Refleksi
Maulid Nabi Muhammad SAW 1440 H
Oleh: Said
Aqil Siroj
15 abad
yang lalu lahirlah seorang utusan Allah yang paling sempurna karena utusan
Allah ini pamungkas dari para utusan-utusan yang sebelumnya. Utusan yang
sempurna, nabi universal, the perfect man, Insan Kamil itu bernama Muhammad.
Lahir abad ke-6 masehi di tengah-tengah masyarakat yang bergelimang dalam era
jahiliyah.
Dengan visi misi yang diterangkan dan dijelaskan oleh Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 143: Wa kadza lika jaalnakum ummatan wasathan litakunu syuhadaa alan nas wa yakunar rasulu alaikum syahida. Artinya Saya perintahkan kepadamu agar kamu membangun umat komunitas sosial. Umat yang seperti apa? umat yang dikendaki Tuhan adalah ummatan wasathan, umat yang mempunyai prinsip tawasuth, moderat dan mempunyai sikap tasamuh, toleran tidak memonopoli kebenaran, tidak mengaku hanya kami yang benar yang lain semua salah. Itu prinsip Islam yang paling utama.
Oleh karena itu, Ketika Nabi Muhammad menjalankan tugas membangun umat yang ideal, Nabi Muhammad membangun masyarakat namanya masyarakat Madinah (civilized). Bukan negara Islam, bukan negara Arab, tapi negara Madinah artinya negara yang platformnya adalah keadilan, kebersamaan, persaudaraan, lintas agama, lintas suku, lintas budaya.
Di dalam masyarakat Madinah ada muslim, ada non muslim. Malah yang non muslim lebih besar karena terdiri dari tiga suku yaitu suku Yahudi (yang sudah tinggal di Madinah sangat lama), Suku Quraizhah, dan suku Nadhir. Sedangkan umat Islam hanya terdiri dari Muhajirin dan Ansor yakni pribumi dan pendatang.
Tapi oleh Nabi Muhammad, masyarakat penduduk Madinah diperlakukan sama. Nabi sering menyampaikan dalam khutbah Jumat, sederhana ucapannya tapi artinya sangat dalam: Wa laa udwaana illa ala dzalimiin yang artinya tidak boleh ada permusuhan kecuali kepada yang melanggar hukum. Tidak boleh ada permusuhan karena beda agama, beda suku, beda kepentingan, beda partai politik tidak boleh dan tidak dibenarkan dalam Islam. Itulah yang disebut dengan ummatan wasathan.
Aajaran Nabi Muhammad yang paling prinsip adalah seperti yang ditegaskan oleh beliau sendiri yakni Innama buistu liutammima makarimal akhlak yang artinya tidak lah sekali-kali saya diutus ke muka bumi ini hanya untuk menyempurnakan, membangun akhlak, moral, peradaban dan budaya manusia.
Jadi yang dibawa oleh Nabi Muhammad bukan hanya teologi, bukan hanya ritual ibadah, tapi akhlak yang mulia. Kita percuma, kita tidak ada artinya mengaku beragama Islam kalau tidak membangun akhlak yang mulia.
Seorang penyair dari Mesir bernama Ahmad Syauqi mengatakan nilai martabat sebuah bangsa dilihat dari akhlak moral peradabannya. Kalau peradaban, budaya, akhlak, moralitasnya merosot hancur maka hancurlah martabat nilai bangsa tersebut.
Oleh karena itu dalam rangka memperingati hari Maulid Nabi Muhammad SAW, kita peringati hari kelahiran Nabi Muhammad ini dengan tujuan, mari umat Islam semaksimal mungkin kita mengikuti akhlak beliau, ajaran beliau, perilaku beliau, sikap beliau yang berakhlak mulia, santun, ramah, pemaaf, toleran, dan moderat. Selalu bersikap tenang, dewasa, objektif, mengajarkan ilmu pengetahuan, mengajarkan kemajuan-kemajuan untuk umat manusia. []
NU
ONLINE, 20 November 2018
KH. Said
Aqil Siroj | Ketua Umum PBNU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar