Dari Surakarta, NU
Miliki Perguruan Tinggi Pertama
Di berbagai daerah,
kini telah berdiri banyak lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi yang
dimiliki NU. Namun, tahukah anda, bila sejarah awal berdirinya perguruan tinggi
NU tersebut dimulai dari Kota Surakarta, Jawa Tengah.
Tepatnya pada tanggal
2 Oktober 1958, berdirinya Perguruan Tinggi Islam (PTI) NU Surakarta, ditandai
dengan acara peresmian yang diselenggarakan di Gedung Balaikota Surakarta.
Presiden Soekarno pun hadir dalam acara tersebut.
Berdirinya sebuah
pendidikan tinggi di kalangan NU di masa tersebut, tentu sangat berarti bagi
eksistensi NU sendiri. Sebab dari lembaga tersebut, NU dapat menyiapkan calon
kader mereka, yang akan ditempatkan di posisi strategis.
Hal ini sekaligus
menjadi jawaban dari pertanyaan “nyinyir” beberapa pihak yang pernah
mempertanyakan, apakah NU sudah mempersiapkan tokoh-tokoh untuk calon menteri,
duta besar, gubernur, dan sebagainya berapa NU memiliki Mr, Dr, Ir?
Penulis mendapatkan
sejumlah catatan penting, dari buku yang diterbitkan UNU Surakarta, bahwa untuk
merealisasikan rencana ini, terlebih dahulu dibentuk sebuah panitia yang
diketuai KH R. Chasbullah (Jakarta), Wakil Ketua Kiai Raden M Dimyati al-Karim
(Surakarta), Sekretaris R Suprapto (Surakarta) dan Wakil Sekretaris A Sarnadi
(Surakarta). Untuk jabatan Bendahara KH Mochtar Rosjadi (Surakarta), Wakil Bendahara
KH A Mudzakir (Surakarta) dan pembantu kepanitiaan ada dua orang, yakni, Ruhani
(Surakarta) dan H Mustahal Ahmad BA (Surakarta).
Panitia kemudian
berkonsultasi ke sejumlah tokoh di Jakarta pada tanggal 13–14 Mei 1958. Mereka
yang ditemui antara lain KH Abdul Wahab Chasbullah (Rais ‘Aam PBNU), KH Masjkur
(Menteri Agama RI), Dr KH Idham Chalid (Wakil Perdana Menteri II/Ketua Umum
PBNU), KH Saifuddin Zuhri (Sekjen PBNU), Abdul Azis Diyar (Ketua PB LP Maa’rif)
dan lainnya.
Rektor Pertama Kiai
Idham
Setelah berdiri,
posisi rektor dipegang Dr KH Idham Chalid (periode 1958-1975), didampingi KRM
Dimyati Al Karim sebagai dekan. Untuk sekretaris dipercayakan kepada KH Mochtar
Rosjadi, TU dipegang H Mustahal Ahmad BA, Bagian Pengajaran S Mulyono dan
Bagian Keuangan, A Sarnadi.
Estafet posisi rektor
kemudian dilanjutkan Prof RHA Soenarjo SH (1975-1992), KH Abdul Wahab Shiddiq
Lc (Ketua STAINU Surakarta periode 1994-2000), KH Mahfudh Ridwan MA (Rektor UNU
periode 2000-2010), dan Dr H Ahmad Mufrod Teguh Mulyo (2010 - sekarang).
Sedangkan untuk
fakultas yang pertama kali dibuka yakni Kulliyatul Qadha (Fakultas Hukum
Islam). Sejumlah ulama besar ikut mengabdikan diri untuk menjadi pengajar, di
antaranya Seperti KH Abdul Wahab, DR KH Idham Chalid, KH Anwar Musadad, Mr
Imron Rosjadi, Mr RA Soenarjo, KH Mochtar Rosjadi, KRM Al Karim, dan lain
sebagainya.
Hj Aminatun Imam
Syuhuri, salah satu mahasiswi kulliyatul qadha PTI-NU Surakarta di periode
awal, ia mengenang ketika itu lokasi kampus masih terletak di sebelah Masjid
Tegalsari Laweyan Surakarta.
“Dulu gedung kuliah
di Madrasah Asasut Ta’mir (sekarang SD Ta’mirul Islam, pen) di sebelah Masjid
Tegalsari,” kenang Hj Aminatun, yang kemudian juga menjadi pengajar di UNU
Surakarta.
Aminatun sendiri,
merupakan satu dari sedikit perempuan yang di masa tersebut berkesempatan untuk
mengenyam bangku kuliah. Dari sebuah foto Dies Natalis (Harlah) ke-III PTI-NU
Surakarta, 2 Oktober 1961, hanya terdapat 7 perempuan yang ikut berfoto bersama
puluhan mahasiswa lainnya.
Sedangkan nama-nama
mahasiswa di periode awal, antara lain KH Mahdi Salam, KH Ma’mun Muhammad
Murai, KH Irfan Zidni, KH Nuril Huda, H M Laily Mansur. Dua nama terakhir
merupakan tokoh pendiri PMII.
Dalam
perkembangannya, tahun 1961, nama perguruan tinggi ini pun diubah. Yakni, dari
PTI-NU menjadi Universitas Nahdhatul Ulama (UNU) Surakarta, kemudian berubah
menjadi Institut Agama Islam Nahdhatul Ulama (IAINU) Surakarta. Tahun 1991,
nama kembali berubah menjadi STAINU Surakarta, dan terakhir pada tahun 2000
berubah menjadi UNU Surakarta yang bertahan hingga sekarang.
Sumber :
1. Buku wisuda UNU
Surakarta
2. Wawancara Ibu Hj.
Aminatun, 11 Mei 2015, di Sondakan, Laweyan, Surakarta.
3. Saifuddin Zuhri,
Berangkat dari Pesantren, LKiS (2013)
[]
(Ajie Najmuddin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar