Menuju Kalender Islam Nasional
Judul buku
: Kalender Islam ke Arah Integrasi Muhammadiyah-NU
Pengarang
: Prof Dr H Susiknan Azhari
Penerbit
: Museum Astronomi Islam
Cetakan
: Pertama, 2012
Tebal
: xviii + 336 halaman
ISBN
: 978-602-1905-15-9
Harga
: Rp 50.000,-
Peresensi
: Noor Aflah
Diskursus tentang kalender hijriyyah atau kalender Islam telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun sangat disayangkan hingga saat ini tidak banyak kalangan ahli ilmu Islam yang menaruh perhatian dan melakukan study mendalam tentangnya. Padahal, di negeri ini organisasi-organisasi keIslaman, terutama Muhamadiyah dengan madzhab hisabnya dan NU dengan madzhab ru’yahnya.
Kedua golongan ini ketika berinteraksi dengan kalender Islam, telah memberikan corak sesuai doktrin yang dianutnya. Yakni, konsep wujud al-hilal bagi Muhammadiyyah dan imkan ar-ru’yah bagi kalangan NU. Akibatnya sering terjadi perbedaan penentuan awal bulan sering muncul dalam sistem kalender ini, khususnya dalam penentuan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah.
Buku “Kalender Islam; Ke Arah Integrasi Muhammadiyah-NU” buah karya Prof Dr Susiknan Azhari ini adalah buku yang membahas perkembangan pemikiran hisab dan ru’yah di Indonesia dengan menitikberatkan pada hubungan Muhammadiyyah dan NU dalam menggunakan hisab dan ru’yah untuk menuju dan memformulasikan kalender Islam nasional (hal. 8-9).
Menurut Ahmad Izzuddin, seorang ahli falak di IAIN Walisongo Semarang menyebutkan bahwa pembahasan persoalan hisab dan ru’yah di kalangan NU telah dimulai sejak Mu’tamar NU ke-20 di Surabaya tanggal 10-15 Muharram 1374 H/ 8-13 September 1954 M (hal. 113).
Selanjutnya, persoalan hisab dan ru’yah ini di kaji lebih lanjut pada Mu’tamar NU ke-27 di Sutibondo tahun 1984 M/1405 H, Munas Alim Ulama’ di Cilacap 1987 M/ 1408 H, dan Rapat Kerja Lajnah Falakiyyah PBNU di Pelabuhan Ratu 1992 M/1412 H. Hasil pertemuan tersebut memutuskan bahwa dalam penetapan Awal Ramadhan dan Syawal, NU mendasarkan pada ru’yatul hilal dan istikmal.
Bagi kalangan NU kedudukan hisab hanya sebagai pembantu dalam pelaksanaan ru’yatul hilal di lapangan. Oleh karena itu, meski sudah melakukan prediksi mereka tidak berani memastikan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah dengan hisab tetapi tetap menunggu hasil ru’yah di lapangan.
Menurut Prof Dr Susiknan Azhari, faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan Muhammadiyah dan NU dalam menggunakan hisab dan rukyat itu ada tiga. Yaitu sosial-politik, pemahaman dan doktrin keagamaan yang mengakibatkan pemahaman terhadap hadis-hadis ru’yat, dan sikap terhadap ilmu pengetahuan (hal. 267-268).
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa baik Muhammadiyah dan NU sama-sama mengakui tentang adanya eksistensi hisab dan ru’yah. Hanya saja, dalam tindakan praktis, khususnya dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawwal NU mendasarkan pada ru’yah sedangkan Muhammadiyah mendasarkan pada hisab. Artinya, bagi NU hisab hanya sebagai “pembantu” pelaksanaan ru’yatul hilal sedangkan bagi Muhammdaiyah hisab berfungsi sebagai “penentu” awal bulan hijriyyah.
Buku yang merupakan desertasi penulis ketika menempuh Program Doktor dan Program Uzalah di Jakarta ini layak dibaca oleh masyarkat Islam di seluruh pelosok negeri ini. Dengan data-data yang valid dan kejelian serta kepekaannya dalam dunia sosial, Prof. Dr. Susiknan Azhari mampu menganalisis konsep Muhammadiyyah dan NU dalam menentukan awal bulan hijjriyyah dengan mengalir dan jelas.
Selanjutnya, melalui buku ini Susiknan pun memberikan sebuah solusi positif menuju kalender Islam nasional. Baginya, untuk mewujudkan integrasi hisab dan ru’yah pemerintah perlu menjadi fasilitator tanpa melakukan intervensi agar fondasi yang dibangun mengakar dan pihak-pihak yang terlibat merasa memiliki. Dengan begitu perbedaan penatapan awal Ramadhan dan Syawwal dapat terkikis dan kebersamaan dapat dikembangkan dalam memformulasi kalender Islam nasional (hal. 269). []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar