KH. Mas Abdurrahman
dari Mathla'ul Anwar ke NU
Ada beberapa
organisasi yang memiliki hubungan erat dengan NU. Di Lombok, Nusa Tenggara
Barat ada namanya Persatuan Ulama Islam Lombok (PUIL) yang berpusat di Ampenan.
Ketika NU berdiri, para tokohnya meleburkan organisasnya dengan NU.
Di Sulawesi Selatan
ada Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI). Para pengurusnya banyak yang merangkap
dengan menjadi pengurus NU. Misalnya KH Ali Yafie. Dan itu sepertinya tidak ada
persoalan bagi dua organisasi ini.
Di Sumatera Barat ada
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) yang didirikan Syekh Sulaiman Ar-Rasuli.
Dengan organisasi ini pun NU memiliki sejarah hubungan yang sangat erat. Bahkan
bersama-sama mendirikan Liga Muslimin Indonesia pada tahun 1952. Para tokoh dua
organisasi ini pun saling mempromosikan. Majalah Berita Nahdlatoel Oelama
misalnya merokomendasikan pembacanya untuk membaca buku karya-karya tokok Perti
KH Sirojuddin Abbas. Tak heran makanya karyanya menjadi konsumsi di
pesantren-pesantren NU.
Hal itu terjadi
karena pemikiran dan haluan organisasi tersebut sejalan dengan NU. Di Subang,
ada kiai bernama Moch Anwar. Ia pernah menjadi pengurus NU di Karawang dan di
Subang sendiri, tapi kemudian menjadi pengurus Perti.
Di Sumatera Utara ada
organisasi Al-Washliyah. Organisasi itu tetap eksis hingga sekarang. Namun, di
antara anggota dan pengurusnya, dalam waktu yang sama aktif juga di NU. Bisa
ditemukan misalnya KH Fadlan Zainuddin. Ia adalah anggota Al-Wahsliyah yang
menjadi Ketua Jam’iyyatul Qurra wal-Huffaz NU, badan otonom tempat berkumpulnya
pra qari dan qariah dan penghafal Al-Qur’an.
Di Pandeglang ada
namanya Mathlaul Anwar yang didirikan oleh beberapa kiai, salah seorang di
antaranya adalah KH Mas Abdurrahman. Namun, ketika salah seorang sahabatnya,
Hadratussyekh KH Hasyim Asy'ari mendrikan NU, para pendiri Math'laul Anwar
sepakat meleburkan diri dengan NU.
KH Mas Abdurrahman
sendiri merupakan kiai yang sejak awal ikut muktamar NU pertama di Surabaya.
Bahkan ia didudukan pada posisi syuriyah. Satu-satunya kiai dari Jawa Barat
yang mendapakannya.
Mungkin karena
ketokohan dia juga sehingga Muktamar NU ke-13 berlangsung di daerahnya, di
Menes.
Pada muktamar ketiga,
ia kembali duduk di Syuriyah HBNO. Dan dia merupakan satu-satunya ulama dari
Jawa Barat yang mendapat kedudukan itu. Ia hadir pula di muktamar
keempat, Semarang tahun 1929.
Pada muktamar ketiga
itu ia menjadi pemimpin di Majelis ketujuh dengan anggota Kiai Hasyim, Kiai
Ridwan, Kiai Asnawi, Kiai Yasin (Banten). Ia juga menjadi anggota pada Komisi
Lima. Muktamar-muktamar selanjutnya ia terus mengikuti, diantaranya muktamar
ke-15 di Surabaya. Sepanjang hidupnya, ia mengikuti muktamar NU, kecuali saat
berlangsung di luar Jawa, yaitu pada tahun 1936 di Banjarmasin.
KH Mas Abdurahman
lahir sekitar 1875 dan wafat tahun 1942. Ia dimakamkan di Sodong, Menes. Ia
pernah nyantri di Pesantren Sarang (Jawa Tengah), Pesantren Agung Caringin,
Purwakarta (Jawa Barat), dan berguru di Makkah. Di sanalah ia bertemu dengan
tokoh-tokoh yang kemudian mendirikan NU.
Ayahnya bernama
Jamal. Dari silsilahnya, ia merupakan keturunan sultan Banten sehingga namanya
diawali Mas. []
(Abdullah
Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar