Kisah Nabi Sulaiman,
Burung, dan Pria Berjenggot
Hasrat ingin segera
minum air telaga begitu menggelora. Tenggorokan kering dialami seekor burung
yang hidup pada zaman Nabi Sulaiman. Ia hanya berani bertengger di atas
pepohonan hijau di sekitar danau. Burung itu tidak berani segera turun karena
masih ada anak-anak kecil yang bermain-main di bawah sana, takut akan mendapat
siksaan atau tertangkap oleh mereka.
Detik berganti detik.
Waktu pun melaju kencang meninggalkan waktu sebelumnya hingga anak-anak
meninggalkan tempat bermain mereka. Suasana menjadi terlihat sepi. Hanya ada
orang tua berjenggot lebat yang tersisa.
Merasa kondisi tampak
aman, burung ini pun mengepakkan kedua sayapnya. Ia ingin minum air untuk
mengobati dahaga yang mendera. Tapi malang. Pria berjenggot mengincar, melempar
batu tepat ke arah dirinya. Salah satu mata burung ini pun luka serius sehingga
menjadikan ia buta.
Si Burung mengadu
kepada Nabi Sulaiman. Sebagaimana kita ketahui, Nabi Sulaiman adalah Nabi yang
diberi mu'jizat oleh Allah Ta'ala berupa kemampuan berbicara dengan hewan apa
saja.
Mendapat laporan
demikian, Nabi Sulaiman bertanya, "Lantas, apa perlu aku hukum orang tua
itu supaya satu matanya juga menjadi buta sebagaimana ia membutakan
matamu?"
"Tidak, Wahai
Baginda Nabi."
"Lalu apa
maumu?"
"Aku ingin
jenggotnya dikerok saja," pinta burung tersebut.
"Lho, kenapa
permintaanmu aneh begitu?"
"Iya, semula aku
takut turun ke danau untuk minum sebab ada anak-anak yang masih kecil. Aku
merasa wajar jika anak-anak bertindak semaunya padaku. Maklum, mereka masih
kecil. Sedangkan orang ini adalah orang yang sudah berjenggot panjang pertanda
bahwa ia tua. Namun jenggotnya tidak menampakkan bahwa ia orang yang sudah
cukup umurnya. Berarti ia dengan anak kecil levelnya masih sama saja. Jenggot
bukan cerminan dari pribadinya. Oleh karena itu, saya minta dikerok saja
jenggotnya."
Cerita ini disarikan
dari ceramah Habib Abdul Qadir Al Jilani dari Hadramaut, Yaman di Majlis Ta'lim
Al Amin, Semarang, (21/8/2017).
Kisah ini memberi
pesan bahwa hendaknya tampilan yang baik diiringi dengan karakter yang baik
pula. Cerita burung tersebut juga menjadi kritik bagi para orang dewasa yang
tak sanggup menunjukkan kedewasaannya.
Pesan lain adalah
bahwa simbol-simbol luar tidak otomatis merepresentasikan akhlak seseorang.
Bisa jadi tampilan yang terlihat sunnah tak menunjukkan karakter yang sesuai
dengan sunnah. Begitu juga sebaliknya. Wallahu a'lam. []
(Ahmad Mundzir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar