Mengenang Gus Najib,
Kiai Serba Bisa dari Banjarnegara
KH Mohammad Najib,
biasa dipanggil Gus Najib, adalah sosok yang membanggakan keluarga dan
daerahnya, Banjarnegara. Ia dikenal masyarakat tidak hanya sebagai kiai, akan
tetapi juga sebagai politisi, pebisnis, dan seniman.
Ia tegas, keras,
penyayang, dermawan. Ia pemimpin dan pengayom masyarakat kalangan bawah. Ia
membawa kesan tersendiri di hati para sahabat, keluarga, dan masyarakat
Banjarnegara.
KH Abdul Fatah, kakek
buyutnya, adalah pendiri dan pengasuh pertama Pondok Pesantren Al-Fatah
Banjarnegara (1860-1941), yang dilanjutkan oleh kakeknya, KH Hasan Fatah
(1941-1991). Gus Najib sendiri memimpin Pesanten Al-Fatah (2013-2018),
meneruskan kiprah ayahndanya KH Hasyim Hasan Fatah yang memimpin
pesantren sejak 1990-2013.
Gus Najib menempuh
pendidikan di RA dan MI Al-Fatah hingga kelas dua. Kelas tiga sampai empat di
Al-Irsyad Purwokerto, lalu pindah ke SD Cokro Banjarnegara kelas lima sampai
enam.
Jenjang menengah
pertama di SMP 2 Banjarnegara, dan jenjang menengah atas di SMA 1 Banjarnegara.
Kelas dua pindah ke SMA Jember dan mulai mondok. Kelas tiga SMA ia pindah ke
Pakistan. Ia kuliah di STIE Banjarnegara semester dan pindah ke UNWIKU
Purwokerto sejak semester 2.
Semasa muda ia
belajar ilmu hikmah kepada KH Hamzah yang sekaligus kakek dan menantu dari KH
Abdul Fatah dari putri pertamanya, Hj Umu Kultsum. Ia menuntut ilmu kajian
kitab Sulam at-Taufiq, al-Taqrib, Daqoiq al-Akhbar, al-'Usfurriyah, Qothru
al-Ghois sampai Tafsir Jalalain pada KH Ahmad Dailimi.
Dalam perjalananya
menuntut ilmu, ia juga berguru kepada paman dari ibunya, di Lasem. KH Ahmadi
adalah guru ilmu tata bahasa arab, ilmu Nahwu. Kemudian kepada Kiai Muhammad
Azizi yang juga pamannya, dirinya belajar shorof dan Nashoih al- 'Ibad.
Gus Najib juga
belajar banyak dari seorang kiai dari Yogyakarta. KH Ali Maksum, Krapyak adalah
salah seorang guru ia dalam belajar shorof selama 5 hari. Ketika mengaji di
Jember, Gus Najib menuntut ilmu kepada KH Ahmad Shiddiq. Ia mengaji kitab
tasawuf Riyadh as-Sholihin, Al-Siyasah as-Sar'iyah.
Dalam tata bahasa
Arab, ia juga belajar kepada KH Durmuji Ibrahim, Lirap, Kebumen, di Pondok
Pesantren Nahwu-Shorof; dan kepada KH Ahmad Abdul Haq, Watu Congol Magelang, di
mana ia belajar mondok Ramadhan sewaktu kecil.
Setelah ayahnya
meninggal, ia meneruskan perjuangan untuk mengurus dan membimbing jamaah
sebagai Mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah. Dalam pengetahuan ilmu
tauhid, ia juga belajar kepada Syeikh Mas'ud, Kawunganten, Cilacap. Tentang
ilmu tauhid, kitab Al-Dasuqy Ummul Al-Baroghin.
KH M Najib pernah
belajar kepada Maulana Arsyad Ubaid, Maulana Abdurruhman, dan Maulana Musa di
Jam’iyah Al-Asrofiyah Lahore, Pakistan. Ia mengaji ilmu hadist dan ilmu mantiq.
Di Lahore pula, Gus Najib belajar Al-Qur'an kepada Qori' Syarif.
KH Hamid Baidhowi dan
KH Mujtahidi adalah dua guru mengaji Al-Luma' lil Imam As-Syairozi, Usul Fiqih.
Kepada Abuya Dimyathi, Banten, Gus Najib belajar Ihya' Ulum ad-ddin, 'Awarifu
al-Ma'arif, kitab Syamsiyyah, Tafsir Al-Baidhowi, Tafsir Khozin, Shohih Muslim,
Bukhori, Ibnu Majah, Al-Ithqon Fi Ulumil Qur'an, Manaru al-Huda, al-'Asyr Fi
Qiroat al- 'Asyr, al-taisir(Qiroah Sab'ah), kitab Bahjah, kitab Jabrul Kasar,
Mafakhir al- 'Aliyyah, Al-Mushtashfa, Ushul Fiqh.
Gus Najib adalah
sosok yang gemar berorganisasi. Pada tahun 1984 - 1986, ia menjabat sebagai
Ketua PC IPNU Kabupaten Banjarnegara. Tahun 1988 Ketua PC GP Ansor Kabupaten
Banjarnegara. Tahun 1988, ia masuk dalam kepengurusan DPP II KNPI Kabupaten
Banjarnegara. Tahun 1996-1998, menjabat sebagai Sekjen DPC PPP Kabupaten
Banjarnegara.
Jabatan lainnya tahun
1999 sebagai Ketua DKC Garda Bangsa Banjarnegara. Pada tahun 1999-2012, ia
masuk sebagai perwakilan rakyat di DPRD Kabupaten Banjarnegara. Tahun
2002-2012, ia Ketua DPC PKB Kabupaten Banjarnegara. Pada tahun 2012-2017,
sebagai Wakil Ketua DPW PKB Jawa Tengah.
Kiai Najib yang kokoh
dengan metode pendekatan pendidikan salaf, yaitu identik dengan penyampaian
ceplas-ceplos (blak-blakan) untuk pendidikan akidah. Pendekatan pendidikan yang
ia terapkan dan sampaikan cenderung apa adanya. Hal ini dinilai baik dari sisi
pendidikan karakter, sehingga akar kesantrian juga akidah akan kokoh dan
tertanam sampai murid usai belajar di pesantren.
Pendekatan
pembelajaran tersebut jika diangkat dalam suatu penelitian maka akan terlihat
sedikit keras, tapi justru menanamkan karakter yang baik bagi santri, apalagi
saat di bangku kuliah nanti yang berbagai macam pelajaran didapat, khususnya
studi keagamaan (keislaman).
Ia sering memberikan
nasihat kepada murid-muridnya, “Kalau kelak kalian pulang dari pesantren,
walaupun kalian alim, jangan sekali-kali ingin dihormati. Dan hormatilah
orang-orang yang sudah memperjuangkan agama terlebih dahulu di desamu.”
Sosok yang disegani
itu telah wafat dengan tenang pada usia 51 tahun, Selasa (2/1) pukul 17.00 WIB
di rumah duka Jl S Parman, Km 3, Komplek Pesantren Al-Fatah, Parakancanggah,
Banjarnegara, Jawa Tengah.
Sekitar dua minggu
sebelum wafat ia berpesan kepada pengurus pondok, “Hormatilah dan muliakanlah
gurumu. Kelak hidupmu akan mulia. Contohlah seperti Mbah KH Hasyim As’ary. Akan
tetapi, selain memuliakan, kalian juga harus pintar.”
Selain itu pesan Gus
Najid pada saat yang sama adalah, ”Kalian juga harus memuliakan tamu dengan
cara bertanya dan menjamu seperti yang dilakukan Mbah dan Abah dulu. Insyaallah
anak turun kalian tidak akan kekurangan makanan.”
Gus Najib
meninggalkan istri Ny Nur Laely Hikmawati dan tiga putra yaitu Tamlikho Tajun
Nuhudh, Maksal Mina Fathun Nuhudh dan Syakira Zahiyatal Anjumi.
Tak berlebihan rasanya
bahwa kelak semua orang tetap akan mengenang dirinya, perjuangannya, dan
pengabdianya. []
(Kendi Setiawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar