Kemauan 24 Karat
Bersawah Baru di Ketapang
Senin, 24 Desember
2012
Telur besar ini
akhirnya menetas juga. Rencana BUMN membuka sawah baru secara besar-besaran
akhirnya terwujud. Rencana itu memang sempat tertunda enam bulan, tapi itu
semata-mata karena harus pindah lokasi. Terutama karena pengadaan lahan di
Kalimantan Timur tidak bisa secepat yang diprogramkan.
Akhirnya, lokasi yang
tepat ditemukan: di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Luasnya bisa sampai
80.000 ha yang kelak bisa bulat menjadi 100.000 ha.
Senin, 17 Desember,
penanaman pertama padi di lokasi itu dimulai. Inilah pembukaan sawah baru
secara besar-besaran yang pertama di Indonesia dan dilakukan dengan sistem
mekanisasi penuh. Mulai pengolahan tanah, penanaman, sampai ke panennya nanti.
Saya sempat termangu
sebelum menerjunkan kaki telanjang ke sawah yang siap ditanami itu. Waktu
remaja, saya memang pernah menjadi buruh ndaut dan menanam padi. Tapi, tidak
begini. Waktu itu, saya harus menanam padi dengan menggunakan tangan yang
dicelupkan ke tanah lumpur sambil berjalan mundur dengan badan membungkuk.
Tapi, Senin lalu
sudah begitu berbeda. Menanam padi dengan mesin! Baru sekali ini saya melihat
dan memegang mesin penanam padi yang disebut rice transplanter itu.
Ternyata mudah sekali
dan sangat cepat. Tidak perlu belajar lama. Hanya dengan penjelasan beberapa
kalimat, saya bisa langsung menjalankan mesin itu.
Penanaman tahap
pertama ini akan mencapai 3.000 ha. Di 2013 yang segera tiba akan diteruskan
menjadi 40.000 ha. Akhirnya, di 2014 bisa mencapai 100.000 ha. Untuk itu, BUMN
akan mengusahakan dana sampai Rp 5 triliun.
Penanggung jawab
proyek itu adalah salah satu BUMN pangan, PT Sang Hyang Seri (SHS). Dirutnya,
Kaharuddin, sudah bertekad SHS yang selama ini hanya menangani benih harus
menjadi BUMN pangan yang besar. Selama ini, PT SHS dan juga BUMN pangan lainnya
seperti PT Pertani terlalu kecil untuk bisa diandalkan sebagai BUMN pangan bagi
sebuah negara agraris yang sangat besar seperti Indonesia.
Dengan menggarap
sawah baru ini, PT SHS mengalami transformasi besar-besaran. Kini SHS tidak
hanya memikirkan benih, tapi sekaligus menanamnya. Tentu SHS tidak akan mampu
menyiapkannya sendirian. Sebanyak “12 samurai” yang tergabung dalam Sinergi
BUMN Peduli ikut mendorongnya dari belakang.
Ada yang membantu
teknologi (seperti PT Batantekno dan PT Pupuk Indonesia), ada juga yang ambil
bagian untuk land clearing dan penyiapan lahan (PT Hutama Karya, PT Brantas
Abipraya), konsultan perencanaan dan pengawasan (PT Indra Karya dan PT Yodya
Karya). Selama ini, BUMN karya itu dikenal ahli dalam merencanakan dan membuat
infrastruktur jalan dan pengairan.
PT Brantas Abipraya
sudah berpengalaman membuka sawah baru meski kecil-kecilan. “Kelas 1.000
hektaran,” ujar Bambang Esti Marsono, Dirut Brantas. Bahkan, “Indra Karya
pernah membuat perencanaan sawah 16.000 ha di luar negeri. Yakni, di Papua
Nugini,” kata Agus Widodo, Dirut Indra Karya.
Selebihnya, Bank BNI,
Bank Mandiri, Bank BRI, PGN, Pertamina, PT Indonesia Port Corporation (IPC),
dan beberapa BUMN lain mendukung dari sisi pendanaan. Kekuatan para raksasa
BUMN itulah yang akan diandalkan. Tak ayal, di sawah baru ini alat-alat berat
seperti traktor, ekskavator, mesin-mesin bajak, dan mesin tanam terlihat di
mana-mana. Tidak terlihat sama sekali, misalnya, kerbau atau sapi.
Sistem pembibitannya
pun tidak lagi di tanah sawah. Bibitnya dibenihkan di baki-baki siap saji.
Ketika berumur 15 hari, bibit itu sudah bisa dilepas dari bakinya untuk
dimasukkan ke mesin tanam. Dalam waktu singkat, bibit sudah tertanam sekaligus
empat-empat dalam barisan yang rapi.
Untuk sementara,
proyek ini kami sebut “nonkapitalis farming”. Artinya, BUMN tidak membeli tanah
itu dari rakyat. Tidak seperti kebun sawit. Tanahnya tetap dimiliki rakyat.
BUMN hanya menjadi pekerja dan pemegang manajemennya. Yang akan menikmati
hasilnya adalah para petani pemilik lahan.
Tanah-tanah di
Ketapang itu selama ini praktis menganggur. Petani hanya menanam semampunya.
Akibatnya, tanah-tanah di situ tidak produktif. Para petani pun tetap saja
menjadi petani miskin. Itulah sebabnya, proyek ini juga dimaksudkan untuk
sekalian membantu mengatasi kemiskinan di pedesaan.
Kebetulan Bupati
Ketapang Drs Hendrikus MSi punya kebijakan bagus, yang seirama dengan sistem
nonkapitalis farming-nya BUMN ini. “Kami tidak akan mau lagi memberikan izin
untuk kebun sawit,” ujar Boyman Harus SH, wakil bupati Ketapang yang ikut hadir
dalam acara tanam pertama sawah baru itu. “Kebun sawit hanya menyengsarakan
rakyat kami,” tambahnya. “Program BUMN ini pas banget dengan kebijakan kami,”
tambah Boyman.
Tiga bulan mendatang,
saat panen pertama di sawah baru ini, kita akan tahu hasil yang sebenarnya.
Semula hasil sawah baru ini diasumsikan tidak besar. Hanya sekitar 3 ton/ha.
Begitulah doktrinnya. Sawah baru tidak bisa langsung produktif. Baru pada
tahun-tahun berikutnya hasilnya bisa meningkat.
Namun, kami tidak
menyerah pada teori lama seperti itu. Sains kami libatkan di proyek ini.
Misalnya, diawali dengan menggunakan produk baru pupuk Indonesia, Kapurtan,
untuk mengendalikan pH. Bahkan, PT Batantekno (Persero) dilibatkan untuk
melakukan iradiasi nuklir pada benihnya. Kami berharap hasilnya kelak bisa
langsung di sekitar 6 ton/ ha.
Setelah itu, terus
dinaikkan ke angka 8 ton/ha. Toh, ini bukan lahan sawah pasang surut yang
pengerjaannya lebih sulit.
Usai acara penanam
pertama itu, di ruang tunggu Bandara Ketapang, kami melakukan rapat terbatas
dengan para direksi BUMN yang terlibat di proyek ini. Ada Tri Widjajanto (Dirut
HK), ada R.J. Lino (Dirut IPC), ada Bambang Esti Marsono (Dirut Brantas), Eddy
Budiono (Dirut Pertani), Kaharuddin (Dirut SHS), dan beberapa yang lain.
Kami membulatkan
tekad baru ini: langkah telah diayunkan, kaki telah dipijakkan, mimpi telah
dikonkretkan, cita-cita besar mulai direalisasikan; ujungnya hanya satu: harus
berhasil! (*)
Dahlan Iskan, Menteri
BUMN
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar