Rabu, 21 Maret 2018

(Ngaji of the Day) Hukum Orang Junub Merawat Jenazah


Hukum Orang Junub Merawat Jenazah

Pertanyaan:

Assalamu alaikum wr. wb.
Redaksi Bahtsul Masail NU Online di tempat, saya ingin penjelasan hukum seorang yang sedang junub atau berhadats besar merawat jenazah seperti ikut memandikan, mengkafani, menguburkan (menurunkan jenazah di liang lahad)? Demikian pertanyaan saya. Terima kasih atas jawabannya. Wassalamu alaikum wr. wb.

Ibrahim Muhammad

Jawaban:

Assalamu alaikum wr. wb.
Pembaca yang kami hormati, semoga kita senantiasa diberi rahmat dan taufiq oleh Allah SWT. Tidak ada larangan bagi orang junub untuk memandikan, mengkafani, dan menguburkan jenazah. Dalam banyak hal orang junub sama seperti orang yang suci dari hadats besar. Ia boleh melakukan aktivitas apapun selain persoalan tertentu yang diharamkan oleh syari’at.

Al-Qadhi Abu Syuja’ dalam At-Taqrib mengatakan:

وَيَحْرُمُ عَلَى الْجُنُبِ خَمْسَةُ أَشْيَاءَ اّلصَّلَاةُ وَقِرَاءَةُ الْقُرْآنِ وَمَسُّ الْمُصْحَفِ وَحَمْلُهُ وَالطَّوَافُ وَالُّلبْثُ فِي الْمَسْجِدِ

Artinya, “Haram bagi orang junub lima hal, shalat, membaca Al-Qur’an, memegang dan membawa mushaf, thawaf serta berdiam diri di masjid,” (Lihat Al-Qadli Abu Syuja’, At-Taqrib, Semarang, Toha Putera, tanpa catatan tahun, halaman 11).

Dari keterangan tersebut, tidak ada yang menyebutkan orang junub haram merawat jenazah.

Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj menegaskan bahwa orang junub dan wanita haidl/nifas diperbolehkan memandikan mayit tanpa dihukumi makruh. Menurut penegasan Syekh Al-Bashri, hukumnya khilaful aula (menyalahi yang utama).

Dalam Tuhfatul Muhtaj Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami mengatakan:

وَيُغَسَّلُ الْجُنُبُ وَالْحَائِضُ ) وَمِثْلُهُمَا النُّفَسَاءُ ( الْمَيِّتُ بِلَا كَرَاهَةٍ ) لِأَنَّهُمَا طَاهِرَانِ وَفِيهِ تَضْعِيفٌ لِمَا قَالَهُ الْمَحَامِلِيُّ مِنْ حُرْمَةِ حُضُورِهِمَا عِنْدَ الْمُحْتَضَرِ وَوُجِّهَ بِمَنْعِهِمَا لِمَلَائِكَةِ الرَّحْمَةِ لِمَا فِي الْخَبَرِ الصَّحِيحِ { أَنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ جُنُبٌ } إذْ لَوْ نَظَرَ لِذَلِكَ لَحَرُمَ تَغْسِيلُهُمَا لَهُ أَيْضًا وَلَا قَائِلَ بِهِ وَتَوَهُّمُ فَرْقٍ بَيْنَ الْمُحْتَضَرِ وَالْمَيِّتِ لَا يُجْدِي لِاحْتِيَاجِ كُلٍّ إلَى حُضُورِ مَلَائِكَةِ الرَّحْمَةِ

Artinya, “Orang junub dan haidl demikian pula wanita nifas diperbolehkan memandikan mayit tanpa dihukumi makruh, sebab keduanya suci. Pertimbangan ini melemahkan pendapat Imam al-Mahamili yang mengharamkan kehadiran orang junub dan haidl berada di samping orang yang sekarat. Pendapat ini memiliki sisi pandang bahwa keduanya dapat mencegah malaikat rahmat berdasarkan hadits Nabi, ‘Sungguh malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat orang junub.’ Pendapat Al-Mahamili ini lemah sebab bila tolok ukurnya dapat mencegah malaikat rahmat, maka tentu orang junub dan wanita haidl haram memandikan mayit. Sementara tidak ulama’ yang mengatakannya. Klaim adanya perbedaan di antara orang yang sekarat mati dan mayit merupakan hal yang tidak prinsipil sebab masing-masing membutuhkan kehadiran malaikat rahmat," (Lihat Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cetakan ketiga, 2012 M, juz IV, halaman 166).

Pada penjelasan atas referensi di atas, Syekh Abdul Hamid As-Syarwani menambahkan:

قَوْلُ الْمَتْنِ بِلَا كَرَاهَةٍ ) أَيْ وَلَوْ مَعَ وُجُودِ غَيْرِهِمَا ع ش قَالَ الْبَصْرِيُّ لَكِنْ يَظْهَرُ أَنَّهُ خِلَافُ الْأَوْلَى لِلْحَدِيثِ الْآتِي ا هـ .

Artinya, “Ucapan matan Al-Minhaj; tidak adanya hukum makruh memandikan mayit bagi junub dan wanita haidl, maksudnya meskipun ditemukan orang lain. Al-Bashri mengatakan, akan tetapi menurut pandangan yang unggul, hal tersebut hukumnya khilaful aula,” (Lihat Syekh Abdul Hamid Al-Syarwani, Hasyiyah As-Syarwani ‘ala Tuhfatil Muhtaj, Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah, cetakan ketiga, 2012 M, juz IV, halaman 166).

Simpulannya, hukum merawat jenazah bagi orang junub meliputi memandikan, mengafani dan menguburkan mayit adalah boleh. Hadits yang menyebutkan orang junub dapat mencegah kehadiran malaikat rahmat tidak sampai mengarah pada keharaman merawat jenazah bagi orang junub, tetapi lebih mengarah pada pertimbangan keutamaan. Dari itu, aktivitas merawat jenazah sebagaimana dimaksudkan penanya sebaiknya tidak dilakukan oleh orang junub sampai ia bersuci dari hadatsnya agar malaikat rahmat tetap bisa hadir dengan membawa rahmat.

Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga dapat dipahami dengan baik. Kami terbuka untuk menerima kritik dan saran.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq, 
Wassalamu alaikum wr. wb.

M Mubasysyarum Bih
Tim Bahtsul Masail NU

Tidak ada komentar:

Posting Komentar