KHOTBAH JUM'AT
Siapa Menjamin Iman Kita Stabil dan Mati
Husnul Khatimah?
Khutbah I
الحَمْدُ
للهِ الّذِي خَلَقَ الخَلْقَ لِعِبَادَتِهِ، وَأَمْرُهُمْ بِتَوْحِيْدِهِ
وَطَاعَتِهِ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، أَكْمَلُ الخَلْقِ
عُبُودِيَّةً للهِ، وَأَعْظَمَهُمْ طَاعَةً لَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَاِبهِ. اَمَّا بَعْدُ، فَيَااَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ،
اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِه وَلاَتَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنـْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ
اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ
فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
Jamaah shalat Jumat as‘adakumullâh,
Bila ditanya, apa hal yang yang paling
penting dalam Islam? Jawabannya adalah iman. Iman merupakan sendi paling
fundamental seseorang untuk disebut Muslim. Tanpanya ia bukan apa-apa, seperti
bangunan gedung tanpa fondasi.
Secara umum para ulama Ahlussunnah wal
Jama’ah mendefinisikan iman sebagai sesuatu yang terdiri dari tiga unsur, yakni
at-tashdîqu bil qalbi atau membenarkan dengan hati, at-taqrîr bil
lisâni mengikrarkan dengan lisan, lalu al-‘amalu bil arkân atau
mengamalkan dengan anggota badan.
Saat seseorang menyatakan iman kepada Allah
misalnya, maka ia tidak hanya meyakini dalam hati tanpa keraguan, tapi juga
berikrar secara ucapan dan menajalankan segenap perintah dan laranganan-Nya
sebagai pengejawantahan atas keimanan tersebut. Artinya, iman merupakan
kesatuan antara hati, perkataan, dan perbuatan.
Suatu hari ada seorang sahabat yang bertanya
kepada Nabi:
أَخْبِرْنِي
عَنْ الْإِيمَانِ ، قَالَ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Kabarkan kepadaku (wahai Rasulullah) apa itu
iman?” Nabi ﷺ menjawab, “Engkau
beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari kiamat, serta takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR Tirmidzi)
Dari hadits inilah kita kemudian mengenal
enam rukun iman, pilar-pilar keyakinan yang tidak boleh kita tinggalkan.
Manusia dituntut untuk memegang teguh iman terhadap enam hal ini sampai akhir
hayat. Lepas satu salah satu dari enam rukun ini dari aqidah kita menyebabkan
kita terjerumus dalam lubang kekufuran.
‘Ibadallâh,
Namun demikian, setelah mengimani enam rukun
iman kita ini lantas semuanya akan aman-aman saja. Sebab iman sejatinya sangat
luas, menyangkut segenap aspek kehidupan manusia, termasuk kehidupan
bermasyarakat. Karena itulah kita sering dapati beberapa sikap yang sangat
dianjurkan Islam dikaitkan dengan kesempurnaan iman.
لَا
يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah (sempurna) iman seseorang hingga ia
mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan
Muslim)
Dalam isu yang lain, Rasulullah bersabda:
مَنْ
كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ،
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
جَائِزَتَهُ
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari
akhir, maka seyogianya ia berkata yang baik atau hendaknya diam; barangsiapa
beriman kepada Allah dan hari akhir, maka seyogianya dia memuliakan
tetangganya; dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka
seyogianya dia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Penjelasan ini menunjukkan bahwa iman tidak
serta merta bisa dilepaskan begitu saja dari perbuatan keseharian kita.
Bagaimana kita bersikap dan bergaul sehari-hari adalah penanda sejauh mana
kualitas iman dalam diri kita. Dengan bahasa lain, akhlak kita kepada Allah
sangat terkait dengan akhlak kepada makhluk-makhluk-Nya. Secara vertikal kita
menjalin hubungan baik kepada Allah, secara horizontal kita pun melakukan hal
yang sama kepada manusia, binatang, dan alam di sekitar kita.
Kala seseorang berkata kasar kepada sesama,
misalnya, kendati sebelumnya mengaku sangat beriman, sejatinya ia mengalami
penurunan kadar keimanan. Hal serupa juga terjadi ketika kita gemar membuka aib
orang lain, menghujat, dengki, dan lain sebagainya. Yang mengkhawatirkan dari
peristiwa perununan iman ini adalah prosesnya yang sering tidak disadari oleh
pelakunya.
Jamaah shalat Jumat rahimakumullah,
Satu catatan lagi yang tak kalah penting
adalah iman tak selalu statis, stagnan, ajeg. Ketika kita mengimani rukun enam,
tidak berarti perkara sudah selesai. Tak sedikit kasus orang yang ahli ibadah
harus berakhir dengan buruk di akhir hayatnya (sû’ul khatimah), sebagaimana tak
kurang-kurang orang yang semula berlumuran dosa di kemudian hari mencicipi
kebahagiaan lantaran pertobatan yang sungguh-sungguh. Artinya, iman bersifat
dinamis, fluktuatif, bisa naik bisa turun, bisa bertambah bisa berkurang.
Seorang sahabat pernah menimba pelajaran
berharga dari Nabi:
قُلْ
لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا غَيْرَكَ ؟ قَالَ قُلْ
آمَنْتُ بِاللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ
“Ajarkanlah kepadaku (wahai Rasulullah) suatu
ucapan di dalam Islam yang tidak akan saya tanyakan kepada seorang pun selain
dirimu. Beliau menjawab, Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah, kemudian
istiqamah-lah’.” (HR. Muslim)
Perintah Rasulullah untuk beristiqamah
mengindikasikan bahwa iman sesungguhnya tidak stabil. Iman bisa meningkat juga
bisa menurun. Suatu kali seseorang sangat beriman, kemudian agak beriman, lalu
bahkan tidak beriman sama sekali. Di kemudian hari, iman itu kembali menguat,
bertambah kuat, lalu turun lagi, dan seterusnya. Sehingga beristiqamah bukanlah
perintah yang ringan. Rasulullah menghendaki keimanan yang teguh tapi juga
konsisten. Dikatakan berat karena istiqamah mengandalkan kemauan yang kuat, dan
secara serius mengatasi hambatan-hambatan yang ada terutama yang muncul dari
diri sendiri. Selain ikhtiar dari diri sendiri, yang perlu kita ingat pula
bahwa iman pada hakikatnya anugerah Allah subhânahu wata‘âlâ.
‘Ibâdallâh,
Karena itulah Islam melarang kita untuk jumawa
soal keimanan, bahkan terhadap orang yang kita nilai “belum beriman”. Hanya
bermodal keyakinan terhadap enam rukun iman, tidak kemudian memberikan kita hak
untuk merendahkan orang lain yang kita cap kafir. Sebab, tak ada jaminan bahwa
iman kita stabil kecuali hanya berusaha terus-menerus mempertahankan dan
memperbaikinya. Hari demi hari, jam demi jam, menit demi menit, detik demi
detik.
Tidak heran bila Imam al-Ghazali dalam kitab
kitab Bidâyatul Hidâyah untuk tetap menjaga kerendahan hati tatkala
berhubungan dengna siapa pun, baik anak-anak, orang tua, orang berilmu, orang
bodoh, bahkan orang kafir. Menurut Imam al-Ghazali, kebaikan final hanya ada di
akhirat dan tak seorang pun yang tahu nasib akhir seseorang kecuali Allah.
Sehingga, kata beliau, bila kita berhadapan
dengan orang kafir, agar kita tetap tawadhu’ beranggapanlah bahwa kondisi akhir
hayat seseorang tidak ada yang tahu. Bisa jadi orang kafir itu di kemudian hari
masuk Islam lalu meninggal dunia dengan amalan terbaik (husnul khâtimah).
Jika demikian, ia keluar dari dosa-dosa masa lalu sebagaimana keluarnya sehelai
rambut dari adonan roti, mudah sekali. Sementara kita yang mengaku Muslim dan
beriman? Bisa jadi Allah sesatkan dirimu di ujung kehidupan, berubah haluan
menjadi kafir, lalu menutup usiamu dengan amal terburuk (sûul khâtimah).
Dengan demikian, muslim dan kafir sekarang masih sangat mungkin berbalik nasib
di kemudian hari. Dirimu yang kini muslim mungkin di kemudian hari masuk
kelompok orang yang jauh dari Allah dan dia yang sekarang kafir mungkin di
kemudian hari masuk golongan orang yang dekat dengan Allah. Wallahu a’lam.
Semoga Allah anugerahkan kekuatan yang cukup
untuk menjaga dan membenahi iman kita semua, iman yang membawa kemasalahatan
bagi banyak orang dan lingkungan. Semoga Allah tetapkan dan kuatkan pilar-pilar
ini hingga ajal menjemput kita dalam keadaan terbaik, husnul khatimah.
بَارَكَ
الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ
بِمَافِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ
تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا
فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا
بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا
عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ
بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ
وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ
وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ
الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ
الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ
اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ
اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ
اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ
وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ
اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ
اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ
الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ
وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ
عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى
اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا
وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ
ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ
وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar