Pondok
Pesantren Langitan, Tuban – Jawa Timur
Lokasi dan Asal Nama
Langitan
Pondok Pesantren Langitan adalah termasuk salah satu lembaga pendidikan
Islam tertua di Indonesia. Berdirinya lembaga ini jauh sebelum Indonesia
merdeka yaitu tepatnya pada tahun 1852 M, di Dusun Mandungan Desa Widang
Kecamatan Widang Kabupaten Tuban Jawa Timur. Komplek Pondok Pesantren Langitan
terletak di samping Bengawan Solo dan berada di atas areal tanah seluas kurang
lebih 7 hektar serta pada ketinggian kira-kira tujuh meter di atas permukaan
laut.
Lokasi pondok berada kira-kira empat ratus meter sebelah selatan ibukota
Kecamatan Widang, atau kurang lebih tiga puluh kilo meter sebelah selatan ibu kota Kabupaten Tuban, juga
berbatasan dengan Desa Babat Iecamatan Babat Kabupaten Lamongan dengan jarak
kira-kira satu kilo meter. Dengan lokasi yang setrategis ini Pondok Pesantren
Langitan menjadi mudah untuk dijangkau melalui sarana angkutan umum, baik
sarana transportasi bus, kereta api, atau sarana yang lain. Adapun nama
Langitan itu adalah merupakan perubahan dari kata Plangitan, kombinasi dari
kata plang (jawa) berarti papan nama dan wetan (jawa) yang berarti timur.
Memang di sekitar daerah Widang dahulu, tatkala Pondok Pesantren Langitan ini
didirikan pernah berdiri dua buah plang atau papan nama, masing-masing terletak
di timur dan barat. Kemudian di dekat plang sebelah wetan dibangunlah sebuah
lembaga pendidikan ini, yang kelak karena kebiasaan para pengunjung menjadikan
plang wetan sebagai tanda untuk memudahkan orang mendata dan mengunjungi pondok
pesantren, maka secara alamiyah pondok pesantren ini diberi nama Plangitan dan
selanjutnya populer menjadi Langitan. Kebenaran kata Plangitan tersebut
dikuatkan oleh sebuah cap bertuliskan kata Plangitan dalam huruf Arab dan
berbahasa Melayu yang tertera dalam kitab “Fathul Mu’in” yang selesai ditulis
tangan oleh KH. Ahmad Sholeh, pada hari Selasa 29 Rmbiul Akhir 1297 Hijriyah.
Sejarah Berdiri
Lembaga pendidikan yang sekarang ini dihuni oleh lebih dari 5500 santri
yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan sebagian Malaysia ini
dahulunya adalah hanya sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren
Langitan, KH. Muhammad Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan
tetangga dekat untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni penjajah dari
tanah Jawa
KH. Muhammad Nur mengasuh pondok ini kira-kira selama 18 tahun (1852-1870
M), kepengasuhan pondok pesantren selanjutnya dipegang oleh putranya, KH. Ahmad
Sholeh. Setelah kira-kira 32 tahun mengasuh pondok pesantren Langitan
(1870-1902 M.) akhirnya beliau wafat dan kepengasuhan selanjutnya diteruskan
oleh putra menantu, KH. Muhammad Khozin. Beliau sendiri mengasuh pondok ini
selama 19 tahun (1902-1921 M.). Setelah beliau wafat matarantai kepengasuhan
dilanjutkan oleh menantunya, KH. Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih 50 tahun
(1921-1971 M.), dan seterusnya kepengasuhan dipercayakan kepada adik kandungnya
yaitu KH. Ahmad Marzuqi Zahid yang mengasuh pondok ini selama 29 tahun
(1971-2000 M.) dan keponakan beliau, KH. Abdulloh Faqih. Untuk lebih jelasnya
tentang biografi para Pengasuh Pondok Pesantren Langitan dapat dibaca dalam
“Biografi Ringkas Lima Pengasuh Pondok Pesantren Langitan”.
Perjalanan Pondok Pesantren Langitan dari periode ke periode selanjutnya
senantiasa memperlihatkan peningkatan yang dinamis dan signifikan namun
perkembangannya terjadi secara gradual dan kondisional. Bermula dari masa KH.
Muhammad Nur yang merupakan sebuah fase perintisan, lalu diteruskan masa H.
Ahmad Sholeh dan KH. Muhammad Khozin yang dapat dikategorikan periode
perkembangan. Kemudian berlanjut pada iepengasuhan KH. Abdul Hadi Zahid, KH.
Ahmad Marzuqi Zahid dan KH. Abdulloh Faqih yang tidak lain adalah fase
pembaharuan.
Dalam rentang masa satu setengah abad Pondok Pesantren Langitan telah
menunjukkan kiprah dan peran yang luar biasa, berawal dari hanya sebuah surau
kecil berkembang menjadi Pondok yang representatif dan populer di mata
masyarakat luas baik dalam negeri maupun manca negara. Banyak tokoh-tokoh besar
dan pengasuh pondok pesantren yang dididik dan dibesarkan di Pondok Pesantren
Langitan ini, seperti KH. Kholil Bangkalan, KH. Hasyim Asy’ary, KH. Syamsul
Arifin (ayahanda KH. As’ad Syamsul Arifin) dan lain-lain.
Dengan berpegang teguh pada kaidah “Al-Muhafadhotu Alal Qodimis Sholeh Wal
Akhdu Bil Jadidil Ashlah” (memelihara budaya-budaya klasik yang baik dan
mengambil budaya-budaya yang baru yang konstruktif), maka Pondok Pesantren
Langitan dalam perjalanannya qenantiasa melakukan upaya-upaya perbaikan dan
kontektualisasi dalam merekonstruksi bangunan-bangunan sosio kultural,
khususnya dalam hal pendidikan dan manajemen.
Usaha-usaha ke arah pembaharuan dan modernisasi memang sebuah konsekwensi
dari sebuah dunia yang modern. Namun Pondok Pesantren Langitan dalam hal ini
mempunyai batasan-batasan yang kongkrit, pembaharuan dan modernisasi tidak
boleh merubah atau mereduksi orientasi dan idealisme pesantren.
Sehingga dengan demikian Pondok Pesantren Langitan tidak sampai
terombang-ambing oleh derasnya arus globalisasi, namun justru sebaliknya dapat
menempatkan diri dalam posisi yang strategis, dan bahkan kadang-kadang dianggap
sebagai alternatif.
Asal Santri dan
Keadaannya
Santri putra Pondok Pesantren Langitan pada akhir periode ini berjumlah
1749 orang santri dari jumlah keseluruhan santri Pon. Pes. Langitan
(putra/putri) yang berjumlah kurang lebih 5.000 orang santri. Jumlah santri
saat ini mengalami penurunan bila dibandingkan dengan jumlah santri pada awal
periode ini yang mencapai mencapai 2.022 orang.
Santri sebanyak itu semuanya ditempatkan dalam 25 pondok/asrama (10 asrama
santri putra, 15 asrama putri) di Pon. Pes. Langitan. Penurunan jumlah santri
yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini lebih banyak disebabkan oleh
menurunnya kondisi perekonomian rakyat Indonesia.
Santri sebanyak itu tidak hanya berasal dari daerah sekitar pesantren saja,
tetapi juga berasal dari daerah – daerah lain yang cukup jauh, misalnya dari
pulau – pulau lain bahkan dari luar negeri. Ini menandakan bahwa Pon. Pes.
Langitan dengan tipologi salafnya, dan dengan sistem dan metodologi yang
diterapkannya, benar-benar telah diterima oleh masyarakat.
Sarana dan Prasarana
Tuntutan bagi sebuah percapaian ilmu sangat erat kaitannya dengan
tersedianya sarana dan pra sarana yang representatif. Dalam hal ini upaya
kongkrit telah dilakukan oleh Poldok Pesantren Langitan dengan melakukan
penataan, pelestarian, dan pengembangan dalam bidang sarana dan pra sarana.
Adapun fasilitas atau sarana yang telah disediakan oleh Pondok Pesatren
Langitan adalah:
a.
Tempat tinggal / asrama ( 20 asrama putra – putri)
b.
Tempat Ibadah
c.
Gedung tempat belajar mengajar
d.
Pusat perbelanjaan
e.
Kantin
f.
Ruang perawatan (POSKESTREN)
g.
Gedung perpustakaan
h.
Wartel
i.
Gedung pelatihan
j.
Lapangan olah raga
k.
Simpusan (Simpanan untuk santri).
Pendidikan dan
Pengajaran
Pondok pesantren secara umum bagamanapun tipe dan latar belakangnya
meletakkan pendidikan dan pengajaran sebagai tolak ukur bagi
aktifitas-aktifitas lainnya. Dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pengajaran
merupakan jantung dan sumber kehidupan terhadap kelangsungan dan eksistensi
sebuah pesantren.
1. Tujuan
Tujuan pendidikan dan pengajaran di Pondok Pesantren Langitan adalah tidak
lepas dari tiga pokok dasar:
a. Membina anak didik menjadi manusia yang memiliki ilmu pengetahuan agama
yang luas (‘alim) yang bersedia mengamalkan ilmunya, rela berkorban dan
berjuang dalam menegakkan syiar Islam.
b. Membina anak didik menjadi manusia yang mempunyai keperibadian yang baik
(sholeh) dan bertaqwa kepada Alloh SWT serta bersedia menjalankan syariatnya.
c. Membina anak didik yang cakap dalam persoalan agama (kafi), yang dapat
menempatkan masalah agama pada proporsinya, dan bisa memecahkan berbagai
persoalan yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat
2. Methodologi
Sebuah program tanpa didasari oleh methode yang baik tidak akan berjalan
efektif. Bahkan kadang-kadang dapat berbalik arah dari orientasi semula. Pondok
Pesantren Langitan selama kurun waktu yang cukup panjang ini telah menerapkan
beberapa methode pendidikan dan pengajaran dalam sistem klasikal (madrasiyah)
dan non klasikal (ma’hadiyah).
a. SISTEM KLASIKAL (MADRASIYAH)
Sistem pendidikan klasikal adalah sebuah model pengajaran yang bersifat
formalistik. Orientasi pendidikan dan pengajarannya terumuskan secara teratur
dan prosedural, baik meliputi masa, kurikulum, tingkatan dan
kegiatan-kegiatannya.
Pendidikan dengan sistem klasikal ili di Pondok Pesantren Langitan (baik
pondok putra maupun pondok putri) telah berdiri tiga lembaga yaitu Al
Falahiyah, Al Mujibiyah dan Ar raudhoh.
Lembaga pendidikan Al Falahiyah berada di pondok putra, lembaga pendidikan
ini henjang pendidikannya mulai dari RA/TPQ dengan masa pendidikan selama 2
tahun, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah,
masing-masing masa pendidikannya 3 tahun.
Lembaga pendidikan Al Mujibiyah berada di pondok putri bagian barat. Adapun
tingkat pendidikannya adalah mulai dari tingkat MI, MTs dan MA, masing-masing
selama 3 tahun.
Lembaga pendidikan Ar raudhoh berada di pondok putri di bagian timur. Fase
pendidikannya adalah mulai MI, MTs, MA, masing-masing selama tiga tahun.
Ketiga lembaga di atas satu sama lain memiliki kesamaan dan keserupaan
hampir dalam semua aspek termasuk juga kurikulumnya, karena ketiganya berada di
bawah satu atap yaitu Pondok Pesantren Langitan . Adapun kurikulum Pondok
Pesantren Langitan dapat dibaca pada “Daftar Kurikulum Madrasah Al Falahiyah
Pondok Pesantren Langitan”.
Sebagai penunjang dan pelengkap kegiatan yang berada di madrasah dan
bersifat mengikat kepada semua peserta didik sebagai wahana mempercepat proses
pemahaman terhadap disiplin ilmu yang diajarkan, maka di Pondok Pesantren
Langitan juga diberlakukan ekstra kurikuler yang meliputi:
- Musyawaroh atau Munadzoroh (diskusi)
Kegiatan musyawaroh berlangsung setiap malam mengecualikan malam Rabo dan
malam Jum’at. Methode ini dimaksudkan sebagai media bagi peserta didik untuk
menelaah, memahami dan mendalami suatu topik atau masalah yang terdapat dalam
masing-masing kitab kuning.
Dari aktivitas ini diharapkan lahir sebuah generasi potensial yang memiliki
pemikiran-pemikiran kritis dan berwawasan luas s%rta terampil dalam menyerap
dan menggali suatu materi sekaligus mensosialisasikannya iepada masyarakat
luas.
-
Muhafadhoh
(hafalan)
Methodhe muhafadhoh atau hafalan adalah sebuah sistem yang sangat identik
dengan pendidikan tradisional termasuk pondok pesantren. Kegiatan ini j5ga
bersifat mengikat kepada setiap peserta didik dan diadakan setiap malam selasa.
Adapun standart iitab yang dijadikan obyek hafalan (muhafadhoh) menurut
tingkatannya masing-masing adalah ALALA, RO’SUN SIRAH, AQIDATUL AWAM,
HIDAYATUSSIBYAN, TASHRIF AL ISTILAKHI DAN LUGHOWI, QOWAIDUL I’LAL , MATAN AL
JURUMIYAH, TUHFATUL ATHFAL, ARBA’IN NAWWAWI, ‘I RITHI, MAQSHUD, ‘IDATUL FARID,
ALFIYAH IBNU MALIK, JAWAHIRUL MAKNUN, SULAMUL MUNAWAROQ DAN QOWAIDUL FIQHIYYAH.
b. SISTEM NON KLASIKAL
(MA’HADIYYAH)
Pendidikan non klasikal dalam Pondok Pesantren Langitan ini menggunakan
methode wethon atau bandongan dan sorogan. Methode wethon atau bandongan adalah
sebuah model pengajian di mana seorang kiai atau ustadz membacakan dan
menjabarkan isi kandungan kitab kuning sementara murid atau santri mendengarkan
dan memberi ma’na.
Adapun sistem sorogan adalah berlaku sebaliknya yaitu santri atau murid
membaca sedangkan kiai atau ustadz mendengarkan sambil memberikan
pembetulan-pembentulan, komentar atau bimbingan yang diperlukan. Kedua methode
ini sama-sama mempunyai nilai yang penting dan ciri penekanan pada pemahaman
sebuah disiplin ilmu, keduanya saling melengkapi satu sama lainnya.
Dalam pelaksanaannya qistem non klasikal (ma’hadiyah) ini dibagi menjadi
dua kelompok:
- Umum, yaitu program pendidikan non klasikal yang dilaksanakan setiap hari
(selain hari Selasa dan Jum’at). Adapun waktunya beragam menyesuaikan kegiatan
di madrasah. Pendidikan ini diasuh oleh Majlis Masyayikh, asatidz dan santri
senior.
- Tahassus yaitu program pendidikan khusus bagi santri pasca Aliyah dan
santri-santri lain yang dianggap telah memiliki penguasaan ilmu -ilmu dasar
seperti Nahwu, Shorof, Aqidah, Syariah. Program ini lebih populer disebut
Musyawirin, diasuh langsung oleh Majlis Masyayekh. Adapun pelaksanaanya adalah
setiap hari kecuali hari Selasa dan Jum’at, materi yang diajarkan adalah fan
fiqh seperti Fathul Muin dan Mahalli, dan fan Hadits
Aktivitas
Dalam era globalisasi hampir semua sendi kehidupan umat manusia mengalami
perubahan yang amat dahsyat. lnstitusi sosial kemasyarakatan, kenegaraan,
keluarga bahkan institusi keagamaan tidak luput dari pengaruh arus deras
globalisasi. Akibatnya tidak sedikit terjadi penjomplangan nilai-nilai di
segala bidang kehidupan. Apa reaksi santri dan pesantren menghadapi hal ini?.
Menutup diri? Tentu saja tidak.
Santri adalah bagian dari masyarakat yang telah menanamkan harapan besar
kepadanya. Agar disaat pulang nanti santri mampu mengentaskan mereka dari
penderitaan yang menggerogoti jiwa dan tubuhnya. Mampu membimbing dan
mengarahkan mereka menuju hidup dalam kemapanan. Melihat tugas dan tantangan
yang begitu besar, maka tak ada lagi solusi, selain menjadikan santri sebagai
figur manusia yang kuat jiwanya, tidak mudah terguncang oleh gelombang ganas
kehidupan, juga cerdas dan luas wawasannya agar bisa memecahkan segala masalah
yang menimpa dirinya dan masyarakat sekitarnya. Selain itu juga tanggap dan
terampil.
Untuk membentuk figur santri seperti ini, maka dituntut adanya program yang
betul- betul terarah. Konstruksi bangunan aktifitas santri semuanya harus
mengarah kepada tujuan ili. Disinilah arti penting aktivitas santri dan sistem
bangunannya, karena hal inilah yang akan membentuk kepribadian dan prilaku
santri ketika ia kembali ke tengah – tengah masyarakat.
Al-Hamdulillah, hal ini sudah menjadi perhatian di PP. Langitan. Setidaknya
berbagai aitifitas santri Langitan sudah menuju ke arah sana, meskipun masih
belum mencapai kesempurnaan. []
Sumber: http://langitan.net/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar