Lorong
Gelap Kasus Jamal Khashoggi
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Hatice
Cengiz, tunangan almarhum Jamal Khashoggi, melalui akun Twitter-nya menulis,
"Saya memohon kepada seluruh umat Islam di seantero dunia untuk
melaksanakan Salat Ghaib untuk kekasihku, Jamal Khashoggi, setelah Salat Jumat,
16 Nopember nanti, khususnya masjid di Madinah. Semoga Allah SWT menerimanya di
surga."
Madinah menjadi kota yang penuh romansa dan nostalgia bagi Khashoggi. Ia lahir di kota suci nan bersejarah ini, dan ia berpesan jika ajalnya tiba agar dimakamkan di Kota Nabi itu. Selama berada di Amerika Serikat, ia selalu menyampaikan kepada teman-temannya, "Saya rindu Madinah dan ingin kembali ke sana, bercengkrama dengan keluarga."
Namun, semua mimpi itu pupus. Ia tidak bisa kembali ke Madinah, baik dalam keadaan hidup maupun mati. Ia dibunuh secara sadis dan brutal di kantor Konsulat Jenderal Arab Saudi di Instanbul, Turki. Bahkan, jasadnya pun dikabarkan sengaja dihilangkan dengan cara dilarutkan dalam cairan dengan menggunakan zat asam. Jamal Khashoggi dipastikan meninggal dunia, tapi jasadnya hilang, entah di mana.
Tidak terbayangkan, pada zaman yang semakin maju dan menjunjung tinggi peradaban kemanusiaan masih ada rezim yang menunjukkan kebarbaran: membunuh warganya sendiri di kantor perwakilan yang mestinya bekerja untuk melayani warganya. Sungguh tragis dan barbar.
Khaled Abou M Fadl di Harian New York Times melakukan kritik yang pedas terhadap rezim Arab Saudi, Saudi Arabia is Misusing Mecca. Pasalnya, Imam Sudais, Imam Besar Masjidil Haram Mekkah menjadikan kotbah Jumat sebagai panggung untuk membela rezim dan mengabaikan fakta-fakta empirik yang menjadi perbincangan warga dunia.
Ironisnya, di tengah dunia yang semakin terbuka dan arus informasi berlalu dengan deras tiada henti, masih saja ada yang ingin menutup-nutupi kasus yang mendapat perhatian dunia internasional ini. Pihak Arab Saudi bersikukuh untuk tidak menyerahkan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kematian Khashoggi kepada pihak Turki untuk diadili secara transparan.
Pihak Turki memandang peristiwa tersebut terjadi di Istanbul. Meskipun terjadi di lingkungan konsulat jenderal Arab Saudi, tapi Turki memandang mestinya diadili di Turki karena peristiwa tersebut terjadi di wilayah Turki. Di samping itu dalam rangka memastikan agar pengadilan dapat berlangsung seadil-adilnya.
Ada kekhawatiran jika pengadilan dilakukan di Arab Saudi, kasus ini tidak bisa mengungkap aktor utama di balik kematian Khashoggi. Bahkan ada kecenderungan kasus ini akan menguap begitu saja. Apalagi pihak-pihak yang diduga sebagai pelaku pembunuhan terencana itu tergolong orang-orang yang mempunyai kedekatan khusus dengan Pangean Muhammad bin Salman (MBS). Bahkan, mereka adalah anggota tim yang dibentuk MBS untuk melakukan operasi khusus.
Kekhawatiran itu semakin terkuak setelah Erdogan mengirimkan rekaman detik-detik pembunuhan Khashoggi ke Amerika Serikat, Eropa, dan Kanada. Terbukti ada telepon dari pelaku pembunuhan ke kantor MBS di Riyadh, yang secara eksplisit mengabarkan perihal aksi brutal itu.
Jadi, sebenarnya kasus ini sangat terang-benderang siapa yang menjadi pelaku dan atas perintah siapa tindakan tersebut dilakukan. Tapi, hingga saat ini semuanya dijadikan kabur laksana lorong gelap. Tidak lain karena kasus ini bukan kasus yang biasa-biasa saja. Ini kasus luar biasa yang melibatkan orang paling kuat di kerajaan Arab Saudi.
Di dunia internasional, MBS masih bisa bernapas lega karena ditengarai mendapatkan sokongan dari Amerika Serikat dan Israel. Semua tahu kalau Amerika Serikat mendapatkan jatah penjualan senjata ke Arab Saudi yang totalnya lebih dari 100 miliar dolar AS. Trump terlihat terus berusaha melindungi MBS dari kasus Khashoggi, meskipun banyak desakan dari anggota Kongres dari Republik dan Demokrat, termasuk media-media utama AS memberikan perhatian yang besar.
Sikap AS yang mendukung penuh MBS terlihat pada sikap Trump yang secara resmi memberlakukan sanksi ekonomi kepada Iran. Trump berusaha menutup-nutupi kasus Khashoggi dengan cara memainkan kartu Iran. Harapannya, publik AS dan dunia melupakan kasus Khashoggi dan memberikan perhatian penuh kepada Iran.
Media-media Arab Saudi dan Timur-Tengah pada umumnya yang dikuasai Arab Saudi sangat gencar memberitakan sanksi AS terharap Iran. Dan, semua tahu langkah itu sebagai strategi Trump untuk menenggelamkan kasus Khashoggi. Pasalnya, Trump belum mengambil langkah apa-apa terkait dengan kasus Khashoggi.
Tidak hanya itu saja, Israel juga bermain untuk menghilangkan jejak kasus Khashoggi dengan cara mengambil langkah brutal menyerang Jalur Gaza dalam beberapa minggu terakhir. Isu Palestina sengaja dinaikkan oleh Israel agar media-media utama tidak lagi membincangkan kasus Khashoggi. Strateginya menutup kasus lama dengan memunculkan kasus baru yang tidak kalah brutalnya.
Meskipun demikian, MBS tidak akan mudah lari dari kasus Khashoggi ini. Sebab semua bukti-bukti sudah di tangan, bahkan dunia sudah mempunyai rekaman proses pembunuhan terhadap jurnalis senior tersebut. Bola berada di tangan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk terus mendesak agar dilakukan pengadilan yang terbuka. Setidak-tidaknya, para pelaku pembunuhan diadili di Turki, sebagaimana diinginkan Erdogan.
Selebihnya, anggota Kongres AS dapat terus mendesak Donald Trump agar mengambil sikap yang tegas terhadap kasus Khashoggi. Apalagi CIA dikabarkan sudah melakukan investigasi terhadap kasus ini, sehingga tidak ada alasan bagi AS untuk diam, apalagi mendukung rezim yang sudah terbukti melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Kasus Khasoggi yang di permukaan laksana lorong gelap itu akan terus menjadi perbincangan warga dunia. Segala upaya untuk menutup-nutupi kasus tersebut tidak akan pernah berhasil, karena sekali lagi ini bukan kasus yang biasa-biasa saja. Warga dunia akan terus menagih MBS.
Mari kita memenuhi undangan Hatice Cengiz, tunangan almarhum Jamal Khashoggi untuk melakukan Salat Ghaib besok, usai Salat Jumat. Kita doakan semoga Khashoggi tenang di sisi Tuhan, dan para pelaku pembunuhan, termasuk aktor utama dapat diseret ke pengadilan. Percayalah, Tuhan tidak tidur.
DETIK, 15
November 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda
Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East
Institute, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar