Senin, 12 November 2018

BamSoet: Mengamankan Stok Beras di Tahun Politik


Mengamankan Stok Beras di Tahun Politik
Oleh: Bambang Soesatyo

Pemerintah harus all out meng­aman­kan ketersediaan be­ras di dalam ne­ge­ri agar tidak terjadi spekulasi harga sepanjang tahun politik 2019. Karena itu, tim ekonomi di Kabinet Kerja harus mampu memberi pesan yang jelas dan tegas tentang ketersediaan beras.

Selain ketersediaan beras yang harus lebih dari cukup, pe­merintah pun ditantang untuk memastikan harga komoditi pangan yang satu ini stabil alias tidak naik. Perhatian dan per­la­kuan yang sama pun hendaknya diberikan pada komoditas ke­bu­tuhan pokok lainnya. Bagai­ma­napun di tahun politik, isu tentang harga kebutuhan po­kok bisa menjadi sangat sensitif.

Ketika terjadi kenaikan har­ga kebutuhan pokok, apalagi beras, ke­kuatan oposisi akan meng­go­reng isu kenaikan harga untuk me­rusak kredibilitas peme­rin­tah. Faktor ini patut di­garis­ba­wahi oleh tim ekonomi di Kabinet Kerja, mengingat ke­kuatan opo­si­si sejak beberapa bulan bela­kangan ini konsisten menyoal harga kebutuhan po­kok serta mengeksploitasi ke­luh kesah emak-emak tentang harga.

Memasuki pekan ketiga Ok­to­ber 2018, masalah keter­se­dia­an beras untuk awal tahun 2019 sempat menjadi per­bin­cangan. Oleh karenanya, per­bin­cangan itu fokus pada aman ti­daknya stok beras di awal 2019, sudah barang tentu pe­me­rintah perlu memberi per­ha­ti­an sekaligus tanggapan. Apa­lagi persoalan ini diangkat ke permukaan oleh ko­munitas yang sehari-hari meng­amati aspek produksi, penga­da­an, ser­ta per­min­taan dan pena­war­an beras di pasar dalam ne­geri, yakni asosiasi pengusaha ter­­ga­bung dalam Per­satuan Peng­­­­gi­lingan Padi dan Pengusaha Be­ras Indonesia (Per­padi). Su­dah pasti bahwa mereka pun ber­ar­gumentasi berdasarkan data resmi.

Perpadi memunculkan per­ki­raan bahwa akan terjadi pe­nyu­sutan stok beras di dalam negeri pada awal 2019 karena ber­ku­rang­nya pasokan. Peme­rin­tah pun diminta menyiap­kan lagi opsi impor. Namun, se­perti di­ke­tahui bersama, untuk 2019, pemerintah belum sam­pai pada opsi impor. Bah­kan, Badan Urusan Lo­gis­tik (Bu­log) memastikan ke­ter­se­dia­an be­ras masih pada level aman hing­ga Juni 2019 .

Namun, karena hal ini ber­kait langsung dengan kebu­tuh­an ra­tusan juta jiwa, apa yang di­ke­mu­kakan Perpadi perlu ju­ga di­garisbawahi pemerintah. Mi­nimal mewaspadai ke­mung­kin­an terburuk. Dengan begitu, pe­me­rintah harus bekerja eks­tra­keras mengamankan stok beras sekaligus mengelola har­ga pada level yang membuat ma­syarakat merasa nyaman.

Perkiraan mengenai me­nyu­sut­nya volume ketersediaan be­ras di awal 2019 mengacu pa­da data atau fakta yang memang tidak boleh dianggap remeh. Asumsi mengenai menyu­sut­nya stok beras di dalam negeri muncul karena terjadi kenaikan harga beras medium pada Sep­tem­ber 2018 dari sebelumnya Rp9.198 menjadi Rp 9.310 per ki­logram, sebagaimana telah di­publi­ka­si­kan Badan Pusat Sta­tistik (BPS). Ke­naikan harga itu terjadi diduga karena ber­ku­rangnya pasokan ke pasar. Ka­lau dugaan itu benar, ten­tu per­tanyaannya adalah me­nga­pa pasokan ke pasar ber­ku­rang?

Sangat mudah untuk dipa­hami publik bahwa periode ke­keringan yang panjang dan eks­trem otomatis memengaruhi masa tanam dan menyebabkan bergesernya musim panen. Dari kecenderungan itu, masuk akal pula jika Perpadi mem­pe­ringa­t­kan pemerintah akan kemung­kin­an terjadinya kekosongan beras pada Januari, Februari, dan Maret 2019.

Pada awal 2019 diasumsikan bahwa volume stok beras di level aman minimal 9-10 juta ton un­tuk menutupi kebutuhan Ja­nuari hingga Maret plus ke­bu­tuhan yang muncul akibat hal-hal tak terduga. Para pengamat maupun anggota Perpadi meng­ingatkan potensi me­nyu­sutnya keter­se­dia­an karena stok beras di dalam negeri di­per­kirakan maksimal 4 juta ton. Karena itu, muncul reko­men­dasi agar pemerintah me­nyiap­­kan opsi impor beras lagi.

Perbarui Prognosa

Pesan Bulog bahwa stok be­ras aman hingga Juni 2019 ha­rus dipercaya. Akan tetapi, ber­da­sarkan perkembangan harga beras sebagaimana tercermin pada September 2018 itu, pesan Bulog itu bisa ditanggapi ber­be­da oleh pasar. Benar bahwa ada sur­plus beras yang mendekati tiga juta ton, tetapi apakah vo­lume sur­plus tersebut bisa me­respons dengan efektif per­min­taan pasar yang kadang kala me­lampaui per­kiraan. Artinya, da­lam mene­tap­kan volume stok beras harus ada keberanian me­munculkan per­ki­raan tentang peningkatan besar­an konsumsi pada saat tertentu yang tentu berakibat pada me­nge­cilnya volume surplus beras. Mi­sal­nya, ketika pemerintah ha­rus menyediakan beras di daerah bencana, seperti Palu-Dong­ga­la dan Lombok, surplus beras di­pas­tikan menyusut.

Maka itu, jelas bahwa untuk men­angkal spekulasi pada ke­mu­dian hari, Bulog bersama tim ekonomi di Kabinet Kerja harus mampu memberi pesan jelas dan tegas tentang ke­ter­se­diaan beras sejak awal 2019. Pe­san yang jelas dan tegas itu men­jadi sangat pen­ting karena pada 2019 Indonesia masuk tahun politik yang meng­agendakan pe­milihan presiden dan wakil pre­siden serta pemi­lih­an ang­go­ta DPR/DPRD.

Tidak hanya faktor keter­se­dia­­an beras yang harus lebih dari cukup. Bahkan, peme­rin­tah pun ditantang agar me­mas­tikan har­ga komoditi pangan yang satu ini stabil alias tidak naik. Perhatian dan perlakuan sama pun hen­dak­nya diberikan pada komoditas ke­bu­tuhan po­kok lainnya. Men­jadi pema­ham­an bersama bahwa ter­wu­jud­nya stabilitas harga ke­bu­tuhan pokok menjadi faktor sig­ni­fikan bagi stabilitas politik nasio­nal demi mulusnya pelak­sa­na­an pe­­­mi­lihan presiden dan ang­gota par­­­le­men pada tahun men­da­tang.

Untuk menanggapi apa yang diperkirakan Perpadi dan para pengamat itu, tim ekonomi Ka­binet Kerja bersama Bulog perlu memperbaruiprognosa potensi ketersediaan beras sepanjang 2019. Memperbarui perkiraan itu tentu relevan, karena ber­ge­sernya musim tanam dan panen akibat kekeringan ekstrem pa­da sejum­lah wilayah di dalam ne­ge­ri, ter­ma­suk daerah-dae­rah pro­du­sen beras. Itu pun bu­kan aib jika dalam prognosa ter­sebut dima­suk­kan pula opsi impor beras pada 2019.

Dengan prognosa yang di­per­barui plus opsi impor, peme­rin­tah dan Bulog secara tidak lang­sung akan memberi pesan sangat jelas dan tegas bah­wa­sa­nya stok beras di dalam negeri akan aman karena sudah disiap­kan strategi peng­aman­annya. Jika pesan seperti ini sampai ke pasar, ruang bagi para spekulan untuk meng­go­reng har­ga beras akan tertutup. Khusus beras, pemerintah me­mang harus all out mela­ku­kan pengamanan dari aspek ke­tersediaan dan harga sejak awal 2019. Jika tim ekonomi Ka­bi­net Kerja dan Bulog lengah atau minimalis, gejolak harga beras akan menjadi senjata bagi opo­sisi untuk mendiskreditkan pe­merintah, yang pada gilirannya akan memengaruhi elekta­bi­li­tas Presiden Joko Widodo se­ba­gai calon petahana di Pilpres 2019.

KORAN SINDO, 12 November 2018
Bambang Soesatyo | Ketua DPR RI/Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar