Jumat, 16 November 2018

Nahdlatul Muslimat, Sekolah Perempuan Pertama Milik NU Surakarta


Nahdlatul Muslimat, Sekolah Perempuan Pertama Milik NU Surakarta 

Dalam sepuluh tahun di awal periode (1926-1936), sebagai organisasi sosial keagamaan kiprah NU secara umum banyak berkutat kepada persoalan dakwah, pendidikan dan sosial kemasyarakatan.

Dalam bidang pendidikan, di beberapa daerah NU mendirikan madrasah-madrasah, semisal Nahdlatul Wathan di Surabaya dan Malang, Akhul Wathan di Semarang, Far’ul Wathan di Gresik, Hidayatul Wathan di Jombang, Ahlul Wathan di Wonokromo, dan lain sebagainya. Semua sekolah tersebut memiliki kesamaan, yakni pencantuman kata wathan yang berarti tanah air.

Sementara itu, dalam upaya perjuangan dalam bidang pendidikan, sekitar tahun 1931 di Kota Surakarta Nyai Mahmudah Mawardi (putri KH Ahmad Masyhud Keprabon, pernah menjadi Ketua PB Muslimat NU (tahun 1950-1979) menginisiasi kaum wanita yang tergabung dalam bagian NU Muslimat Surakarta bersama organisasi perempuan lain, untuk mendirikan sebuah sekolah yang khusus diperuntukkan bagi kaum perempuan.

Sekolah yang terletak di Kampung Sumemen Kauman (sebelah barat Masjid Agung Surakarta) itu dikenal dengan nama ‘Nahdlatoel Moeslimat’ (NDM) Surakarta. NDM ini bergerak pada bidang pendidikan, khususnya untuk memajukan pikiran kaum perempuan.

Dalam proses pendirian, Mahmudah menjadi ketua pendiri organisasi, hingga akhirnya membuka cabang di mana-mana. Selama kurun waktu 1933-1945, Mahmudah menjadi kepala sekolah Madrasah Muallimat NDM, yang kemudian dilanjutkan oleh Kiai Zainudin.

Nama NDM sendiri, patut dicatat pada sejarah NU Kota Surakarta, bahkan IPPNU di tingkat nasional, sebab dari sekolah tersebut memunculkan sejumlah tokoh IPPNU generasi awal, seperti Umroh Mahfudhoh, Basyiroh Shoimuri dan lain-lain.

Salah satu murid NDM pada tahun 1950-an, Nyai Basyiroh Shoimuri (ketua umum PP IPPNU periode kedua) mengenang sekolahnya sebagai destinasi tempat belajar bagi kaum perempuan dari berbagai daerah, khususnya dari Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Semasa di Solo, Basyiroh sendiri mengenyam sekolah di RA NDM selama 2 tahun dan MI NDM selama 6 tahun. Lalu, pada tahun 1950, Basyiroh melanjutkan pendidikannya di Muallimat pertama (3 tahun) dan Muallimat atas (1 tahun), yang kesemuanya ditempuh di NDM Solo.

Hingga kini, sekolah NDM ini masih ada dan terus berkembang menjadi sebuah yayasan. Menurut beberapa sumber keterangan yang penulis dapatkan, meskipun di tingkat yayasan masih dipegang oleh para ibu Muslimat NU, namun beberapa sekolah di bawahnya justru dikelola oleh mereka yang di luar ormas NU. Hal ini tentu patut menjadi perhatian serius dan sangat disayangkan. []

(Ajie Najmuddin)

1 komentar:

  1. NDM milik ummat secara umum. Bukan milik NU atau Muhammadiyah. Pendirinya ibu2 muslimah dg berbagai latar belakang organisasi (Parmusi, Masyumi, NU, dsb).

    BalasHapus