Habib Utsman Rais
Syuriyah PWNU Jabar 1960-1970
KH Habib Utsman bin
Husein bin Utsman bin Abdurrahman Al-Idrus lahir di Kota Bandung pada tanggal l
Ramadhan 1329 H bertepaten dengan (1911 M.) Ia adalah ulama dan tokoh
masyarakat Jawa Barat yang dikenal tidak saja karena pemikiran-pemikirannya
seperti yang tertuang dalam berbagai media, melainkan juga karena perhatiannya
yang sangat besar kepada dunia kependidikan.
Ia adalah pendiri
Yayasan Assalaam yang bergerak dalam bidang pendidikan formal, mulai dari
jenjang Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Umum, maupun nonformal, serta
dalam bidang sosial keagamaan.
Ia juga perintis dan
pendiri Universitas Nahdlatul Ulama (UNNU) yang merupakan cikal bakal
Universitas Islam Nusanlara (Uninus) sekarang ini, dan anggola Dewan Kurator
Universilas Islam Bandung (UNISBA) (1962-1985).
Pergaulannya luas. Ia
dikenal dengan berbagai tokoh termasuk kalangan pemerintahan. Hal itu
menjadikannya seorang tokoh masyarakat yang disegani.
Dalam keluarga besar
Nahdlatul Ulama, terutama di Jawa Barat, ia mendapatkan tempat tersendiri. Di
kalangan NU sendiri tercipta kultur penghormalan tinggi kepada keturunan Nabi
Muhammad (habaib). Namun, di kalangan NU, ia dihormati tidak saja karena kehabibannya,
melainkan karea keulamaannya dan perjuangannya di organisasi itu.
Habib Utsman tercatat
Rais Syuriyah NU tingkat Kotamadya Bandung (1950-1955) dan kemudian Rais
Syuriyah Pengurus Wilayah NU Jawa Barat (1960-1970). Pada tingkatan nasional,
ia terpilih sebagai Ketua Panitia Muktamar NU ke-24 (1967) di Bandung.
Di kalangan NU, ia
dikenal dekat dengan tokoh-tokoh nasional seperti KH Idham Chalid, H. Subhan
Z.E., KH Anwar Musyadad, KH Saifuddin Zuhri, KH Burhan, dan KH Moch. Dahlan.
Juga H Mahbub Djunaidi, seorang kolumnis terkenal di samping tokoh NU. Bahkan
Mahbub Djunaidi dikebumikan di pemakan keluarga sang habib.
Karena kecintaannya
kepada NU, ia mengajak kiai di Jawa Barat untuk aktif di NU. Salah satu kiai
yang pernah dimintanya adalah KH Ahmad Syuja’i Cianjur, salah seorang kiai yang
banyak melahirkan tokoh NU di wilayah Sukabumi, Bogor dan Cianjur sendiri, saat
ini.
Beliau sendiri,
bersama dengan KH Abdul Hamid dan KH Abdullatief Yasin dikenal sebagai tiga
serangkai yang selalu bersama-sama dan seia sekata dalam melaksanakan tugas
berdakwah dan berorganisasi di NU.
Dekat dengan Kalangan
Pesantren
Meski seorang habib,
ia menuntut ilmu kepada kalangan pesantren Sunda. Pada masa mudanya, ia pernah
nyantri di pondok pesantren terkenal, yaitu Gentur, Cianjur, yang diasuh Mama
Ajengan KH Ahmad Syatibi. Sebuah pesantren yang melahirkan tokoh-tokoh besar,
di antaranya KH Ahmad Sanusi (Sukabumi), pengarang Tafsir Raudlatul Irfan dan
pendiri organisasi Al-Ittihadul Islamiyah (AII, yang kemudian bergabung dengan
Perkumpulan Ulama menjadi Persatuan Umat Islam, PUI).
Sepulang menghabiskan
waktu empat tahun mengaji kepada Gentur, Habib Utsman menjadi santri kelana. Ia
kemudian berguru ke pesatren-pesantren lainnya. Ia melakukan tabaruk kepada
para ulama pimpinan pesantren.
Ia kemudian menjalin
hubungan dekat dengan tokoh-tokoh pesantren di antaranya dengan KH Abdullah
Falak, Pagentongan (tokoh NU Bogor), KH Sholeh Madani (Cianjur), Mama Ajengan
Santang dan KH Abdumhman, KH Tubagus Bakri (Mama Sempur), ketiganya di
Purwakarta, Mama Cibaduyut, Mama Cijawura (Bandung) dan lain-lain.
Beliau dikenal
sangat-istiqonmh dalam melaksanakan amaliah kesehatian. Beliau bangun pada
sekilar pukul liga dini hnri, melaksanakan shalat malam, mengaji, memimpin
shalat. Kemudian memberikan ceramah subuh, ceramah dluha, dan melaksanakan
tugas-tugasnya di Yayasan Assalaam. Dengan naik sepeda, kemudian bertabligh.
Di tengah
kesibukannya itu, ia menuangkan pemikiran dari keilmuannya melalui buletin yang
rutin diterbitkan 1974-1985. Kemudian dikumpulkan menjadi sebuah buku
yang diberi judul, Panggilan Selamat. Karyanya yang lain adalah Sumber
Peradaban, Al-Muslih dan Tutungkusan.
Secara garis besar,
khazanah pemikirannya terbagi ke dalam beberapa topik antara lain, Islam sebagai
agama yang haq, hakikat manusia, hakikat kehidupan, arkanul iman dan
implikasinya dalam amal saleh, arkanul Islam berikut hikmah amaliahnya, akhlak
dan tasawuf, peristiwa-peristiwa besar yang sarat makna, Asmaul Husna, dan
kapita selekta tentang kehidupan sehari-hari.
Menurut Habib Utsman,
agama Islam adalah agama yang haq (benar), pembawa damai dan selamat. Agama
Islam diperuntukan bagi manusia hidup, yang hidup akal pikirannya, perasaannya,
kemauannya, dan tujuan hidupnya. Dengan agama manusia berbeda dengan binatang,
dengan agama manusia menjadi makhluk yang mulia dibandingkan dengan makhluk
lainnya.
Kesempurnaan ilmu
seseorang baru berarti apabila disertai agama. Tujuan agama adalah kebenaran
dan sasaran ilmu juga kebenaran. Keduanya menuju kebenaran mutlak. Oleh karena
itu, ilmu tidak boleh bertentangan dengan agama. Ilmu untuk mengetahui dan
agama untuk merasakan, menghayati, dan mengamalkannya. Ilmu itu bendanya dan
agama adalah jiwanya.
Habib Utsman wafat
pada 7 Maret 1985 di Bandung dalam usia 74 tahun. Meski dia telah tiada,
warisan keilmuannya terwariskan kepada murid dan anak cucunya, yaitu lembaga
pendidikan dan karya tulis. Perjuangannya di NU dilanjutkan salah seorang
putranya, Habib Syarif yang pernah menjadi Ketua PWNU Jawa Barat dan kini
menjadi mustasyar PCNU Kota Bandung. []
(Abdullah Alawi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar