Nahdlatul Muslimat,
Sekolah Perempuan Pertama Milik NU Surakarta
Dalam sepuluh tahun
di awal periode (1926-1936), sebagai organisasi sosial keagamaan kiprah NU
secara umum banyak berkutat kepada persoalan dakwah, pendidikan dan sosial
kemasyarakatan.
Dalam bidang
pendidikan, di beberapa daerah NU mendirikan madrasah-madrasah, semisal
Nahdlatul Wathan di Surabaya dan Malang, Akhul Wathan di Semarang, Far’ul
Wathan di Gresik, Hidayatul Wathan di Jombang, Ahlul Wathan di Wonokromo, dan
lain sebagainya. Semua sekolah tersebut memiliki kesamaan, yakni pencantuman
kata wathan yang berarti tanah air.
Sementara itu, dalam
upaya perjuangan dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1931 di Kota Surakarta
Nyai Mahmudah Mawardi (putri KH Ahmad Masyhud Keprabon, pernah menjadi Ketua PB
Muslimat NU (tahun 1950-1979) menginisiasi kaum wanita yang tergabung dalam
bagian NU Muslimat Surakarta bersama organisasi perempuan lain, untuk mendirikan
sebuah sekolah yang khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan.
Sekolah yang terletak
di Kampung Sumemen Kauman (sebelah barat Masjid Agung Surakarta) itu dikenal
dengan nama ‘Nahdlatoel Moeslimat’ (NDM) Surakarta. NDM ini bergerak pada
bidang pendidikan, khususnya untuk memajukan pikiran kaum perempuan.
Dalam proses
pendirian, Mahmudah menjadi ketua pendiri organisasi, hingga akhirnya membuka
cabang di mana-mana. Selama kurun waktu 1933-1945, Mahmudah menjadi kepala
sekolah Madrasah Muallimat NDM, yang kemudian dilanjutkan oleh Kiai Zainudin.
Nama NDM sendiri,
patut dicatat pada sejarah NU Kota Surakarta, bahkan IPPNU di tingkat nasional,
sebab dari sekolah tersebut memunculkan sejumlah tokoh IPPNU generasi awal,
seperti Umroh Mahfudhoh, Basyiroh Shoimuri dan lain-lain.
Salah satu murid NDM
pada tahun 1950-an, Nyai Basyiroh Shoimuri (ketua umum PP IPPNU periode kedua)
mengenang sekolahnya sebagai destinasi tempat belajar bagi kaum perempuan dari
berbagai daerah, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Semasa di Solo,
Basyiroh sendiri mengenyam sekolah di RA NDM selama 2 tahun dan MI NDM selama 6
tahun. Lalu, pada tahun 1950, Basyiroh melanjutkan pendidikannya di Muallimat
pertama (3 tahun) dan Muallimat atas (1 tahun), yang kesemuanya ditempuh di NDM
Solo.
Hingga kini, sekolah
NDM ini masih ada dan terus berkembang menjadi sebuah yayasan. Menurut beberapa
sumber keterangan yang penulis dapatkan, meskipun di tingkat yayasan masih
dipegang oleh para ibu Muslimat NU, namun beberapa sekolah di bawahnya justru
dikelola oleh mereka yang di luar ormas NU. Hal ini tentu patut menjadi
perhatian serius dan sangat disayangkan. []
(Ajie Najmuddin)
NDM milik ummat secara umum. Bukan milik NU atau Muhammadiyah. Pendirinya ibu2 muslimah dg berbagai latar belakang organisasi (Parmusi, Masyumi, NU, dsb).
BalasHapus