Kisah Pernikahan Bung
Tomo Sempat Ditentang Para Pejuang
Pertempuran 10
November 1945 di Surabaya sulit dipisahkan dari sosok Soetomo atau lebih
dikenal dengan panggilan Bung Tomo. Pidatonya yang membakar semangat arek-arek
surabaya saat itu, kemudian menjadi tokoh pergerakan pemuda yang sangat
dihormati di antara sekian banyak tokoh penggerak lainnya.
Masa-masa setelah
pertempuran itu, Belanda terus melakuakn agresi militer dalam
upayanya menguasai kembali Indonesia. Para pemuda meresponnya dengan melawan
dengan angkat senjata demi upaya mempertahankan kemerdekaan. Slogan yang
populer pada masa revolusi ini : "Sekali merdeka tetap merdeka" dan
"Merdeka atau mati".
Nah, pada zaman
revolusi ini ada cerita menarik dari Bung Tomo yang hendak melangsungkan pernikahan.
Pada tahun 1947, masa
pertempuran masih belum usai, keinginan pemuda untuk Indonesia merdeka 100
persen masih belum terwujud. Di masa tersebut, para pejuang pemuda tidak boleh
melakukan hal-hal yang sifatnya menguntungkan pribadi, salah satunya adalah
pernikahan. Mereka berpendapat, bahwa pernikahan dan pertunangan bertentangan
dengan semangat revolusi yang harus diwujudkan bersama-sama.
Bung Tomo yang saat
itu berusia 27 Tahun, memiliki persaan bersalah karena hendak nikah pada zaman
revolusi. Untuk itu, ia meminta izin dan persetujuan dari kelompok pemuda yang
dipimpinnya. Pemakluman pernikahan inipun diumumkan di media-media dengan
persyaratan ketat dari Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia.
Berikut isi
pemaklumannya :
MENIKAH
Mengingat
gentingnya masa, maka perkawinan kawan kami Soetomo (Bung Tomo) dengan Pi
Soelistina, yang akan berlangsung bertemunya nanti pada tanggal 19 Juni 1947
jam 19.00 tidak kami kehendaki akan dirayakan dengan cara bagaimanapun juga.
Pucuk Pimpinan Pemberontakan menyetujui perkawinan dua kawan seperjuangan itu,
berdasarkan perjanjian mereka;
1. Setelah ikatan
persahabatan mereka diresmikan itu, mereka akan lebih memperhebat perjuangan
untuk rakyat dan revolusi,
2. Meskipun
perkawinan telah dilangsungkan, mereka tidak menjalankan kewajiban dan hak
sebagai suami-istri sebelum ancaman terhadap kedaulatan negara dan rakyat dapat
dihalaukan.
Kami akan berterima
kasih, bila kawan kawan seperjuangan dari jauh berkenan memberikan berkah
pangestu kepada kedua mempelai itu.
Dewan Pimpinan Harian
Pucuk Pimpinan Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia. Jl. Rampal 75 Malang. []
(Abraham Iboy
disarikan dari Soe Hok Gie ; Orang Orang di Persimpangan Kiri Jalan, Bentang,
1997)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar