KHOTBAH JUM'AT
Dua Sikap Bijak terhadap Media Sosial
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنْ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللهم صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا آيُّهَا الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ، وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
Dunia terus berkembang, termasuk cara
berkomunikasi kita. Dulu banyak orang harus menempuh jarak yang jauh untuk bisa
bercakap-cakap dengan orang lain di luar daerah. Sekarang, teknologi
memfasilitasi umat manusia untuk kian mudah menjalin komunikasi hanya melalui
perangkat di genggaman tangan, yakni handphone. Situasi ini melanda hampir
semua orang di berbagai belahan dunia, tak pandang agama, wilayah geografis,
suku, ras, dan etnis.
Kehadiran media sosial kian mempermudah lagi.
Dalam hitungan detik kita sudah bisa berinteraksi dan berkirim pesan melalui
tulisan, suara, gambar, bahkan video ke orang di belahan dunia lain. Luas bumi
yang mencapai lebih dari setengah miliar kilometer persegi seolah mengkerut.
Informasi beredar secara instan, kehidupan sosial banyak bergeser ke dunia
maya, dan sebagian orang bahkan rela menghabiskan separuh waktunya untuk
berselancar di internet atau media sosial.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Islam bukan agama yang anti perubahan. Namun
demikian, ia punya prinsip-prinsip yang tak boleh dilanggar. Kita seyogianya
memosisikan media sosial tak lebih dari sekadar alat, bukan tujuan. Media
sosial sebagai wasîlah, bukan ghâyah. Kenapa? Sebagaimana pisau
yang bermanfaat bila digunakan memasak dan merugikan bila dipakai melukai orang
lain, begitu pula media sosial. Dalam dirinya terkandung potensi positif tapi
sekaligus negatif.
Semakin meningkatnya pengguna media sosial
dari hari ke hari tak menjamin semakin berkualitas dari segi pemanfaatannya.
Banyak kita jumpai media sosial menjadi ajang pamer (riya') amal
kebaikan—usaha mencari citra kesalehan di mata masyarakat. Dari sini kita
secara tak langsung menggeser maksud ibadah yang semestinya untuk Allah menjadi
untuk popularitas dan kebanggaan diri.
Media sosial juga kerap menjadi arena
caci-maki antarkelompok yang berbeda agama, aliran, pandangan politik, dan
sejenisnya. Tak jarang media sosial disesaki debat kusir saling menjatuhkan, ghibah
(gosip), fitnah, berita bohong, hingga peningkatan jumlah musuh-musuh baru.
Hanya berbekal jari tangan dan pikiran keruh dalam sekejam kita sudah membuat
mudarat bagi pihak lain. Padahal dalam hadits shahih disebutkan bahwa di antara
karakter seorang Muslim adalah mampu menjamin saudaranya dari malapetaka tangan
dan lisannya.
المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim adalah orang yang tidak
melukai saudara Muslim lainnya baik dengan lisan dan tangannya,
Imam Abu Hamid bin Muhammad al-Ghazali dalam
kitab Bidâyatul Hidâyah menjelaskan bahwa lisan manusia terdiri dari dua jenis,
yakni lidah yang berada di dalam mulut dan lidah berupa qalam (pena). Tulisan
memiliki fungsi yang mirip dengan pembicaraan. Qalam dalam konteks hari ini
bisa diidentikkan dengan media sosial yang memiliki peran yang sama, yakni memproduksi
tulisan yang pengaruhnya bisa negatif maupun positif. Dengan demikian, sikap
bijak kita terhadap media sosial termasuk ikhtiar kita untuk menjadi Muslim
yang baik sebagaimana hadits di atas.
Yang paling rentan dilupakan saat bermedia
sosial adalah betapa berharganya waktu. Berbagai kemudahan yang disediakan
sering membuat pengguna berselancar berjam-jam melewati batas kebutuhan
semestinya. Orang kadang tak hanya bertegur sapa dengan sesama atau publikasi
aktivitas di medsos, tapi juga sampai pada kegiatan-kegiatan mubazir bahkan
maksiat.
Saat seseorang terlalu tergantung pada media
sosial, pertanyaan penting yang perlu disodorkan adalah siapa yang sesungguhnya
lebih berkuasa: media sosial atau manusianya? Manusia dianugerahi akal sehat,
hati nurani, yang memungkinkan dia berlaku bijaksana. Sebagaimana perangkat
dunia lainnya, tak seharusnya manusia diperbudak media sosial, justru
semestinya ia mengendalikannya.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Sebagai wasîlah, media sosial
juga merupakan perantara bagi banyak sekali hal baik. Melalui media sosial,
seseorang dengan mudah bersilaturahim dengan orang lain yang di dunia nyata
terkendala jarak geografis. Media sosial punya fungsi mempersatukan yang semula
terpisah, memberi ruang komunikasi yang semula tanpa kabar.
Fungsi positif lain dari media sosial adalah
menjadi alat yang bagus untuk mendistribusikan pesan kebaikan secara luas
dengan mudah. Kita dengan mudah membagikan informasi, misalnya, soal cara
mendidik buah hati, tips hidup sehat, atau wawasan bermanfaat lain, hingga
menjadikan media sosial sebagai media syiar yang memberi pendidikan kepada
publik tentang nilai-nilai Islam yang mencerahkan, rahmatan lil ‘alamin.
Surat al Maidah ayat 35 menyebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ وَجَاهِدُوا فِي سَبِيلِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Wahai orang-orang yang beriman,
bertakwalah kalian kepada Allah dan carilah wasîlah yang
mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah pada jalan-Nya supaya kalian
mendapat keberuntungan".
Wasîlah dalam konteks
ini bisa kita perluas pengertiannya mencakup berbagai jalan, mekanisme, atau
sarana yang bermanfaat bagi kebaikan, terutama untuk lebih mendekatkan diri
kepada Allah subhânahu wata‘alâ. Jika media sosial adalah wasîlah,
maka ghâyah-nya adalah Allah subhânahu wata‘âlâ.
Sekali lagi, fungsi positif media sosial
tersebut bisa maksimal kita realisasikan ketika kitalah yang benar-benar
menguasai media sosial, bukan dikuasai. Medsos hanya menjadi elemen sekunder
bagi aktivitas kebaikan, bukan sebaliknya medsos mendorong kita untuk
terperosok pada perbuatan sia-sia, atau bahkan merugikan.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Melalui paparan khutbah ini, bisa disimpulkan
bahwa setidaknya ada dua sikap dalam merespon kehadiran media sosial. Pertama,
menyadari betul bahwa ia tak lebih dari sebatas wasîlah, perantaran
atau alat. Kesadaran ini akan mendorong kita untuk tidak terbuai dengan medsos
itu sendiri, melainkan pada apa tujuan pokok penggunaan perangkat dunia maya
ini.
Kedua, menjadiannya sebagai sarana yang tak
hanya baik tapi juga bermanfaat. Tak menimbulkan kemudaratan kepada pihak lain
melalui media sosial adalah sesuatu yang baik. Tapi akan lebih baik lagi bila
media sosial memberikan faedah bagi orang lain lewat konten-konten yang kita
suguhkan. Bukankah “khairunnâs anfa‘uhum lin nâs” (sebaik-baik manusia
adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya).
Semoga kita semua teguh dalam iman dan Islam,
sehingga mampu mendudukkan diri secara proporsional dan menebar kemanfaat bagi
manusia dan alam sekitar.
Wallahu a’lam.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar