Islam sangat Memuliakan Perempuan
اَلحمد لله,
الحمد لله الذى أعد للمؤمنين والمؤمنات جنات تجرى من تحتها الانهار أحمده سبحان
الله تعالى وأشكره على نعمه الغزار, وأشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له الملك
العزيز الغفار, وأشهد أن سيدنا ونبينا محمدا عبده ورسوله المختار, اللهم صل وسلم
وبارك على عبدك ورسولك محمد نور الانوار وسر الاسرار وعلى اله الأبرار واصحابه
الاخيار ومن تبعهم باحسان الى يوم القرار. اما بعد.فيامعاشر المسلمين رحمكم الله
أوصيكم ونفسى بتقوى الله وقد فاز المتقون واحثكم على طاعته لعلكم تفلحون
Ma’asyiaral Muslimin Rahimakumullah
Marilah kita bersama-sama meningkatkan
ketaqwaan kepada Allah swt. diantara bukti ketaqwaan itu adalah meniti ridha
orang tua. Terutama ibu sebagai wanita yang teleh bersusah payah melahirkan dan
membesarkan kita. bukankah ridha Allah swt tergantung pada ridhanya? Dengan
kata lain menghormati orang tua merupakan salah satu artikulasi ketaqwaan
seorang hamba kepada-Nya.
Ma’asyiaral Muslimin Rahimakumullah
Surga di bawah telapak kaki ibu, al-jannatu
tahta aqdamil ummahati. Begitulah Rasulullah saw. mengajarkan kepada umatnya
akan kemuliaan kaum ibu. Wanita dalam Islam mendapat tempat yang mulia, tidak
seperti dituduhkan oleh sementara masyarakat, bahwa Islam tidak menempatkan
wanita sebagai ‘kelas bawah’ dalam tatanan kehidupan masyarakat.
Kedudukan mulia kaum wanita itu ditegaskan
dalam banyak hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim
sebagaimana dikisahkan:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ فَقَالَ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَةٍ قَالَ أُمُّكَ قاَلَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوْكَ (رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ)
“Seorang sahabat datang kepada Nabi Saw..
Kemudian bertanya: “Siapakah manusia yang paling berhak untuk dihormati?”, Nabi
menjawab:”Ibumu”, kemudian siapa Wahai Nabi?, “Ibumu” jawab Nabi lagi,
“kemudian siapa lagi Wahai Nabi?:” Ibumu” kemudian siapa Wahai Nabi? “bapakmu”,
jawab Nabi kemudian.” (HR. Bukhari Muslim)Islam memberikan hak wanita yang sama
dengan laki-laki untuk memberikan pengabdian yang sama kepada agama, nusa,
bangsa dan negara. Ini ditegaskan dalam al-Mukmin ayat 40
مَنْ
عَمِلَ صَالِحاً مِّن ذَكَرٍ أَوْ أُنثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فؤلئك يدخلون الجنة
يرزقون فيها بغير حساب
“Dan
barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang
ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di
dalamnya tanpa hisab.” (QS. al-Mukmin: 40)
Betapa Islam telah meruntuhkan batasan antara
laki-laki dan perempuan apalagi dalam hal amal peribadatan. Tidak ada pilih
kasih, dalam Islam antara laki-laki dan perempuan. Allah swt akan selalu
merespon doa’-do’a dan permohonan kaum muslim baik lelaki maupun perempuan.
semua doa itu akan didengarkan oleh-Nya. Begitulah janji-Nya dalam Ali Imran
ayat 195.
فَاسْتَجَابَ
لَهُمْ رَبُّهُمْ أَنِّي لا أُضِيعُ عَمَلَ عَامِلٍ مِنْكُمْ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ
أُنْثَى بَعْضُكُمْ مِنْ بَعْضٍ
“Maka Tuhan mereka memperkenankan
permohonannya (dengan berfirman): “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakkan amal
orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan,
(karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain.” (QS. Ali Imran:
195)
Demikianlah Islam memposisikan perempuan, bahkan Rasulullah saw mengajarkan bahwa manusia baik lelaki maupun perempuan semuanya setara laksana gigi sisir yang rata.
النَّاسُ سَوَاسِيَةٌ كَأَسْنَانِِ الْمُشْطِ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَأَبُو الزُّبَيْرِ
“Manusia itu sama dan setara laksana gigi
sisir.” (HR. Ahmad dan Abu al-Zubair)
Jama’ah Juam’ah yang Berbahagia,
Ayat dan hadis di atas adalah bukti pengakuan
Islam terhadap hak-hak wanita secara umum dan anugerah kemuliaan dari Allah
Swt. Persoalan yang muncul kemudian bahwa sekalipun Islam telah mendasari
penyadaran integratif tentang wanita tidak berbeda dalam beberapa hal dengan
laki-laki, pada kenyataannya prinsip-prinsip Islam tentang wanita tersebut
telah mengalami distorsi. Kita tidak bisa menutup mata bahwa masih banyak
manusia yang mencoba mengingkari kelebihan yang dianugerahkan Allah Swt. kepada
wanita.
Pengaruh kultur yang masih bersifat
patrilineal dan kenyataan pada tingkat perbandingan proporsional antara
laki-laki dan wanita ditemukan bahwa laki-laki (karena kondisi, sosial dan
budaya) memiliki kelebihan atas wanita. Yang pada gilirannya telah menafikan
atau mengurangi prinsip-prinsip mulia tentang wanita.
Oleh karena itulah maka di tengah-tengah arus
perubahan yang menggejala di berbagai belahan dunia yang pada prinsipnya
menuntut kembali hak-hak sebenarnya dari wanita, maka umat Islam perlu meninjau
dan mengkaji ulang anggapan-anggapan yang merendahkan wanita karena distorsi
budaya, berdasarkan prinsip-prinsip kemuliaan Islam atas wanita. Harus diakui
bahwa memang ada perbedaan fungsi laki-laki yang disebabkan oleh perbedaan
kodrati/fitri. Sementara di luar itu ada peran-peran non kodrati dalam
kehidupan bermasyarakat yang masing-masing (laki-laki dan perempuan) harus
memikul tanggungjawab bersama dan harus dilaksanakan dengan saling mendukung
satu sama lain. Sebagaimana firman Allah Swt.:
الْمُؤْمِنُونَ
وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاء بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ
“Dan orang-orang laki-laki dan perempuan
sebagian mereka (adalah) penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar...” (QS. al-Taubah :
71)Peran domestik wanita yang hal itu merupakan kesejatian kodrat wanita
seperti; sebagai pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak mereka, hamil,
melahirkan, menyusui, dan fungsi-lain dalam keluarga yang memang tidak mungkin
digantikan oleh laki-laki, Firman Allah Swt.
يَهَبُ
لِمَنْ يَشَاء إِنَاثًا وَيَهَبُ لِمَن يَشَاء الذُّكُورَ
“Dia memberikan anak-anak perempuan kepada
siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapa yang
Dia kehendaki.” (QS. As-Syura :49)
Mengatasi itu semua, Islam pun telah mengatur
hak dan kewajiban wanita dalam hidup berkeluarga yang harus diterima dan
dipatuhi oleh masing-masing (suami istri).Akan tetapi ada peran publik wanita,
di mana wanita sebagai anggota masyarakat, wanita sebagai warga negara yang
mempunyai hak bernegara dan berpolitik, telah menuntut wanita harus melakukan peran
sosialnya yang lebih tegas, transparan dan terlindungi.
Dalam konteks peran-peran publik menurut
prinsip-prinsip Islam, wanita diperbolehkan melakukan peran-peran tersebut
dengan konsekuensi bahwa ia dapat dipandang mampu dan memiliki kapasitas untuk menduduki
peran sosial dan politik tersebut.
Jama’ah Jum’ah yang Dimuliakan Allah
Maka dengan demikian, kedudukan wanita dalam
proses sistem negara-bangsa telah terbuka lebar, terutama perannya dalam
masyarakat majemuk ini, dengan tetap mengingat bahwa kualitas, kapasitas,
kapabilitas dan akseptabilitas bagaimanapun, harus menjadi ukuran, sekaligus
tanpa melupakan fungsi kodrati wanita sebagai sebuah keniscayaan.
Partisipasi wanita dalam sektor non kodrati
merupakan wujud tanggungjawab kita bersama dalam ikut memprakarsai transformasi
kultur, kesetaraan yang pada gilirannya mampu menjadi dinamisator pembangunan
nasional dalam era globalisasi dengan memberdayakan wanita Indonesia pada
proporsi yang sebenarnya. Jangan malah sebaliknya, menjadikan perempuan salah
satu kambing hitam kemajuan dalam kehidupan kita. sesungguhnya hanya orang yang
hinalah yang menghinakan perempuan dan mereka yang memuliakan perempuan
pastilah orang yang mulia. ma ahannahunna illa ahinun, wa ma akramahunna illa
karimun
باَرَكَ
اللهُ لِيْ وَلكمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ, وَنَفَعَنِيْ وَإِيّاكُمْ بِالآياتِ
والذِّكْرِ الحَكِيْمِ. إنّهُ تَعاَلَى جَوّادٌ كَرِيْمٌ مَلِكٌ بَرٌّ رَؤُوْفٌ
رَحِيْمٌ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَاَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber: Keputusan Munas Alim Ulama NU Masail
Diniyyah Maudhuiyyah tahun 1997 di Pesantren Qomarul Huda Bagu Lombok Tengah
Nusa Tenggara Barat tentang Kedudukan Wanita Dalam Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar