Jumat, 23 Maret 2018

Zuhairi: Konflik Arab Saudi vs Iran Harus Diakhiri


Konflik Arab Saudi vs Iran Harus Diakhiri
Oleh: Zuhairi Misrawi

Dalam sebuah wawancara terbaru dengan CBSnews, Muhammad bin Salman (MBS), Putera Mahkota Arab Saudi secara eksplisit menuding Ayatullah Ali Khamenei sebagai "Hitler Baru" di Timur-Tengah. Pasalnya Khamenei ditengarai sedang membangun sebuah megaproyek untuk menguasai Timur-Tengah.

Dalam menghadapi pengaruh Iran tersebut, MBS berjanji akan mengembangkan senjata nuklir. Sekali lagi, alasan untuk mengembangkan senjata nuklir dalam rangka mengimbangi Iran yang dianggap sudah terlebih dahulu mengembangkan nuklir.

Komentar MBS tersebut diperkuat dalam pertemuan bilateral dengan Donald Trump di Gedung Putih. Trump membeberkan pembelian senjata besar-besaran oleh Arab Saudi yang mencapai USD 400 Miliar dollar AS. Menurut Trump, pembelian senjata tersebut telah membuka setidaknya 40.000 lapangan pekerjaan di AS.

AS dan Arab Saudi sepakat untuk menjadikan Iran sebagai musuh bersama. Langkah awal yang akan diambil AS yaitu membatalkan kesepakatan nuklir yang ditandatangani pada era kepemimpinan Barack Obama. Undang-undang yang diusulkan oleh Senat AS untuk menghentikan serangan Arab Saudi ke Yaman yang sudah menewaskan 10.000 orang pun kandas di tengah jalan.

Fakta tersebut semakin mengukuhkan hubungan mesra antara Arab Saudi dan AS dalam peta geopolitik di Timur-Tengah. Sasaran utamanya adalah Iran yang dalam beberapa tahun terakhir semakin kuat pengaruhnya di kawasan, utamanya di Suriah, Irak, dan Libanon. Apalagi dukungan Turki terhadap Iran juga semakin besar.

Namun yang sangat disayangkan adalah komunikasi verbal MBS terhadap Ayatullah Ali Khamenei yang cenderung berlebihan dengan menyebut pemimpin spiritual Iran tersebut sebagai "Hitler Baru". Komentar tersebut sama sekali tidak masuk akal, karena Ali Khamenei selama ini dikenal dengan pemimpin yang justru mendorong persatuan dan persaudaraan di kawasan.

Dalam banyak kasus perseteruan dengan Arab Saudi, Ali Khamenei justru tidak mau berhadap-hadapan langsung dengan Arab Saudi karena ia sadar betul bahwa musuh utama negara-negara Timur-Tengah adalah AS dan Israel. Ia memilih untuk melakukan protes secara simbolik dengan menarik Duta Besar atau moratorium jemaah haji Iran.

Di tengah narasi konflik sektarian yang kerap diembuskan oleh Arab Saudi dan sekutunya, Ali Khamenei justru memimpin langsung proyek persaudaraan Muslim melalui kegiatan titik-temu antara Sunni dan Syiah. Kelompok minoritas di Iran relatif mendapatkan perlindungan, bahkan mereka mempunyai perwakilan di parlemen tanpa melalui pemilu, khususnya bagi komunitas Kristen Ortodoks, Zoroaster, dan Yahudi.

Maka dari itu, menyebut Ayatullah Ali Khamenei sebagai "Hitler Baru" sangat tidak tepat, bahkan dapat memperkeruh suasana di kawasan. Hampir bisa dipastikan belum ada tanda-tanda normalisasi hubungan Arab Saudi dan Iran.

Yang sangat mengkhawatirkan adalah belanja besar-besaran senjata yang dilakukan MBS. Itu artinya, senjata tersebut akan digunakan untuk menggempur Iran dan sekutunya, khususnya di Yaman, Libanon, dan Suriah. Apalagi MBS mendapatkan dukungan penuh dari Trump, yang disertai dengan ancaman pembatalan terhadap kesepakatan nuklir. Pemecatan Menlu AS baru-baru ini juga terkait dengan ambisi Trump untuk mengakhiri kesepakatan nuklir tersebut.

Maka dari itu, apa yang disampaikan oleh MBS terhadap Ayatullah Ali Khamenei merupakan pernyataan perang secara terbuka terhadap Iran. Untungnya orang nomor wahid di Iran tidak terpancing oleh pernyataan sarkastis MBS. Ali Khamenei mempunyai kearifan dan kematangan politik, karena MBS sebenarnya hanya menjadi perpanjangan tangan dari Israel dan AS.

Menurut pendapat saya, Iran tidak akan terpancing dengan pernyataan MBS tersebut karena mereka tidak ingin terjebak dalam perangkap konflik sektarian antara Sunni-Syiah. Iran mempunyai garis ideologis yang jelas perihal musuh-musuh utama mereka di kawasan.

Mereka tidak akan pernah menjadikan Arab Saudi sebagai musuh utama. Jika mereka terjebak dalam perangkap narasi konflik sektarian, maka Israel dan AS akan mendulang keuntungan besar. Pasalnya narasi konflik sektarian telah terbukti berhasil membentuk kebencian, bahkan konflik yang bersifat menyejarah.

Memang, sangat disayangkan langkah yang diambil MBS terhadap Iran. Di tengah upaya MBS melakukan transformasi politik dan kultural di dalam negerinya, tetapi dalam kaitannya dengan Iran belum ada terobosan yang signifikan dari MBS. Padahal MBS bisa mengambil langkah-langkah besar untuk mewujudkan perdamaian di kawasan.

Sebagai Putera Mahkota yang digadang-gadang sebagai pemimpin masa depan Arab Saudi mestinya memberikan prioritas terhadap perdamaian dengan negara-negara tetangga. Stabilitas politik dan keamanan di kawasan dalam beberapa tahun terakhir terus memburuk bersamaan dengan tumpulnya hati nurani para penguasa di Timur-Tengah.

Dalam konteks politik seperti itu, Indonesia semestinya dapat menjadi fasilitator dan mediator untuk perdamaian di Timur-Tengah. Konflik Arab Saudi versus Iran yang terus digaungkan MBS di atas akan mempunyai dampak yang besar, tidak hanya di kawasan, melainkan juga di negara-negara Muslim lainnya.

Maka dari itu, diperlukan sebuah terobosan untuk mengambil langkah-langkah besar agar Timur-Tengah tidak terjerembab dalam konflik dan perang. Prioritas utamanya mengakhiri perang di Yaman dan Suriah. Semua pihak harus menahan diri untuk tidak mengedepankan solusi perang, karena perang tidak akan pernah menyelesaikan masalah.

Bagi Arab Saudi sendiri, kebijakan perang sebenarnya tidak menguntungkan mereka karena begitu besar anggaran yang dikeluarkan. Padahal jika anggaran USD 400 Miliar dollar AS yang digunakan untuk membeli senjata dari AS untuk membangun infrastruktur dan sumber daya manusia di Arab Saudi, maka akan memberikan keuntungan yang lebih besar daripada perang.

Begitu halnya Iran, mereka terbebani dengan anggaran perang yang digelontorkan lumayan besar untuk membantu Bashar al-Assad di Suriah, Hizbullah di Libanon, Hamas di Palestina, dan Houthi di Yaman. Padahal jika anggaran tersebut digunakan untuk pembangunan akan memberikan dampak yang besar.

Pada akhirnya, konflik Arab Saudi versus Iran harus diakhiri. MBS diharapkan dapat menahan diri untuk tidak menggunakan kegilaannya dalam menghadapi Iran, karena Timur-Tengah saat ini membutuhkan perdamaian, bukan perang. []

DETIK, 22 Maret 2018
Zuhairi Misrawi | Intelektual muda Nahdlatul Ulama, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar