Jumat, 16 November 2018

(Hikmah of the Day) Sejarah Nabi Muhammad (4): Beberapa Keistimewaan Dibanding Para Nabi Lain


Sejarah Nabi Muhammad (4): Beberapa Keistimewaan Dibanding Para Nabi Lain

Allah mengutus para rasul-Nya untuk membimbing umat manusia agar selalu mengikuti petunjuk-Nya. Agama Islam mengajarkan kepada para pemeluknya agar mengikuti langkah-langkah yang dicontohkan oleh para nabi dan rasul, mentaati dan memuliakan mereka dengan tidak membedakan satu rasul dengan rasul yang lain. Sebagian para rasul itu, Allah memberikan beberapa keistimewaan dan kelebihan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Ada di antara mereka yang bergelar Ulul Azmi, yaitu para nabi yang tergolong besar dan agung karena perjuangan mereka yang sangat berat dalam mengemban risalah-Nya. Ada di antara mereka yang diberikan al-Kitab, ada yang dikaruniai ketabahan yang luar biasa, ada yang dianugerahi ilmu yang sangat mendalam, dan lain sebagainya. Dalam beberapa riwayat disebutkan bahwa mereka yang bergelar Ulul Azmi itu adalah Nabi Nuh 'alaihissalam, Nabi Ibrahim 'alaihissalam, Nabi Musa 'alaihissalam, Nabi Isa 'alaihissalam, dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.

Dari lima rasul yang tergolong Ulul Azmi itu, Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang tentunya juga memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak dimiliki oleh nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya. Nabi Muhammad adalah seorang rasul yang sangat tawadhu atau rendah hati meskipun beliau memiliki berbagai kelebihan dan keistimewaan dari nabi dan rasul serta manusia lainnya. Beliau tidak pernah menunjukkan sifat-sifat yang tidak terpuji di tengah-tengah umatnya. Rasul-rasul yang lain memperkenalkan dirinya sesuai dengan anugerah yang Allah berikan. Di antara mereka, ada yang digelari Khalilullah (kekasih Allah ) seperti Nabi Ibrahim, ada yang dinyatakan sebagai Kalimullah (orang-orangyang berbicara dengan Allah), seperti Nabi Musa, ada yang digelari Ruhullah (ruh ciptaan Allah), seperti Nabi Isa dan lain sebagainya. Nabi sendiri, ketika ditanya tentang dirinya, beliau menjawab dengan penuh tawadhu dan rendah hati, “Aku adalah seorang yatim yang dipelihara Abu Thalib.”

Nabi terakhir yang rendah hati dan berakhlak mulia itu pada hakekatnya memiliki kelebihan-keleihan yang banyak dari para nabi dan rasul yang lain. Sebagian dari kelebihan-kelebihan yang dimiliki beliau, sedikitnya ada enam macam yang beliau sebutkan dalam sabdanya:

فُضِّلْتُ عَلىَ اْلأَنْبِياَءِ بِسِتٍّ : اُعْطِيْتُ جَوَامِعَ اْلكَلِمَ وَ نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ، وَاُحِّلْتُ لِيَ اْلغَنَائِمُ وَجُعِلْتُ لِيَ الأَرْضُ طَهُوْرًا وَمَسْجِدًا وَأُرْسِلْتُ اِلَى الْخَلْقِ كآفّةً وَخُتِمَ بِيَ النَّبِيُّونَ 

“Aku dilebihkan dari para nabi yang lain dengan enam keistimewaan berupa; (1) diberikan kepadaku “jawami’ al-kalim (seseorang yang memiliki kemampuan menyusun kalimat yang ringkas tetapi memiliki jangkauan makna yang luas dan kalimatnya menarik)”, (2) aku diberikan pertolongan dalam peperangan dengan tergetarnya hati musuh, (3) dihalalkan bagiku harta rampasan perang, (4) dijadikan bagiku bumi untuk bersuci dan bersujud, (5) aku diutus bagi semua makhluk, dan (6) aku sebagai Nabi yang terakhir.” (HR. Muslim: 812, al-TirmidzI: 1474, dan Ahmad: 21130) .

Selain itu, dalam riwayat yang lain disebutkan bahwa Nabi memiliki hak memberikan syafaat (pertolongan dengan izin Allah) yang akan bermanfaat bagi umatnya nanti pada hari kiamat. (HR. Muslim). Dengan demikian, paling tidak ada tujuh keistimewaan Rasulullah yang akan dijabarkan dalam pembahasan berikut ini.

Keistimewaan yang pertama adalah jawami’ al-kalim, yaitu kemampuan menyusun kalimat yang sederhana dan pendek namun mempunyai jangkauan makna yang luas dan menarik. Kalau kita memperhatikan hadits Nabi, kita banyak menjumpai kalimat-kalimat yang singkat dan menarik tetapi mempunyai jangkauan makna yang luas, misalnya sabda beliau, “Agama itu nasihat.” Kalimat ini sangat ringkas tetapi maksudnya begitu luas, mencakup berbagai macam makna yang terkandung di dalamnya. Demikian juga sabdanya, “Di antara baiknya pengamalan Islam seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat bagi dirinya.” Ketika ada seorang pemuda meminta nasihat kepada Nabi, beliau tidak memberikan nasihat yang panjang lebar, beliau hanya berkata, “Kamu jangan marah!”. Inilah salah satu kelebihan Nabi Muhammad yang tidak dimiliki oleh manusia biasa, bahkan oleh nabi-nabi yang lain sekalipun. 

Kedua, dalam setiap menghadapi peperangan, dimana Nabi dan para sahabatnya menempuh taktik untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, beliau senantiasa mendapat pertolongan Allah dengan tergetarnya hati musuh. Sehingga meskipun jumlah pengikut beliau sedikit, namun musuh gentar dan merasa ciut untuk menghadapi kaum Muslimin, akhirnya mereka kalah, dan kaum Muslimin meraih kemenangan. Hal itu kita bisa melihat langsung dalam sejarah kehidupan Nabi Muhammad. 

Ketiga, halalnya rampasan perang (ghanimah). Pada masa nabi-nabi terdahulu, harta rampasan perang tidak boleh dimanfaatkan, akan tetapi pada masa Nabi Muhammad, harta-harta tersebut diperintahkan untuk dimanfaatkan oleh beliau dan para sahabatnya. Ketetapan ini disebutkan dalam firman-Nya,

“Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu ambil itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. al-Anfal, 8:69)
           
Keempat, Nabi Muhammad dan umatnya diperbolehkan bersuci dengan menggunakan tanah (bertayamum) apabila tidak ditemukan air atau karena ada halangan lain. Beliau juga beserta umatnya boleh mengerjakan shalat di mana saja di muka bumi ini, di masjid, mushala, lapangan, ladang, gunung, dan sebagainya. Padahal para Nabi terdahulu dan umatnya hanya diperbolehkan sembahyang di tempat-tempat yang telah ditentukan, yaitu di ma’bad atau tempat ibadah yang resmi secara syariat. Kelima, risalah Nabi bersifat umum dan diperuntukkan bagi seluruh umat jin dan manusia, dari berbagai suku bangsa di seluruh alam. Risalahnya juga berlaku sepanjang masa di semua tempat. Mengenai hal ini, Allah berfirman, 

“Dan Kami tidak mengutusmu (Muhammad), melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.” (QS. Saba`, 34:28).

Dalam ayat lainnya, Allah berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tiadalah Kami mengutusmu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. al-Anbiya, 21:107)
           
Keenam, Nabi Muhammad sebagai penutup para nabi. Sebagaimana telah diketahui, misi para nabi dari masa ke masa adalah membimbing umat manusia agar menapaki jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhai oleh Allah. Ajaran mengenai aqidah, berupa kepercayaan dan keyakinan yang menyatakan bahwa sesungguhnya Allah itu Tuhan Yang Maha Esa, tidak pernah berubah dari masa ke masa. Ajaran ini sama dari satu rasul kepada rasul yang lain, yaitu ajaran yang dirumuskan dalam kalimat tauhid “Lâ Ilâha illa Allâh” (Tiada Tuhan melainkan Allah ).

Ajaran mengenai syariat terus mengalami perubahan dari masa ke masa menuju kesempurnaan yang sesuai dengan zamannya. Oleh karena itu, pada masa Nabi Muhammad, syariat Islam merupakan tatanan syariat hasil penyempurnaan dari syariat-syariat sebelumnya yang tidak berubah lagi untuk selamanya. Mengenai hal ini, Nabi bersabda, 

“Perumpamaanku dengan nabi-nabi sebelumku adalah bagaikan seseorang yang membangun suatu bangunan. Orang-orang itu berusaha memperbaiki dan memperindah bangunan tersebut, kecuali pasangan batu bata dari salah satu pojok bangunan itu. Banyak orang yang memperhatikan bangunan tersebut dan mengaguminya. Mereka berkomentar, “Sayang, mengapa pemasangan batu bata itu tidak diselesaikan agar tatanan bangunan tersebut menjadi sempurna?” Rasulullah menjawab, “Akulah batu bata itu, aku yang menyempurnakan bangunan itu dan akulah penutup para nabi.” (HR. al-Bukhari: 3271 dan Muslim: 4239)
           
Ketujuh, Nabi Muhammad diberikan hak syafaat yang akan bermanfaat bagi umatnya nanti di hari kiamat. Pada dasarnya, setiap nabi diberi kesempatan yang sama oleh Allah untuk memohonkan sesuatu kepada-Nya. Permohonan mereka itu nantinya akan Allah kabulkan. Maka masing-masing nabi tersebut berdoa agar Allah memberikan ampunan bagi diri mereka sendiri. Maka Allah pun mengabulkan semuanya. Nabi Adam menyesali perbuatan dosanya ketika memakan buah terlarang di surga, ia bertobat kepada Allah agar mengampuninya. Nabi Musa memelas kepada Allah atas kekeliruannya, ketika dengan tidak sengaja membunuh seorang pribumi Mesir, ketika melerai perkelahian dengan seorang Bani Israil. Begitu pula Nabi Yunus dengan ikan Hutnya, dan nabi-nabi lainnya. Sedangkan Rasulullah, menunda satu permohonannya diperuntukkan nanti berupa syafaat bagi umatnya. []

Dr. KH. Zakky Mubarak, MA, Rais Syuriyah PBNU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar