahwa tak mungkin Aisyah melakukan tindakan hina tersebut.

 

Di sisi lain, Nabi sungguh tak berdaya menghadapi fitnah yang sudah menyebar luas. Begitu pula Aisyah; ia sangat terpukul karena fitnah tersebut, apalagi kemudian sikap Nabi kepadanya menjadi berubah: tak seperti biasanya. Hanya sabar dan sabar yang bisa dilakukan oleh Aisyah. Setiap malam Aisyah menangis merasakan derita akibat fitnah tersebut. Aisyah adalah putri dari Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat senior. Abu Bakar pun tak berdaya menghadapi fitnah keji tersebut. Hingga sebulan lamanya, Allah baru menurunkan wahyu mengklarifikasi fitnah tersebut (surat An-Nur ayat 11-20).

 

Aisyah tidak berselingkuh. Fitnah tersebut diembuskan oleh orang-orang yang membenci Nabi dan keluarganya.

 

Sebulan lebih fitnah itu menyebar dan kehidupan rumah tangga Nabi dan Aisyah cukup terganggu. Sampai akhirnya Allah menyelamatkan Aisyah dari fitnah itu dengan menurunkan wahyu: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (Surat An-Nur ayat 11 sampai ayat 21).

 

Dengan turunnya ayat-ayat tersebut, permasalahan menjadi jelas. Nabi dan Ummul Mukminin Aisyah merasa lega. Begitu juga kaum muslimin. Namun, mereka merasa berang terhadap orang-orang yang ikut andil dalam mencoreng nama baik Ummul Mukminin.

 

Abu Bakar pun tersulut emosinya ketika tahu bahwa Misthah ibn Utsatsah, sepupunya yang selama ini dibantu secara ekonomi, ternyata ikut andil dalam menyebarkan fitnah yang telah melukai hati Nabi dan seluruh kaum muslim ini. Abu Bakar sampai bersumpah tidak akan membantu Misthah lagi.

 

Ayat di atas (An-Nur ayat 22) adalah teguran terhadap sikap Abu Bakar. Allah melarang Abu Bakar bersumpah seperti itu. Allah mengajarkan untuk memaafkan orang yang bersalah setelah mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni dosa-dosa kalian? Tentu ingin. Maka, maafkanlah orang lain agar kalian pun mendapatkan ampunan dari Allah di akhirat nanti.

 

Karena teguran itu, Abu Bakar lantas tetap memberikan bantuan ekonomi kepada Misthah ibn Utsatsah, sepupunya yang miskin itu. Wallahu a’lam. []

 

KH Muhammad Taufik, Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar