Jejak dan Derap Peradaban Islam
Penemuan Astrolabe
Oleh: Nasaruddin Umar
Astrolabe sesungguhnya hampir sama bidang kajiannya dengan astronomi. Hanya saja astrolabe lebih spesifik dan dapat dikatakan bagian dari astronomi dalam arti umum. Astrolabe adalah pengukuran secara spesifik dengan menggunakan system peralatan tertentu di dalam menyelesaikan problem yang berhubungan dengan waktu dan posisi matahari dan bintang. Dengan kecanggihan ilmu computer sekarang ini maka dunia astrolabe semakin canggih. Sekarang sudah dapat ditemukan berbagai program Astrolabe, termasuk yang paling canggih saat ini Astrolabe Planispheris.
Namun demikian, Astrolabe yang paling pertama dibuat pada 1500 tahun lalu oleh ilmuan Islam. Keitika dunia Islam menguasai Andalusia (Spanyol) sekitar abad ke 12 M, sudah ditemukan tidak kurang dari 800 Astrolabe dengan tingkat akurasi yang tinggi. Berbagai spesifik Astrolabe sudah digunakan di sejumlah laboratorium, bukan hanya untuk keperluan mengajar tetapi juga untuk kebutuhan praktis, misalnya untuk melihat dan menganalisis benda-benda langit guna keperluan penentuan waktu dan selanjutnya untuk kepentingan pertanian, pelayaran, dan penentuan musim. Astrolabe juga sering juga digunakan untuk kepentingan astrologi, yang dihubungkan dengan ramalan nasib seseorang. Karya-karya monumental ilmuan muslim di abad pertengahan ini diakui oleh para ilmuan fisika dunia barat.
Faktor-faktor yang mendorong berkembangnya Asrolabe
di dalam dunia Islam ialah:
1) Kebutuhan ketepatan waktu sangat diperlukan untuk pelaksanaan sholat lima waktu dan imsak, yaitu sholat Subuh, sholat Zuhur, sholat Ashar, sholat Isya, dan imsak, batas waktu untuk memulai puasa, baik puasa sunnah seperti Senin dan Kamis maupun puasa Ramadhan.
2) Kebutuhan ketepatan arah kiblat, agar shalat yang seharusnya menghadap ke kiblat tidak salah arah. Termasuk juga pada pembangunan masjid dan mushola, sangat penting penggunaan alat-alat ukur seperti Astrolabe ini.
3) Kebutuhan untuk penentuan kepastian terwujudnya hilal (wujud al-hilal) guna penentuan tanggal 1 Ramadhan untuk menentukan puasa Ramadhan, tanggal 1 Syawal untuk penentuan hari raya Idul Fitri, dan tanggal 1 Zulhijjah untuk penentuan Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijjah.
4) Untuk keperluan nafigasi para saudagar dan muballig muslim yang terkenal berani menembus ganasnya ombak laut dan panas teriknya padang pasir. Kebutuhan-kebutuhan praktis seperti ini mendorong para ilmuan Islam untuk senantiasa berkreasi.
Di dalam sejarah peradaban dunia Islam, tokoh utama yang merintis Asrolabe ialah ialah Mohammad Al-Fazari yang pertama menemukan astrolube kemudian dijadikan jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang) dan Abu Sahl bin Naubakh, Ali bin Isa yang dikenal sebagai Phoenix pada zamannya (Zaman Abbasiyah). Kedua tokoh ini sesungguhnya bukan yang pertama merintis Astrolabe. Yang paling pertama di dalam catatan sejarah Astroblabe ialah Hipparchus (w.180SM) ilmuan kelahiran Nicaea Asia Kecil, sekarang di kota Iznik, Turki dan Apollonius (w.225SM), seorang ilmuan Yunani, namun karya-karya Astrolabenya masih sangat sederhana characteristics. Hipparchus did not invent the astrolabe, but he did refine the projection theory.
Tokoh-tokoh Astrolabe dunia Islam berkembang pesat teritama di masa pemerintahan kerajaan Umayah dan Kerajaan Abbasiyah, yang memberikan apresiasi kepada tikoh-tokoh keilmuan. Di antara para raja ada yang menyiapkan lahan di lingkungan istana kerajaan bagi para ilmuan untuk berkantor dan membangun laboratoriumnya. Bahkan ada beberapa raja di antara mereka menimbang buku-buku karya ilmuan dengan emas dan perak. Dengan demikian, warga masyarakat yang menaruh minat besar terhadap dunia sains semakin bergairah. Bahkan sejumlah ilmuan diterima sebagai anak menantu yang pada akhirnya memiliki kekuasaan di dalam kerajaan. Akhirnya dunia keilmuan betul-betul mendapatkan dukungan penuh dari kerajaan. []
DETIK, 28 Mei 2020
Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar