Tema-Tema Pokok Alquran (II)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif
Kedua, manusia sebagai individu. Manusia adalah ciptaan Allah
seperti makhluk ciptaan lainnya. Tetapi, kelebihan manusia dengan makhluk yang
lain karena Tuhan “meniupkan roh-Nya kepadanya” (Q 15:29; 38:72; 32:9). Menurut
F Rahman, Alquran tampaknya tidak mendukung teori dualisme jiwa-raga secara
radikal, karena dua entitas itu dalam satu perpaduan, tidak bisa dipisahkan.
Dalam kehidupan dunia, manusia diperintahkan untuk melakukan
perjuangan moral tanpa henti. Dalam perjuangan ini, Tuhan bersama manusia
dengan syarat manusia sebagai wakil Tuhan dengan pilihan bebasnya mau melakukan
segala upaya yang perlu, demi terciptanya sebuah tatanan moral sosial di bumi
(hlm 18).
Untuk menghadapi setan sebagai kekuatan jahat, manusia perlu
mengembangkan perilaku takwa (upaya melindungi diri seseorang menghadapi konsekuensi-konsekuensi
berbahaya atau buruk dari perbuatan seseorang) (hlm 29). Setan adalah kekuatan
anti-manusia, bukan anti-Tuhan. Tugasnya untuk memperdaya manusia agar
tergelincir dari jalan yang lurus.
Takwa memberikan kestabilan kepada manusia dalam menentukan
pilihan moralnya. Di akhirat nanti, manusia mempertanggungjawabkan seluruh
perbuatannya selama hidup di dunia di depan Tuhan sendiri-sendiri. Dengan
demikian, hidup yang hanya sekali ini sangat menentukan nasib manusia di
akhirat kelak.
Ketigam manusia dalam masyarakat. Tidak diragukan lagi bahwa
tujuan utama Alquran adalah membangun sebuah tatanan sosial yang dapat
berlangsung terus di atas bumi yang didasarkan pada prinsip keadilan dan etika.
Tidak pernah ada dalam sejarah manusia, individu tanpa masyarakat. Dalam
perspektif ini, konsep perbuatan manusia, khususnya yang menyangkut takwa
hanyalah punya arti dalam konteks sosial (hlm 37).
Tujuan Alquran tentang sebuah tatanan etika, egalitarian, dan adil
diumumkan bersamaan dengan penolakan keras terhadap ketimpangan ekonomi dan
ketidakadilan sosial yang marak dalam masyarakat komersial Makkah pada saat
itu. Merebaknya penyalahgunaan anak-anak perempuan, anak yatim, dan kaum
perempuan, serta adanya lembaga perbudakan memerlukan perubahan yang berani
(ibid.) Maka doktrin tauhid (monoteisme) yang diajarkan Alquran bertaut rapat
dengan perjuangan menegakkan keadilan dalam masyarakat.
“Menghidupkan kesadaran khususnya kesadaran kolektif menjadi
sangat penting," tulis Barlass, dalam komentarnya terhadap karya F Rahman
ini. “Manusia dan masyarakat adalah tunggal, berkerja menuju sebuah tujuan yang
lebih tinggi,” tulis Barlass. (Lihat Mohammad Mosa Barlass, Major Themes of the Qur’an
dalam http:www.montly-renaisance.com/issue/content.aspx?id=188#1,
April 2014, hlm 3).
Keempat, alam semesta. Pembicaraan tentang kosmogeni tidak banyak
dalam Alquran. Berbeda dengan manusia dengan hak pilihan bebasnya, alam semesta
hanya punya satu pilihan, yaitu tunduk kepada Tuhan melalui hukum-hukum yang
telah ditetapkan. Itulah sebabnya alam semesta dikatakan Muslim, karena
ketaatan dan ketundukannya kepada kemauan Tuhan.
Alam semesta ini tidak bisa menjelaskan dirinya, tetapi ia “adalah
sebuah tanda yang menunjuk kepada sesuatu ‘di luar’ dirinya, sesuatu yang tanpa
itu alam semesta, dengan segala sebab alamiahnya, akan menjadi tiada dan
hampa" (Lihat F.Rahman, Major, hlm 69).
Alam semesta dengan segala keteraturannya diciptakan untuk
kepentingan manusia, tetapi tujuan manusia sendiri tidak lain selain untuk
mengabdi kepada Tuhan, untuk berterima kasih kepada-Nya, dan hanya semata-mata
untuk menyembah-Nya (Ibid, hlm 79).
Berterima kasih dan menyembah Tuhan bukan untuk kepentingan Tuhan,
melainkan sepenuhnya untuk kepentingan manusia itu sendiri. Dan Tuhan
menciptakan manusia dengan tujuan yang serius, bukan untuk permainan.
“Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu main-main, dan
bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami [untuk dimintai
pertanggungjawaban?]” (Q 23: 115).
Kelima, kenabian dan wahyu. Bab ini memaparkan kenabian dan wahyu
sebagai fenomena universal. Di seluruh dunia telah diutus rasul-rasul Allah, baik
yang disebut maupun yang tidak disebut dalam Alquran (Q 40:78; 4: 164).
Sebagian rasul itu terbatas untuk lingkungan kaumnya saja, tetapi pesan yang
disampaikan itu tidak bersifat lokal, tetapi punya makna universal yang mesti
dipercayai dan diikuti oleh seluruh manusia.
Inilah yang dimaksud dengan konsep kesatuan kenabian. Melalui
pesan kenabian, kesadaran manusia akan meningkat tinggi sehingga mereka akan
mampu melihat secara jelas Tuhan sebagai Tuhan dan setan sebagai setan (Ibid,
hlm 80).
Dari daftar para nabi dan rasul yang panjang itu, Muhammad adalah
nabi penutup, dan tidak akan muncul lagi nabi sesudahnya, dan Alquran sebagai
wahyu terakhir. Ini menjadi tanggung jawab berat bagi mereka yang mengaku
Muslim (Ibid, hlm 81) untuk meneruskan risalah kenabian itu, demi kepentingan
manusia sejagat. []
REPUBLIKA, 20 Maret 2018
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar